Tersiar warta baru-baru ini di satu daerah entah berantah. Hal yang barangkali merupakan hasil rekayasa, yang berkemungkinan dibangun segelintir jongos amatiran, loyalis dari pemimpin yang ABS (Asal Bapak Senang). Ihwal jongos serta pemimpinnya yang dianugerahi gelar “Bapak Pembangunan”
Oleh : Ikhlas Darma Murya, S.Kom
Menengarai impresi kata “Bapak Pembangunan” ala jongos amatiran, yang seyogianya takkan merubah haluan: stigma negatif tentang “Bapak” yang harusnya berjuluk “Tanpa Tanda Jasa” mendadak disulap jadi “Pembangunan”.
Selain “Bapak Pembangunan”, sanjungan “Si Kecil Lincah” juga diagihkan dan diapungkan loyalis (jongos) teruntuk pemimpin yang kebetulan berpostur kecil itu.
Suatu angan yang lumayan jenaka, sedikit menghibur, dari pada julukan “Bapak Tanpa Tanda Jasa” karena latarbelakang si bapak tadinya bidang studi olahraga.
Sekiranya begitulah upaya jongos-jongos menginisiasikan aksen yang tak wajar, yang tengah beredar. Identik dengan pemaksaan opini, memperkononkan puji-pujian untuk sorang bapak pemimpinnya, kendati impossible.
Memang kelincahan si bapak patut diapresiasi, hilir mudik (sedikit picik) menggaet dana ke sana dan ke mari, lalu didapat. Penggunaan dana dibungkus dengan modus, disinergikan menyesuaikan alur program pembangunan.
Urusan program bisa berjalan atau tidak, itu dikesampingkan. Yang nomor wahid pemasukan kucuran awal anggaran yang stimulan. Masalah realisasi pembangunan? Tarok saja, kan gampang.
Gelontoran dana yang didapat untuk daerah tetap dibungkus apik sesuai tema pembangunan daerah.
Ooh.. Tentang urgensi terpenuhi atau tidaknya program, sesuai profile dan arah kebijakan pemerintah daerah berdasarkan visi misi RPJM? Atau sudah sesuai regulasi di daerah? Tak jadi masalah!
Komprehensif tidaklah penting. Ambisinya hanyalah mendapatkan fee dan upeti hasil pembangunan di daerah. Maklum, pembangunan yang tergolong mega proyek itu adalah “omset besar”.
Entah berapa persen tingkat pertumbuhan pembangunan dibanding pencapaian penggunaan keuangan negara yang terselenggara? Padahal harapan, relativitas pencapaian pembangunan di daerah itu tadinya sangat dielu-elukan masyarakat.
Namun nyatanya, cetar-ceter euforia masyarakat ikut menstimulasikan realisasi anggaran untuk pembangunan yang membahana itu, dikebelakangkan.
Sementara untuk urusan si jongos yang jor-joran membentuk dan membangun opini tak wajar asal bapak senang, diupah dengan jabatan.
Walhasil banyak pembangunan di daerah itu yang terbilang mega proyek, baik yang telah sukses jadi “sampah pembangunan” maupun yang akan ditarok, merupakan korban program pembangunan yang asal tarok saja.
(Note: Kesamaan pemakaian istilah penyamaan kata dalam tulisan hanyalah halusinasi pembaca, tanpa disengaja)
Discussion about this post