Bukittinggi — Filosofi perjodohan sering didengar, “ikan di laut asam di darat, bertemu dalam belanga”, dalam fakta kehidupan lain ternyata itu terbukti adanya.
Selasa (26/12), serombongan pengunjung di pelataran taman Jamgadang nampak riang gembira menikmati suasana dan pemandangan di titik yang dulu pernah disebut dengan puncak Tri Arga.
Ya, di kawasan tidak jauh jaraknya dengan Istana Bung Hatta (sebelumnya bernama gedung Tri Arga) itu, pada saat cuaca cerah, dulu dapat dilihat dengan jelas tiga buah gunung, yakni Merapi, Singgalang dan Sago (tiga gunung- Tri Arga). Namun sayang kini, dengan banyak bangunan bertingkat pemandangan yang memajangkan “Tri Arga” itu seperti dulu lagi.
Rombongan yang satu ini memang dengan mudah dikenal dari dialek bahasanya khas “urang Piaman” (Pariaman-red). Mereka adalah para “Cik Uniang” yang mayoritas jumlah dan hanya didampingi oleh satu orang saja “Ajo”.
Ajo Syafri, yang ternyata membawa rombongan dari Sungai Sariak, Padang Pariaman, mengaku sudah beberapa kali membawa rombongan dari daerah Tabuik tersebut ke Bukittinggi menggunakan minibus angkutan yang dikemudikannya.
Menurut Syafri, pertama sekali membawa rombongan dari Padang Pariaman tersebut, ketika masih berlangsung kegiatan Pedati XII/2022 lalu. Rombongan yang dibawanya memang sengaja ingin melihat helat Bukittinggi menjelang akhir tahun ini.
“Setelah itu, permintaan datang silih-berganti untuk diantarkan ke Bukittinggi. Apalagi orang tahu melalui media, bahwa menjelang berakhirnya tahun banyak kegiatan di Bukittinggi,” ungkap Syafri.
Mendengar penjelasan Syafri, reportaseinvestigasi.com coba memancing, animo warga Padang Pariaman ke Bukittinggi hampir sama dengan peribahasa “orang saisuak” dalan konteks berbeda, kalau ikan di laut ingin melihat asam di gunung, Syafri ternyata tidak menampiknya.
“Mungkin juga ya. Saya cukup membuktikan kalau warga Padang Pariaman yang diibaratkan ikan di laut, justru ingin sekali bertemu dengan daerah dan warga Bukittinggi (asam digunuang),” jawab Syafri renyah.
Betapa tidak, Syafri menyebutkan, ketika hendak ke Bukittinggi ia dan rombongan lewat ke jalur alternatif Malalak. Entah ujian atau kondisi kendaraan yang dikemudikannya, sesampainya di kawasan Bancah, Makalah, mobil tersebut rusak dan tidak bisa dihidupkan lagi.
Karena sudah bertekad dan begitu kuatnya daya tarik Bukittinggi, rombongan dari Sungai Sariak, Padang Pariaman itu tetap ngotot untuk meneruskan perjalanan sesuai dengan rencana yang sudah dibuat.
Agar tidak mengecewakan relasinya, akhirnya Syafri akhirnya terpaksa menghubungi mobil lain untuk membawa penumpang yang saat teguh bertahan dalam waktu cukup lama untuk bisa mewujudkan keinginan rombongan itu melihat Bukittinggi.
Walau cukup lelah, namun di tengah suara orang Pariaman yang cukup khas itu terlihat pula dengan jelas rasa senang dan gembira karena sudah dapat melihat Bukittinggi terutama Jamgadang berikut taman yang terhubung dengan pasa Ateh sampai kebun binatang Kinantan. (Pon)
Discussion about this post