Oleh : Safrudin,SS,MM (ketua FPKS DPRD Agam)
Tulisan ini menawarkan sebuah pemikiran bagaimana sikap dan kebijakan para pengambil kebutusan (decision makers) menghadapi perekonomian pasca PSBB di Sumbar, apalagi Sumbar akan mengikuti pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) Bulan Desember 2020 ini dan sebahagian petaha/incumbant akan ikut pertanding dalam perhelatan demokrasi tersebut. Maka sudah saatnya dibutuhkan kebijakan pembangunan yang tepat (pro grow, pro poor and pro job) pasca PSBB dan dicari figur para calon kepala daerah yang responsif terhadap “sense of crisis” saat ini.
I.Gambaran Global dan Nasional
IMF baru-baru ini merelis bahwa kondisi dunia akan mengalami resesi ekonomi yang lebih parah dari tahun 2008-2009 karena berimbas ke seluruh negara yang ada di dunia, dunia “terpapar” krisis lebih parah karena terjadinya keterpurukan aktivitas ekonomi berlapis disetiap negara seiring pembatasan sosial (social distancing) dan karantina wilayah, hal ini dipicu karna ketidak pastian pandemi ini berakhir dan harga komoditi yang menurun tajam akibat lemahnya daya beli masyarakat.
Perekonomian Amerika tahun 2020 diprediksi hanya akan tumbuh minus 5,9%, Jepang minus 5,4%, Tionkok 1,2%, Korea selatan minus 1,2% , dan IMF memprediksi rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2020 adalah minus 3%.(sumber kata data.com)
Oleh karena itu pemerintah Indonesia sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyiapkan dua skenario ekonomi Indonesia menghadapi Covid 19 yaitu skenario berat bisa tumbuh positif 2,3% dan skenario sangat berat tumbuh minus 0,4% pada tahun ini (CNBC Indonesia)
Penjelasan Skenario Berat (SB) bahwa ekonomi diprediksi masih bisa tumbuh positif 2,3%. Jumlah orang miskin akan bertambah 1,16 juta orang, dari perhitungan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2019 yaitu 24,79 juta orang (9,22% dari jumlah penduduk). Kemudian jumlah pengangguran juga akan bertambah 2,92 juta orang, dari perhitungan terakhir BPS per Februari 2020 sebanyak 6,88 juta orang.
Jika skenario berat tidak memungkinkan maka Indonesia akan memasuki Skenario Sangat Berat (SSB).Pada skenario ini, ekonomi diprediksi tumbuh negatif 0,4%. Jumlah orang miskin akan bertambah 3,78 juta orang, dari perhitungan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2019 yaitu 24,79 juta orang (9,22% dari jumlah penduduk). Kemudian jumlah pengangguran juga akan bertambah 5,23 juta orang, dari perhitungan terakhir BPS per Februari 2020 sebanyak 6,88 juta orang.
Dari berbagai pemberitaan sudah kita maklumi bahwa dengan diharuskanya diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terutama diwliayah JABODETABEK dan beberapa propinsi termasuk Sumbar maka prediksi ekonomi tumbuh sebesar 2,97% di kuartal I-2020 telah dipastikan tidak tercapai (baca :gagal) dan Indonesia memasuki skenario ekonomi sangat berat (data BPS)
Dari gambaran tersebut sangat realistis pemerintah secara berhati-hati mengambil langkah menuju skenario konsep “New Normal” atau istilah resminya Tatanan Normal Baru Produktif dan Aman Covid 19 (TNBPAC) yaitu strategi berjuang melawan Covid 19 antara memutus mata rantai penularan/menjaga kesehatan masyarakat dan menjaga agar ekonomi tidak terpuruk lebih parah lagi, kenormalan baru (new normal) dimana sebahagian wilayah wabah/zona merah mulai “berdamai” dengan Covid 19 atau keluar dari PSBB dengan tetap memasang kewaspadaan tinggi tanpa membatasi pergerakan sosial.
II. Refleksi Perekonomian Sumbar masa PSBB
Meski kasus yang positif terinfeksi covid-19 terus setiap hari bertambah di Sumbar (data kamis 4/6/2020) sebanyak 11 orang bertambah dan total menjadi 594 orang, Jumlah ini termasuk 277 orang yang sudah sembuh, pelaksanaan kenormalan baru/new normal mau tidak mau/suka tidak suka mesti dilaksanakan di Sumbar yang dimulai secara merata pada tanggal 8 Juni 2020 kecuali kota Padang dan Kab Mentawai menyusul.
Pelaksanaan PSBB dengan adanya Work From Home (WFH) dan School From Home (SFH) di Sumbar, menutup sementara tempat wisata/hiburan dengan keluarnya keputusan bersama kepala daerah di Sumbar No : 360/339/BPBD-2020 tanggal 20 Maret 2020, dan Surat imbauan Gubernur No : 360/359/BPBD-2020 mengenai himbauan kepada perantau minang untuk menunda pulang kampung halaman pada tanggal 28 Maret 2020, termasuk pembatasan penerbangan dan transportasi darat serta kebijakan “lockdown” disemua titik perbatasan Sumbar yang kesemuanya tersebut telah menurunkan secara drastis derap perputaran ekonomi Sumbar hingga angka 75%.
Maka disinilah Pemerintah termasuk pemprov Sumbar akan menghadapi dilema (maju kena mundur kena) satu sisi penangan Covid 19 masih tetap berjalan dengan masih tingginya angka penularan Covid 19 alias Corona, disisi lain perekononian yang sudah terpuruk dengan angka pengangguran baru sebesar 4.299 pekerja yang kehilangan pekerjaan selama PSBB (Disnakertrans Sumbar,6/4), penurunan daya beli, pembatasan sekolah, ibadah di masjid/mushalla dan pusat perbelanjaan.
Sektor ekonomi yang paling mengalami tekanan berat selama pandemic Covid 19 adalah sektor yang berkaitan dengan pariwisata, transportasi udara dan perhotelan, pengusaha konstruksi dengan adanya kebijakan “refocusing” anggaran pemerintah dari belanja langsung ke dana tanggap daruruat covid 19. Sementara sektor ekomomi yang berkembang/mendapat rahmat selama pandemic adalah sektor jasa kesehatan, penunjang kesehatan, perdagangan sembako, perdagangan online serta jasa telekomunikasi.
Dari semua sektor yang tergerus selama pandemic covid 19 akan berdampak secara positif kepada sekor lain baik pertanian menurunya permintaan sektor pertanian dikarenakan menurunya permintaan dari perhotelan, ketersediaan pangan dan lainya.sektor perdagangan dengan menurunya daya beli masyarakat, sektor transportasi dengan kebijakan WFH dan SFH dan larangan mudik/pembatasan transportasi, sektor konstruksi dikarenakan “refocusing” anggaran APBD baik propinsi maupun Kab/kota dan sektor industri pengolahan.
Dari gambaran tersebut BPS telah merilis pertumbuhan ekonomi Sumbar triwulan I sebesar minus 2,67% sebagaimana ekononi nasional akan mengalami perlambatan dengan gambaran konsumsi rumah tangga minus 0,10%, konsumsi LNPRT minus 4,68%, konsumsi pemerintah minus 47,20%, PMTB minus 5,43%, ekspor minus 4,32% dan impor positif 7,26%
III. Langkah strategis pasca PSBB Sumbar
Ditengah krisis ekonomi yang melanda Sumbar akan mengikuti Pilkada baik gubernur/wakil gubernur dan begitu juga kepala daerah kab/kota sekitar tanggal 9 Desember 2020 nanti, oleh karena itu Pemerintah Daerah (PEMDA) perlu memikirkan dan merancang beberapa hal sebagai berikut.
pertama dalam rangka penyesuaian anggaran APBD/perubahan APBD 2020 yang akan dibahas dengan DPRD dalam rangka penanggulangan Covid 19 baik sebelum dan setelah “refocusing” anggaran sesuai edaran mentri dalam negeri dituntut sikap kehati-hatian sehingga pada penyusunan perubahan APBD memperhatikan semua aspek baik kesehatan masyarakat, pendidikan dan pertumbuhan ekonomi/recovey pasca PSBB.
Dalam perubahan anggaran APBD 2020 jika masih tersisa anggaran pembangunan fisik berupa pembangunan gedung dan kantor sebaiknya ditunda dan dialihkan kepada program stimulan ekonomi UMKM baik berupa pembebasan hutang, subsidi bunga dan bantuan jejaring pemasaran online, dan sebagainya.
Ada baiknya sebelum itu juga difikirkan berbagai regulasi baik berupa perda ataupun perkada pendukung dalam menyikapi program strategis penanggulangan ekonomi pasca PSBB atau dimasa kenormalan baru, bila perlu Pemprov dan pemda kab/kota menyurati Kemendagri untuk memberi ruang regulasi dan kelonggaran guna menggulirkan program stimulan ekononi yang inovatif baik berupa hibah/bansos yang semula sangat dibatasi begitu juga model swakelola sehingga berbagai program padat karya bisa digulirkan untuk menyerap banyak tenaga kerja ditengah masyarakat.
Kedua sangat tepat dilakukan konsolidasi dan kordinasi para kepala daerah dan FORKOMPIMDA dengan berbagai pengusaha daerah baik pengusaha hotel, restoran dan travel serta para investor di Sumbar guna menformulasi sebuah strategi baru untuk menggairahkan kembali dunia pariwisata di Sumbar apakah itu mengusung konsep “medical tourism” ataupun model inovatif lainya yang intinya sektor pariwisata mestilah kembali bergairah ditengah situasi kenormalan baru ini.
Pada kondisi ini sebaiknya didengar keluhan para pengusaha yang kesulitan karna sepinya pengunjung dan besarnya beban operasional dan gaji para karyawan bahkan sudah banyak yang melakukan PHK, sebaiknya dilakukan keringanan pajak dan upaya memperbanyak iven-iven daerah dengan menyesuaikan dengan protokol covid 19. Maka sebaiknya semua tempat wisata kembali dibuka dengan standar keamanan mengikuti protokol covid 19.
Ketiga sebaiknya didorong para pakar baik praktisi dan akdemisi untuk melakukan berbagai penelitian agar ditemukannya vaksin covid 19, sudah barang tentu dengan dukungan anggaran yang cukup, pernyataan mantan mentri kesehatan Hj.Siti fadilah sangat patut kita renungkan bahwa dengan kekayaan alam Indonesia dan bertebaranya para pakar kesehatan kita maka kita mesti percaya diri mampu untuk menanggulangi covid 19 dengan vaksi kita sendiri tanpa harus tergantung dengan negara lain termasuk WHO, pemerintah mestilah mendorong hal ini dan semua pakar sebaiknya tertantang untuk mencarikan solusi penangan covid 19, kita memiliki kampus UNAND yang memiliki banyak pakar dan alhi dan semua bisa bersinergi lintas kampus dan daerah di Indonesia ini, Semoga.
Wallahua’lam bissawab.
Discussion about this post