Masyarakat Minangkabau biasa membuat lemang, yaitu makanan dari beras ketan yang dimasukkan dalam buluh bambu beralas daun pisang. Tradisi turun temurun ini, biasanya dibuat saat menyambut hari-hari besar, termasuk Bulan Suci Ramadan.
Dalam bahasa Minang, lemang disebut lamang, sehingga kebiasaan bikin lemang dikenal juga dengan Malamang. Malamang merupakan tradisi turun temurun masyarakat Minang sejak dulu.
Kebiasaan membuat makanan kaya gizi ini sering dilakukan saat acara-acara penting, seperti Lebaran, Maulid Nabi, pengangkatan penghulu adat, menyambut bulan suci ramadhan dan acara besar lainnya.
Tradisi turun temurun ini dapat ditemukan di seluruh Nagari di Sumatera Barat, antara lain Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Padang, Padang Pariaman, Solok serta daerah lainnya.
Apa yang biasanya dilakukan masyarakat di sekitar tempat tinggalmu untuk menyambut kedatangan bulan Ramadhan? Apakah dengan balimau? Gotong royong? Atau lain sebagainya? Mungkin di setiap daerah memiliki tradisi masing-masing dengan cara masing-masing untuk menyambut bulan suci Ramadhan.
Di beberapa belahan perkampungan, kebiasaan malamang atau bikin lemang bersama-sama masih terjaga dengan baik. Namun di daerah perkotaan seperti Padang, sudah cukup jarang ditemui. Warga cenderung memesan lemang dari para pedagang yang sengaja membuatnya dalam jumlah banyak.
Di Kota Padang, malamang dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan memiliki dua versi pelaksanaannya. Ada yang malamang secara pribadi atau dengan kerabat dekat saja atau rumah masing-masing dan ada juga yang malamang secara Bersama sekecamatan dan di lombakan, yang biasanya dilakukan di tempat yang sudah ditentukan. Masing-masing versi tersebut memiliki moment- moment menyenang tersendirinya.
Keunikan malamang, atau memasak lamang, ini adalah caranya yang masih tradisional dan dipertahankan hingga kini oleh masyarakat Minang. Proses memasak ini membutuhkan waktu kurang lebih dua jam. Warga Minang biasanya memasak lamang pada dua atau tiga hari menjelang Ramadhan, dan menjelang Lebaran.
Lamang terbuat dari beras ketan yang dimasukkan dalam buluh bambu yang sudah dipotong-potong dan dicuci terlebih dahulu agar menghilangkan miang-miangnya yang akan menyebabkan gatal-gatal jika terkena kulit kita. Buluh-buluh bambu itu dialasi dengan daun pisang. Sebelum beras ketan dimasukkan ke dalam bambu, biasanya alangkah baiknya beras ketan direndam beberapa jam.
Setelah itu baru dimasukkan ke dalam bambu yang sudah dialaskan daun pisang dan didiamkan beras ketan, kemudian disiram dengan santan kelapa yang telah diseduh dengan garam. Bambu kemudian dipanggang dengan perapian yang menggunakan kayu bakar atau sabut kelapa. Pada saat proses perapian lamang tidak boleh ditinggalkan dan dibiarkan begitu saja karena akan membuat lamang matah atau gosong sebah (tidak masak sempurna).
Jenis lemang juga beragam. Selain lemang ketan, ada juga lemang pisang, lemang ketan, lemang galai, lamang kundu (labu) dan lemang bainti atau lemang berisi luwo atau parutan kelapa dari gula merah. Keseluruhan proses pembuatan sama dengan pembuatan lemang ketan.
Lamang tak hanya untuk konsumsi sendiri, melainkan juga menjadi hantaran bagi menantu ke rumah mertua, maupun hantaran sesama besan sebagai jalinan silaturahmi jelang Ramadan yang dikenal sebagai tradisi manjalang mintuo.
“Lemang ini terbuat dari pulut atau beras ketan. Bahannya dicampur degan kelapa dan garam. Dimasukkan bambu, lalu dibakar. Proses pembakaran lemang berlangsung antara empat hingga lima jam. Lama, karena seluruh bagian bambu harus terbakar dan lamang tidak bisa ditinggalkan begitu saja harus selalu dibolak balik atau diputar-putarkan. Kalau tidak, tentu mentah dia pastinya tidak merata masaknya,” cerita salah satu masyarakat yang ada di perkampungan yang ada di Kota Padang tepatnya di Kelurahan Koto Lua, Kecamatan Pauh, Kota Padang.
Setiap daerah di Sumatera Barat memiliki ciri khas dalam menyajikan lamang. Namun, saat Ramadhan lamang biasanya disajikan bersama tapai.
Tapai merupakan makanan hasil fermentasi beras ketan hitam dengan ragi. Sajian lamang khas Sumatera Barat ini disebut lamang tapai. Tidak hanya dengan tapai, lamang juga bisa disajikan dengan makanan pendamping lainnya bercita rasa manis atau gurih. Tetapi di padang lamang tapai menjadi sajian favorit pada acara besar.
Untuk lamang manis biasanya didampingi atau diberi tambahan seperti seperti selai, cairan gula merah (kinca), durian, pisang dan sarikaya. Sedangkan, lamang gurih biasanya disajikan bersama rendang, apik ayam, telur, atau makanan pendamping lainnya.
Malamang bukan hanya kegiatan masak memasak semata. Lebih dari itu, ternyata ada nilai kebersamaan di dalam proses malamang ini. tradisi malamang memupuk dan menumbuhkan rasa kebersamaan antar warga.
Sebab, tradisi Minangkabau tidak mungkin dikerjakan oleh satu orang saja dari mulai mempersiapkan bahan hingga lamang siap makan. Oleh karena itu, butuh beberapa orang dalam tradisi malamang untuk bekerja sama.
Ada warga yang bertugas mencari bambu sebagai tempat adonan ketan, mencari kayu bakar, mempersiapkan bahan masak seperti ketan, daun pisang, santan, dan lainnya. Selain itu, ada warga yang bertugas mempersiapkan adonan sekaligus memasukkan adonan ketan ke dalam bambu, dan ada juga yang bertugas mempersiapkan api untuk perapian lamang. Dengan kerja sama di antara beberapa orang, maka malamang akan terasa mudah, cepat selesai dan menyenangkan.
Di sinilah hikmah yang dapat kita ambil dari tradisi Malamang. Malamang dapat memupuk rasa kerja sama dan kebersamaan sesama anggota masyarakat sekitar, menyambung dan menjaga berlangsungnya hubungan tali silaturahmi dan rasa kekeluargaan khususnya masyarakat di Minangkabau. ***
Penulis : Jihan Fadiyah
Mahasiswa Universitas Andalas, Jurusan Sastra Minangkabau
Discussion about this post