PARIAMAN – Kasus dugaan pencemaran nama baik Bupati Padang Pariaman, Ali Mukhni oleh Ikhlas Darma Murya (IDM), berlanjut kepersidangan. Pada Rabu (6/2) lalu, merupakan sidang ke dua dalam agenda pembacaan eksepsi nota pembelaan penasehat hukum atas dakwaan yang didakwakan JPU kepada IDM.
IDM sendiri didakwa JPU dalam nomor register perkara : PDM-01/PARIA-03/12/2018 melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana pada Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) UU No.19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dalam pembacaan eksepsi dipersidangan itu, Penasehat Hukum (PH) terdakwa Zulbahri, SH bersama Edison Dt. Mkt Basa, SH mengatakan upaya yang dilakukan penegak hukum dalam dakwaannya dinilai telah mendakwa dengan mengabaikan fakta kemanusiaan. “Surat dakwaan bagi seseorang yang tidak bersalah adalah sama dengan serangan resmi terhadap martabat dan kehormatan manusia,” sebut PH terdakwa di persidangan.
Pada penilaiannya, dalam mengungkap kasus ini tidak serta merta hanya memandang sebelah mata. Sebab dalam uraiannya menyatakan, sebelum postingan yang berupa kritikan menanggapi kebijakan yang dibuat Ali Mukhni itu muncul, terdakwa telah lebih dulu melakukan cros cek di lapangan serta menghubungi sejumlah pejabat terkait termasuk Bupati Ali Mukhni menggunakan telepon selulernya.
Namun usaha yang dilakukan terdakwa dalam memperjuangkan nasib pasien yang terlantar itu, tidak direspon sama sekali.
“Ikhlas Darma Murya sebagai terdakwa dalam perkara ini harus dinyatakan batal demi hukum. Atau dakwaan tidak dapat diterima. Karena surat dakwaan JPU tidak tepat, baik mengenai dasar hukum atau mengenai sasaran dakwaan kepada klien kami,” jelasnya.
Bahwa penyidik dalam perkara ini, lanjutnya membacakan eksepsi, telah begitu saja mengabaikan ketentuan hukum Pasal 310 ayat (3) KUHP. “Sesunguhnya dimaksudkan dalam Pasal 27 ayat (3) UU No.11 Tahun 2008 tentang ITE tidak mengatur kaidah hukum baru, melainkan mempertegas penghinaan dalam KUHP dengan tambahan ranah internet.”
Pasal 310 ayat (3) KUHP itu berbunyi: “Tidak termasuk menista atau menista dengan tulisan, jika sipembuat melakukan hal itu untuk kepentingan umum atau terpaksa perlu untuk mempertahankan diri sendiri”.
Alasannya, kritikan yang dilancarkan IDM dalam postingan akun Facebooknya, adalah sebuah pertanyaan yang mempertanyakan kinerja Bupati Ali Mukhni yang dinilai mengangkangi UU No.36 Tahun 2014, Pasal 27 ayat (3) tentang Tenaga Kesehatan: “Dalam hal terjadinya kekosongan Tenaga Kesehatan, pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan Tenaga Kesehatan pengganti untuk menjamin keberlanjutan pelayanan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang bersangkutan”.
“Bupati Ali Mukhni selaku saksi korban telah melakukan tindakan konyol dengan menarik 6 orang dokter spesialis ke BKD Padang Pariaman tanpa menyediakan Tenaga Kesehatan pengganti sehingga berakibat fatal bagi pelayanan RS, sehingga bertentangan dengan Pasal 27 ayat (3) UU No.36 Tahun 2014,” terangnya.
Jelas, katanya lagi, tindakan terdakwa yang ditulis di dinding Facebooknya adalah mengacu pada azas causaliteit, sebuah tindakan sebab akibat. Sebab, bilamana para pejabat terkait dan Bupati Padang Pariaman merespon dengan cara baik panggilan via seluler dari terdakwa, hal demikian tidak akan terjadi.
Karena, tindakan terdakwa menuliskan kalimat kekecewan dalam bentuk kritikan yang ditujukan kepada Bupati Padang Pariaman, adalah semata-mata demi kepentingan umum. Bukan menyerang harkat dan martabat saksi korban selaku bupati. “Fakta inilah yang diabaikan oleh penyidik dalam perkara ini,” tegasnya.
Discussion about this post