Oleh : Safrudin Nawazir Jambak*
*Ketua FPKS DPRD Agam/penggiat literasi Agam
Siapa lagi yang masih meragukan bahwa pariwsata akan mempercepat pertumbuhan ekonomi?, bahwa pariwisata akan mewujudkan kesejahteraan masyarakat, bahwa pariwisata merupakan industri yang menyerap banyak tenaga kerja, menggerakkan berbagai sektor ekonomi dan akhirnya akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di suatu tempat, jadi melirik sektor pariwisata adalah plihan tepat.
Dahulu berkembang imej bahwa dunia pariwisata “konco palangkin” dengan kebebasan, diskotik dan pakaian wisman yang minim layaknya wisata di pulau Bali sehingga banyak pihak anti pati dengan pengembangan sektor pariwisata tetapi hari ini justru pariwisata bisa kita syariahkan dengan menyesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah Islam, baik kita yang menjual maupun para wisman yang membeli bisa sejalan dengan prinsip Islam dan hari ini tiada lagi yang perlu diragukan.
Masih ragu?, mari simak uraian berikut bahwa Kementrian Pariwisata dibawah Bidang ekonomi dan kawasan Pariwisata telah membentuk tim “PERCEPATAN PENGEMBANGAN PARIWISATA HALAL”, oleh karena itu konsep pariwisata syariah/halal telah didukung oleh pemerintah dan tinggal daerah serta masyarakat untuk menyambut dan mengembangkanya.
Lalu pertanyaanya berpotensikah dan layak jualkah pariwisata syariah? Baik untuk wisata domestik maupun manca negara? Tentulah potensi sekali.
Nah, kawasan pertumbuhan Bukittinggi – Agam yang merupakan “jantung hati” pariwisata Sumbar berpotensi besar untuk terus dikembangkan sehingga suatu saat menjadi “brand” pariwisata syari’ah di Indonesia dan dikenal seantero dunia, mengapa demikian? Potensi budaya kita ranah minang dengan falsafa Adat Basandi Syara’, Syara’ basandi kitabullah, kekayaan budaya yang unik ini berpotensi menjadi magnet disamping keindahan alam, kekayaan kuliner, sejarah dan lainya yang ditopang oleh keramah tamahan masyarakat.
Yang menarik kita teliti adalah pada tahun 2019 ini saat Indonesia meraih juara 1 destinasi wisata halal dunia bersanding Malaysia mengalahkan Turki, Arab saudi, Brunai Darussalam dan lainya versi GMTI (Global Muslim Travel Index) yang diumumkan oleh CrecentingRanting – Mastercard justru Sumatra Barat kali ini meraih no lima dari lima besar di Indonesia yaitu juara pertama l Lombok (Nusa Tenggara Barat) dengan skor 70, Aceh dengan skor 66, Riau dan Kepulauan Riau dengan skor 63, DKI Jakarta dengan skor 59, serta Sumatera Barat dengan skor 59 (o dan Biro Komunikasi Publik, Kementerian Pariwisata RI)
Hal ini mungkin kalah voting, atau “situng”panitia yang keliru untuk sekedar mengobat hati yang rusuh dan bukan bermaksud menyindir KPU, tetapi mari kita jadikan evaluasi bahwa kita di Sumbar khususnya kawasan Bukittinggi – Agam mesti bekerja keras lagi agar pariwsata syariah dapat terus kita benahi dan kembangkan, sejauhmana persiapan kita semua untuk menghadirkan pariwisata syariah di negri ini, sudah siapkah pemerintah daerah?, praktisi pariwisata dan masyarakat?.
Yang perlu disarankan adalah pertama bagi pemerintah daerah baik propinsi dan kab/kota perlu menyiapkan regulasi dan pedoman standarisasi pariwisata syariah, perlu mempedomani tata cara pengelolaan objek wisata/destinasi yang umunya di Sumbar dimiliki oleh tanah kaum, perlu melakukan edukasi dab sosialisasi ketengah masyarakat tentang pentingnya pengembangan industri pariwisata dan potensi pariwisata syariah yang kita miliki sehingga imej negatif dikalangan masyarakat terutama kaum ulama dan adat dapat kita sepahamkan.
Ibarat membuka sebuah outlet setelah melakukan dekorasi, standar harga dan produk yang dijual berkwalitas tinggi maka setelah meyakinkan semua itu sesuai dengan prinsip syariah maka hal penting selanjytnya adalah promosi ke seluruh dunia terutama pada segmen wisatwan muslim yang menjadi sasaran utama.
Discussion about this post