Dengan seabrek kegiatan serta menggunakan anggaran Pemerintah Kota, Pesta Budaya Seni Pameran Dagang dan Industri (Pedati), penyelenggaraannya tentu saja dilakukan oleh sebuah organisasi yang jelas dan legitimet.
Apalagi sebelumnya, dan kini juga sudah diputuskan kembali, Pedati dilaksanakan secara berkesinambungan setiap tahun tentu memerlukan kelembagaan yang akan merencanakan dan melaksanakannya.
Mengingat kontinuitas kegiatan tersebut, ketika Pedati berlangsung pada periode pertama dulu, Pemko Bukittinggi melakukan langkah antisipasi dengan membentuk Panitia Tetap (Pantap), selain kemudian membentuk juga Panitia Pelaksana.
Karena waktu itu, seluruh kegiatan berada pada satu lembaga, yakni Kantor Kebudayaan dan Pariwisata, maka personal Pantap seluruhnya berada di satu SKPD saja, sebagai leading sektornya.
Karena kini berada pada dua OPD, yakni Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Parpira) serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kita Bukittinggi, berarti personalnya tentu saja berasal dari kedua OPD di atas.
Dua orang pelaku sejarah terselenggaranya Pedati dari awal, Adeks Rosyyie Mukrie dari unsur pemrakarsa dan Emil Anwar unsur Pantap sekaligus PPK Pedati dengan menggunakan dana APBD Kota Bukittinggi menjelaskan, dibentuknya Pantap Pedati bertujuan untuk penguatan organisasi perencanaan yang tentu saja mendukung panitia pelaksana.
Keduanya mengumpamakan sebuah bangunan, Pemko berfungsi sebagai fundamen, maka Pantal ibarat “tunggak tuo” sekaligus “kudo-kudo” untuk memperkuat struktur.
Adeks Rosyyie Mukri sendiri, selain merupakan ASN di Pemko Bukittinggi juga wartawan dan mantan ketua PWI Bukittinggi. Sedangkan Emil Anwar, didampingi mantan pejabat Pemko Bukittinggi juga seniman/pemerhati seni, mantan ketua Dewan Kesenian Bukittinggi dan Sekretaris PAPPRI DPC Bukittinggi.
Dengan dibentuknya Pantap, bisa dilakukan penyusunan rencana yang akan diprogramkan dalam penyelenggaraan Pedati baik untuk kegiatan tahunan sampai ivent sampai sekian kali kegiatan tahun-tahun berikutnya.
Satu diantara bukti kokoh dan berkembangnya kegiatan Pedati pada periode pertama itu, klasifikasi Pedati yang semula hanya untuk tingkat provinsi Sumbar, bisa ditingkatkan menjadi nasional bahkan internasional dengan ikut sertanya utusan dari beberapa negara tetangga.
Karena itulah “mancaliak contoh ka nan sudah, tuah ka nan manang” kedua pelaku sejarah Pedati memberi saran kepada Pemko untuk bisa kembali membentuk Pantap menghadapi kegiatan-kegiatan selanjutnya.
Discussion about this post