Seperti pada umumnya, setiap bangunan memiliki “dindiang” dalam bahasa Indonesia kita menyebutnya (dinding). Dindiang ini sendiri, merupakan salah satu unsur yang tak kalah pentingnya dibandingkan unsur-unsur penting lainnya, pada sebuah bangunan.
Karena, fungsi dindiang ini sendiri ialah untuk menutupi semua kerangka pada sebuah bangunan.
Jika kita melihat kepada Museum Istano Basa Pagaruyung, dindiang inilah yang menutupi seluruh kerangka pada bangunan Istano Basa Pagaruyung, dari segala sisi.
Pemasangan dindiang pada Museum Istano Basa ini, dipasang sejajar dengan balok–balok, yang bertujuan sebagi penguat dinding. Untuk pemasangan dindiang pada museum ini, memakai teknik pasak dan jepit, sehingga tidak lagi memerlukan paku.
Untuk pemeliharaan dindiang ini, diberi anyaman bambu yang disebut sasak. Penempatannya pada bagian luar dinding belakang dan sisi bangunan yang tidak berukir, yang berfungsi untuk, melindungi Dindiang dari teriknya panas matahari dan air hujan.
Dari artikel yang penulis baca, serta narasumber yang penulis dengar kalau dilihat dari sudut adat Minangkabau, dindiang Istano Basa Pagaruyung, dibagi menjadi dua bagian.
Pertama, dindiang muko (dinding depan), Istilah dinding muko ini, meliputi bagian depan dan samping bangunan. Yang lahir, dalam bentuk ukiran kayu. Kata ukiran kayu ialah, gabungan kata yang terdiri dari kata “ukiran dan kayu“.
Kayu mewakili dan melambangkan peran Adat dan Agama, yang digunakan sebagai pedoman. Standar dan saringan bagi masyarakat untuk, berbuat sekaligus sarana dalam bermasyarakat.
Sedangkan ukiran, mewakili kebudayaan. Yang merupakan, hasil ketajaman pikiran dan peradaban. Yang digunakan sebagai, sarana untuk tampil dan menarik perhatian tetangga. Baik yang dekat maupun yang jauh, agar datang berkunjung. Dinding depan Istano dihiasi dengan berbagai ukiran.
Sedangkan dindiang yang kedua, yaitu dindiang belakang yang dibuat dari bambu. Dindiang belakang ini, terdiri dari dua lapis. Yang lapis pertama disebut Dindiang Tadia dan yang kedua, disebut Dinding Sasak. Kedua lapis Dindiang ini, merupakan pelindung bagi penghuni rumah dan isinya.
Mengenal dindiang tadia
lebih lanjut.
dinding tadia ialah, dindiang bahagian dalam yang dibuat dari bambu jenis umum. Yang melambangkan, peran
seorang wanita sebagai seorang ibu, pendidik utama, suri tauladan, motifator, dan penggerak. Disamping pendamping dan penasehat pribadi suami, ia bersama suaminya juga bekerja bahu membahu dalam, menciptakan kehidupan yang wajar. Menanggulangi, menyusun semua potensi, dan juga fasilitas. Selanjutnya, turut mendorong anggota keluarga, untuk maju dan membuat perubahan yang berarti, demi masa depan keluarga.
Mengenal Dindiang Sasak.
Diding Sasak melambangkan, semua potensi dan fasilitas yang dimiliki oleh sebuah kaum. seperti digambarkan
oleh ukiran kayu yang mendominasi pada dinding depan.
Dindiang Sasak juga, melambangkan peran, partisipasi aktif semua pihak
mulai dari yang paling kecil sampai usia manula. Termasuk, penghulu beserta stafnya dari pihak ibu dalam berbagai tanggung jawab.
Secara keseluruhan dinding sasak melambangkan semua potensi dan fasilitas wilayah adat dan budaya Minangkabau.
Jadi kesimpulannya, Dindiang yang terdapat pada Museum Istano Basa Pagaruyung merupakan unsur yang penting, serta mengandung makna bagi masyarakat Minangkabau. Mulai dari pemasangannya, hingga bahan yang digunakan memiliki fungsi masing-masing.
Sumber :
– Tokoh Budayawan Pagaruyung
(Basyir Dt. Bungsu)
-http://repo.iainbatusangkar.ac.id/
Discussion about this post