Masyarakat Minangkabau adalah salah satu masyarakat etnis Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada di Pulau Sumatera bagian barat, dalam sistem pemerintahan disebut dengan Provinsi Sumatera Barat. Semenjak ratusan tahun bahkan ribuan tahun masyarakat Minangkabau telah menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan nilai-nilai budaya mereka dalam satu wilayah yang dikenal dengan alam Minangkabau.
Istilah Minangkabau mengandung pengertian kebudayaan di samping makna geografis. Ada suku ‘bangsa Minangkabau’, ada kebudayaan Mi- nangkabau, tetapi tidak ada bangsa Sumatera Barat ataupun kebudayaan Sumatera Barat (Mansoer, MD, 1970:2). Oleh karena itu, hingga sekarang orang Minangkabau juga menyebut keseniannya dengan kesenian Minangkabau, bukan kesenian Sumatera Barat.
Kesenian Minangkabau pada mulanya merupakan permainan rakyat yang bersifat terbuka dari rakyat untuk rakyat, yang berpedoman pada falsafah ‘alam takambang jadi guru’. Falsafah ini bagi orang Minangkabau menjadikan suatu peristiwa atau proses alam sebagai panutan dan pelajaran hidup, baik secara individu maupun kelompok.
Manusia adalah subjek hukum yang memiliki fungsi dan peran yang berbeda menurut kodrat dan harkat yang diberikan alam kepadanya. Oleh karena itu, dalam kehidupan mereka selalu menggunakan kata kiasan yang disebut dengan pepatah-petitih guna mentransformasikan kondisi alam dalam kehidupan sehari-hari.
Nah, Galombang adalah salah satu tari tradisional Minangkabau yang dimiliki oleh setiap wilayah di sana. Tari ini selalu ditampilkan pada upacara pe- nyambutan tamu yang dihormati seperti ketua adat atau penghulu, guru silat, dan pengantin.
Tari ini dibawakan oleh puluhan lelaki dengan pola lantai berbaris dua berbanjar ke belakang. Penyajiannya ada yang menghadap kepada para tamu dengan satu arah saja dan ada pula yang menghadap dua arah. Istilah yang digunakan untuk menyebut tari ini pun bermacam-macam, seperti Bagalombang yang berarti menarikan Galombang, Galombang Duo Baleh atau Tari Galombang yang ditampilkan oleh 12 orang, Galombang Manyongsong untuk menyebut Tari Galombang yang dilakukan dalam bentuk satu arah, dan Galombang Balawanan sebutan untuk tari ini yang dilakukan dalam bentuk dua arah, yaitu dari pihak tuan rumah dan dari pihak tamu). Tari Galombang dua arah di Kota Padang ditampilkan dalam penobatan penghulu atau ketua adat di Koto Tangah.
Kata galombang berasal dari alam sekitar, yaitu gelombang air laut. Gerak tarinya berdasar pada bermacam-macam gerak silat. Salah satu variasi gerak silat ini berbentuk seperti gelombang laut. Dengan menggunakan olahan ritme, ruang, dan tenaga, sampailah pada wujud gerak tari yang indah. Gerak-gerak yang terstruktur dengan indah dalam berbagai tempo dinamik itu terkadang dilakukan secara perlahan mengalun lembut, terkadang dalam tempo yang energik, cepat, kuat, dan tajam.
Gerak- geraknya antara lain seperti melukis garis-garis di udara dalam bentuk lurus, bersiku, melengkung dalam volume besar, sedang, dan kecil. Gerak-gerak ini dipadukan pula dengan aras tinggi, rendah, kuat, lemah, dan sebagainya.
Tari Galombang atau Tari Gelombang adalah salah satu seni tari tradisonal Minangkabau yang berkembang di berbagai daerah di provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Pertunjukan seni tari ini adalah salah satu atraksi yang biasanya muncul dalam pesta pernikahan adat Minang serta menjadi pencuri perhatian.
Biasanya, tari galombang ditampilkan dalam acara penyambutan mempelai saat diarak menuju pelaminan. Tidak begitu jelas asal-usul bagaimana asal mula tari galombang diciptakan dan digunakan untuk hal dimaksud, namun hingga saat tari gelombang tetap ditampilkan oleh beberapa orang di berbagai pelosok. Nama galombang sendiri adalah pengucapan kata “gelombang” dalam bahasa Minangkabau yang menggambarkan gerakan lincah tubuh para penari yang melakukan gerakan turun naik bagaikan gelombang laut.
Sementara, gerakan kaki dan tangan pada umumnya menggambarkan jurus silat Minang. Kabar yang beredar, dahulu ini berhubungan dengan cerita seorang pemuda yang menikah selalu dikawal oleh teman seperguruan silatnya menuju ke kampung halaman istrinya, untuk menghalau kemungkinan serangan pemuda dari kampung lain.
Versi lainnya, ada yang menyebutkan bahwa ini merupakan bentuk pengawalan terdahap penghulu yang akan menikahkan pengantin Minang. Tarian ini biasanya dibawakan oleh laki-laki yang jumlahnya bisa sampai puluhan orang untuk kemudian dibagi menjadi dua kelompok, di mana masing-masing kalompok seakan-akan merupakan rombongan pengawal. Jika rombongan tamu utama maupun tuan rumah yang mengadakan perjamuan datang akan didahului oleh penari galombang ini, yang malangkah bagaikan pemain silat. Setiap membuat langkah maju, penari bertepuk tangan, sehingga gerakan penari ini kadang seperti dua kelompok pasukan yang akan berperang. Beberapa waktu terakhir ini tari galombang biasanya disatukan dengan pertunjukan tari pasambahan, karena sekilas kedua tari ini memiliki makna dan tujuan yang sama. Yang membedakan adalah gerak tari yang dipertunjukkan.
Tari galombang memiliki sedikit unsur pencak silat dalam gerakannya, sehingga ketika dipertunjukkan akan ada sedikit atraksi bela diri dalam rangkaian tari yang dipertunjukkan, berbeda dengan tari pasambahan yang menonjolkan keanggunan dalam setiap gerakannya dan juga bisa dibawakan oleh perempuan. Perpaduan dua tari ini berfungsi untuk menyongsong dan memberi penghormatan kepada kedua mempelai, juga membuka jalan untuk barisan para dara yang membawa persembahan carano berisi sirih adat.
Selain itu, kreasi baru tarian tradisional ini juga berfungsi sebagai pagar bagi jalan masuk rombongan ninik mamak yang mengiringi perjalanan kedua mempelai. Selain dalam pesta pernikahan, tari galombang beberapa kali juga ditampilkan untuk menyambut tamu penting dari luar Sumatra Barat dan tentunya kembali dipadukan dengan tari pasambahan dalam pertunjukannya. ***
Penulis: Sendy Sintia Rahmi
Mahasiswa Universitas Andalas, Jurusan Sastra Minangkabau
Discussion about this post