Oleh : Hafni Pon
Sesuai dengan nomenklatur kegiatan, sebagai sebuah kerja peninjauan dan perbandingan,memang banyak hal bisa diambil oleh peserta, baik pihak Dinas Kominfo maupun wartawan sendiri.
Di kabupaten Siak maupun Provinsi Riau, dapat dilihat dan dicatat keberhasilan daerah tetangga itu dalam menata komunikasi pemerintah dengan wartawan. Ini memang harus diakui.
Kedua daerah tersebut, berdasarkan SK Gubernur dan Bupati, pelaksanaan kerjasama dengan media massa dan termasuk wartawan yang dibuat, tercantum dengan jelas serta tegas, apa syarat dan kriteri yang bisa dibuat.
Persyaratan yang telah dibuat itu, secara jelas memberi garisan media massa mana yang dapat melakukan kerjasama, tanpa memandang personal atau jabatan wartawan di organisasi yang ada di daerah bersangkutan.
“Ketua PWI sendiri misalnya, bisa tidak mendapatkan kesempatan melakukan kerjasama bila media atau pemberitaannya tidak memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan”, jelas Kabid IPKS, Paula Chandra, mewakili Kadis Kominfo kabupaten Siak.
Berdasarkan SK Gubernur Riau, sebagaimana diterangkan oleh Direktur Utama Grup Riau Pos di Pekanbaru, proses kerjasama sudah dimulai sejak penyusunan APBD Provinsi.
Pihak perusahaan bersama organisasi wartawan yang ada di Riau, dari proses penyusunan APBD Provinsi sudah malukukan negosiasi, yang tentu saja secara terbuka dan berimbang.
Dari hasil negosiasi itulah, ketika APBD sudah disahkan oleh DPRD, setiap perusahaan media massa dapat melihat berapa anggaran yang didapatkan setiap tahunnya.
Kondisi ini belum terlihat pada alokasi anggaran sejak dari masih adanya Bagian Humas dan sampai kini sudah berada di tangan Dinas Kominfo kota Bukittinggi, pola penganggaran seperti itu.
Salah satu bukti, pada program liputan khusus atau pariwara sampai jumlah oplah langganan atau durasi siaran yang didapat oleh semua perusahaan pers.
Selama di pemko Bukittinggi, porsi kerjasama itu, terlihat sangat subjektif sekali. Baik langganan oplah atau durasi siaran,sampai pembuatan liputan khusus, lebih banyak berputar kepada media atau wartawan tertentu saja. Bahkan tidak jarang seorang wartawan baru mendapatkan liputan khusus setelah melakukan tindakan yang intimidatif.
Di lain pihak, baginoara wartawan sendiri, dengan kriteria yang sangat jelas dan tegas tersebut,akan dapat mengukur diri, apakah media atau berita-berita yang diterbitkan sudah sesuai dengan persyaratan atau belum.
Pola seperti ini jelas menuntut kontribusi serta profesionalisme seorang wartawan dalam tugasnya sehari-hari. Semoga.
Discussion about this post