Bulan Rajab adalah bulan ke tujuh dari 12 bulan kalender Hijriyah. Bulan ini sering dikatakan bulan penuh kebaikan, “Bulan Allah” dan sebagainya. Keutaman Bulan Rajab sering didengungkan yaitu puasa selama 7 hari pada Bulan Rajab akan menutup pintu neraka, dan apabila puasa selama 8 hari akan membuka 8 pintu surga.
Maka dari itu Bulan Rajab adalah salah satu bulan yang dimuliakan sesuai dengan sabda Rasulullah keutamaan tentang Puasa Rajab, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu dan dan rasanya lebih manis dari madu. Barang siapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut”. Menilik dari hadist tersebut maka bulan ini dinamakan bulan yang mulia dan sering disebut di dalam hadist Rasulullah SAW.
Di daerah Padang Pariaman Bulan Rajab sering dinamakan dengan Bulan Sambareh. Sejatinya sambareh adalah makanan yang terbuat dari tepung beras atau biasa dikenal juga dengan sebutan serabi. Sambareh adalah makanan yang terbuat dari tepung beras bahan-bahannya antara lain tepung beras, fermipan, telur, santan kental, santan encer, serta garam. Semua bahan diatas diaduk serta dimasukkan ke dalam cetakan/loyang. Sumbareh saja yang disantap tentu tidak enak tetapi ada juga kuah yang terbuat dari gula aren (saka) yang dihancurkan dan diberi air.
Begitu cara pembuatan sambareh yang akan disajikan ketika masuk Bulan Rajab. Bagi masyarakat Padang Pariaman, sambareh bukan hanya berfungsi sebagai cemilan semata, namun makanan satu ini adalah bahagian dari pelaksanaan tradisi Mandoa Sambareh yang dilaksanakan pada Bulan Rajab. Dari tradisi ini kemudian masih berkembang di tengah masyarakat. Menurut sejarah, Syekh Burhanudin-lah yang membawa ajaran seperti ini dari Aceh, awalnya Isra Mikraj di Bulan Rajab, sehingga Bulan Rajab disebut oleh masyarakat Padang Pariaman dengan sebutan Bulan Sambareh.
Keberadaannya juga dimulai semenja adanya islamisasi di Minangkabau yang dibawa oleh Syekh Burhanuddin. Bagi masyarakat Padang Pariaman, Bulan Rajab termasuk bulan yang istimewa sehingga nama Bulan Rajab ini disebut dengan nama Bulan Sambareh.
Tandikek merupakan salah satu daerah yang terdapat di Padang Pariaman, yang sampai saat ini masih melaksanakan tradisi ini. Bagi sebagian masyarakat setempat, Bulan Rajab atau Bulan Sambareh juga memiliki nama lain, yaitu “Bulan Kanak-kanak”, karena tujuan mereka untuk melaksanakan tradisi ini adalah mendoakan arwah yang telah pergi, misalnya orang tua atau anak-anak.
Di Padang Pariaman, ulama yang tamat mengaji diberi gelar Tuanku, Tuanku inilah orang yang memimpin doa bagi yang melaksanakan tradisi ini. Tuanku ini biasanya di setiap kampung selalu ada dan dipanggil ke rumah warga untuk melaksanakan mandoa sambareh. Mandoa sambareh sendiri tentu ada buku doa khusus yang dibacakan ketika acara mandoa tersebut dilangsungkan. Tidak seperti berdoa kebanyakan, karena ada bacaan khusus yang tertuang di dalam buku ketika berdoa dengan hidangan sumbareh.
Pelaksanaan mandoa sambareh sendiri biasanya terjadi pada malam hari, tetapi ada juga sore hari. Biasanya warga yang ingin mandoa terlebih dahulu menyediakan sambareh di rumah. Setelah itu warga tersebut memanggil Tuanku yang akan membacakan doa-doa ini. Setelah tuanku datang ke rumah warga tersebut, maka mandoa dilaksanakan.
Sebelum mandoa tentu ada niat, niat ini disebut masyarakat dengan “kaba”. Kaba sendiri biasanya berupa ucapan untuk orang yang sudah meninggal, kebaikan bagi sawah/ladang, memudahkan rezeki, tentunya doa Bulan Kanak-kanak ini tidak luput dari kaba doa tersebut.
Setelah doa selesai, maka tuan rumah menyediakan makanan yang akan seperti mandoa pada umumnya yaitu nasi beserta sambal. Setelah makanan selesai baru sambaraeh tersebut dihidangkan kepada Tuanku. Sambareh ini dihidangkan bersama dengan kuahnya yang terbuat dari saka tersebut.
Setelah Tuanku selesai makan maka Tuanku juga mencicipi sambareh tersebut. Setelah itu Tuanku pulang, namun sebelum pulang Tuanku juga diberi sedekah. Menurut kepercayaan masyarakat, sedekah tersebut berguna untuk tabungan akhirat dan juga agar doa kita sampai. Di samping sedekah, Tuanku juga diberi bungkusan sambareh untuk dibawa pulang.
Begitu pelaksanaan tradisi mandoa sambareh yang masih eksis hingga sekarang. Menurut hemat penulis tradisi ini masih berkembang di dalam masyarakat. Karena kepercayaan masyarakat terhadap mandoa sambareh terjadi di Bulan Rajab, sekaitan dengan peristiwa penting bagi umat Islam yang juga terjadi pada bulan ini.
Meskipun Bulan Rajab diganti dengan Bulan Kanak-kanak atau Bulan Sambareh, tetapi bulan ini adalah bulan yang termasuk dimuliakan, makanya masyarakat Padang Pariaman memiliki tradisi tersendiri di bulan ini. Karena menurut mereka, dengan makanan kita bisa melakukan sunah Rasulullah, dan makanan ini bisa dikatakan sebagai simbol dalam tradisi. Kalau kita mandoa saja, hari-hari biasa juga ada, tetapi dengan kemuliaan Bulan Sambareh ini juga dimuliakan oleh masyarakat dengan memasukaan sambareh sebagai simbol dari datangnya Bulan Rajab.
Kedepannya, kita sebagai generasi muda agar selalu menjaga tradisi yang telah ada, karena tradisi seperti mandoa sambareh memiliki makna tersendiri bagi masyarakat. Kita sebagai generasi penerus tidak acuh terhadap tradisi karena tradisi mandoa seperti ini adalah sebuah identitas baik di Minangakabau, maupun di Padang Pariaman. Kita harus selalu menjaga tradisi ini supaya tidak punah. Selamat “Bulan Kanak-kanak”, semoga kebaikan selalu menyertai kita.
By : Abdul Jamil Al Rasyid
Penulis adalah Mahasiswa Sastra Minangkabau FIB Unand angkatan 2019. Berdomisili di Padang Pariaman, Santri Pondok Pesantren Madinatul Ilmi Nurul Ikhlas PatamuanTandikek
Discussion about this post