Bukittinggi — Bukittinggi dengan berbagai potensi serta posisinya yang strategis, sebetulnya tidak begitu memerlukan promosi untuk dikunjungi wisatawan. Yang perlu dilakukan oleh Pemko Bukittinggi sebagai prioritas perhatian adalah bagaimana menciptakan kenyamanan.
Pengusaha pemilik rumah makan terkenal di kawasan Benteng de Cock, H. Yul Bray Dt. Panduko Sinaro, pada bincang-bincang dengan reportaseinvestigasi.com, Selasa (27/12) menjelaskan kelebihan Bukittinggi di atas sebagai nilai plus dan memiliki nilai jual.
Inyiak Datuak yang juga aktif di berbagai organisasi sosial ini menekankan, dengan potensi alam yang indah dengan sejumlah peninggalan disertai udaranya yang dingin, didukung dengan posis strategis di tengah beberapa objek wisata lain di Sumbar, sebetulnya tidak perlu lagi “dijual”.
Menurutnya, setiap pengunjung dari luar provinsi, tujuan utamanya datang ke Sumbar adalah Bukittinggi. Kalau masih punya waktu dan pendukung, barulah pergi ke objek kunjungan lain.
“Bahkan tidak sedikit jumlahnya yang langsung kembali ke tempat asal, setelah menikmati semua potensi wisata di kota Bukittinggi,” tutur pengusaha rumah makan terkenal ini.
Meski demikian, persoalan utama yang sampai saat ini masih banyak dikeluhkan pengunjung, tukas Yul Bray adalah kenyamanan selama menikmati Kota Wisata Bukittinggi.
Pertama menyangkut parkir. Bila dibandingkan jumlah kendaraan yang masuk dengan ketersediaan sarana parkir, menurut Dt. Panduko Sinaro, masih jauh kurang jumlahnya.
Untuk mengatasi dalam waktu singkat, Yul Bray menyarankan Dinas Perhubungan mematangkan kembali rekayasa arus lalulintas dan tempat parkir. Diantaranya dengan memanfaatkan sejumlah ruas jalan yang dilewati searah, seperti jalan Imam Bonjol atau Cindua Mato.
Langkah lain yang bisa dilakukan Pemko Bukittinggi, melakukan kerjasama dengan pihak lain sebagai penyedia tempat parkir, terutama untuk bus yang dapat menciptakan kenyamanan.
Yul Bray yakin, meski harus membayar parkir dengan jumlah tertentu di lokasi yang berjarak dari objek wisata, penyedia jasa bisa mempersiapkan angkutan kecil ke tempat tujuan maupun kembalinya.
Kemudian, sesuai dengan keluhan yang disampaikan kepadanya, inyiak Datuak ini menyebutkan masih sedikitnya jumlah serta kondisi WC yang memenuhi syarat atau representatif.
“Coba bayangkan bila pengunjung yang datang ke Bukittinggi dengan mobil mewah, lalu kebelet ingin buang kecil saja misalnya, masih sulit mendapatkannya. Bahkan di sejumlah tempat yang sudah ada WC-nya, kebanyakan belum memenuhi standar,” tukas Yul Bray.
Kondisi tersebut termasuk dirasakan sejumlah pengunjung yang sengaja datang ke Bukittinggi untuk menyaksikan pelaksanaan Pedati beberapa hari lalu.
Di lain pihak, Y.B. Dt. P. Sinaro menilai, Pedati yang bisa diselenggarakan kembali oleh Pemko Bukittinggi setelah 10 tahun berhenti merupakan terobosan yang bisa diberikan apresiasi.
Apalagi penyelenggaraanya berlangsung setelah selama dua tahun terakhir pandemi Covid 19 telah berdampak terhadap perekonomian di Bukittinggi khususnya, sehingga mampu kembali melakukan kebangkitan. (Pon)
Discussion about this post