PADANG PARIAMAN – Kendati eksekutif dan legislatif telah menyepakati menghentikan pengerjaan proyek prestisius yang terlarang (Tarok City), pada rapat paripurna pengesahan APBD-P 2019. Namun masih banyak pihak yang menyangsikan proyek tersebut terus berjalan, seiring sikap bebal yang melulu dikedepankan Ali Mukhni selama ini. Padahal proyek ambisius buah tangan Ali Mukhni itu sarat pelanggaran hukum.
Berita terkait : Sah! Defisit 113 Miliar, Pembangunan Proyek Tarok City Dihentikan
Kecenderungan Ali Mukhni “lompat pagar” bukan hal yang tak mendasar. Buktinya, kawasan proyek Tarok City yang diagung-agungkan Ali Mukhni selama ini rupa-rupanya diduga belum memiliki regulasi hukum. Selain itu, proyek yang disinyalir didasari oleh syahwat politik itu belum mengantongi izin dari DPRD, kajian lingkungan, kajian akademis, peraturan daerah, serta belum disahkannya Perda RDTR oleh kementerian terkait.
Menjawab pertanyaan media tentang kesepakatan hasil paripurna pembahasan APBD-P oleh DPRD, pemerhati kebijakan politik Yohanes Wempi memberikan apresiasi terhadap kinerja DPRD, “Apresiasi terhadap DRPD telah berusaha menutupi kesalahan yang dibuat,” tukasnya.
Sebab, katanya, langkah yang diambil DPRD sangatlah tepat menyikapi LHP BPK dan warning dari BPKP tanggal 2 Juli. “Sebetulnya eksekutif dan legislatif mutlak merealisasikan temuan dari LHP BPK. Jangan melanggar peraturan lain ketika dalam mencapai kesepakatan tadi. Karena ada konsekuensi hukumnya,” paparnya.
Mantan Ketua Fraksi PKS DPRD Padang Pariaman periode 2004-2009 ini mengindikasikan, ada maksud terselubung yang patut dipertanyakan dari bupati apabila bupati “lompat pagar” melanggar kesepakatan yang telah diambil.
“Jika demikian itu terjadi berarti “ada udang di balik batu”. Dan sebetulnya seluruh tender harus dibatalkan merujuk surat Ketua DPRD yang ditujukan kepada BPKP tanggal 30 September itu. Apalagi pembahasan APBD-P itu sudah ketok palu, artinya sudah diperdakan, tinggal pengesahan dari gubernur. Adapun seandainya bupati mengeluarkan Perbup dalam mensiasati hasil pembahasan itu, berarti itu akal-akalan bupati, dan semua itu berpulang ke DPRD. Semoga saja itu tidak terjadi,” terangnya.
Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Golkar Syahrul Dt. Lung masih mewanti-wanti upaya Ali Mukhni yang berkemungkinan “lompat pagar” dalam menyikapi hasil keputusan paripurna. “Jangan sampai bupati “lompat pagar” dengan sudah diperdakannya APBD-P sekarang. Lalu bupati terbitkan Perbup. Harus diingat, yang jadi catatan di sini, Perbup tidak akan berlaku jika hanya kegiatan yang ditolak. Perbup akan berlaku jika tidak ada kesepakatan dalam pembahasan APBD-P (bundelan APBD-P),” jelasnya.
Syahrul juga menyesalkan sikap Ali Mukhni yang kerap ‘basipakak’. “Pak Ali Mukhni itu kan enggan menerima saran dari anak buahnya. Tanggal 2 Juli kemaren BPKP menyurati bupati agar menghentikan kegiatan yang tidak prioritas dan memakan anggaran besar. Tapi apa, itu tidak diindahkan. Masih ada kegiatan yang ditenderkan. Nah, sekarang APBD-P sudah ketok palu. DPRD sepakat untuk menghentikan kegiatan-kegiatan sesuai instruksi BPKP. Selain itu, hasil keputusan Banggar dan TAPD serta padangan fraksi-fraksi, TPP wajib bayar. Pekerjaan yang menghabiskan anggaran besar, walapun bobot 20% dihitung untuk dihentikan,” terangnya.
Discussion about this post