Oleh : Hafni Pon
Provinsi Riau, sesungguhnya patut bersyukur dengan terjadinya reformasi menjelang akhir abad 20 lalu. Daerah yang kaya dengan sumber daya alam (SDA) ini, menjadi bisa ikut menikmati limpahan kekayaan itu, karena adanya aturan yang melahirkan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD).
Riau yang mampu bangkit pasca reformasi itu, bagai kolam kehidupan baru dan sangat prosfektif bagi kehidupan dunia pers. Apalagi belum adanya regulasi yang ketat mengatur pendirian sebuah perusahaan pers di tanah air.
Bak kecambah yang bermunculan sehabis hujan, pers pun tumbuh dengan mudah, baik saat media mainstream masih mendominasi kehidupan pers, apalagi setelah sarana komunikasi dan informasi menjadi informasi yang mudah dan murah.
Perkembangan yang beriringan dengan dimulai media sosial (medsos), tidak hanya dimanfaatkan sebagai sarana penyampai aspirasi tapi tidak sedikit pula yang menjadikannya bak media massa.
Pertumbuhan ini pulau yang menjadi penting pemerintah Riau mengeluarkan regulasi, dengan menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub), kemudian dijadikan sebagai pedoman bagi bupati dan walikota untuk menerbitkan pula Perbup atau Perwako.
Peraturan inilah sebagai landasan bagi Pemprov, pemkab dan pemko,terutama Dinas Kominfo masing-maaing dalam melakukan kerjasama dengan media massa.
Peraturan itu pula dijadikan sebagai dasar untuk menyeleksi serta membatasi media dan wartawan pemerintah yang tidak hanya memiliki legitimasi sesuai regulasi, namun lebih dari itu juga menyangkut kualitas dan kontribusi terhadap daerah.
Seperti dituliskan pada edisi sebelum ini, cara dan sistim yang diterapkan oleh Pemprov maupun pemkab dan pemko, sesungguhnya menjadi semacam seleksi sekaligus kompetensi bagi media dan wartawan untuk memainkan fungsinya secara profesional.
Apalagi setelah ditemukan pada beberapa daerah yang berkemungkinan tidak selektif dan tegas melahirkan program kerjasama dengan media, justru banyak tersangkut hukum, karena tidak tercapainya pelaksanaan dan tujuan kerjasama.
Pola inilah diantara berbagai sisi yang menjadi catatan penting bagi saya khususnya, sebagai bahan masukan sekaligus juga evaluasi bagi Dinas Kominfo Kota Bukittinggi, OPD yang berfungsi sebagai “leading sector” dengan media dan wartawan untuk melahirkan kerjasama yang “win-win solution”.
Sistim yang juga dapat menghindarkan kerjasama mengandung unsur politis atau hubungan emosional antara kepala daerah dengan sebuah media massa atau seorang wartawan .
Kondisi yang selama ini nampaknya masih cukup menonjol dan bukan tidak mungkin bisa menjadi sebuah kultur tidak baik dalam menjalankan roda pemerintahan dalam mewujudkan informasi yang objektif dan konstruktif.
(bersambung)
Discussion about this post