Pesta demokrasi Pemilu 2019 meninggalkan catatan kelam berupa meninggalnya sekitar 700 petugas KPPS dan tragedi kemanusiaan 21-22 Mei 2019 yang terjadi di Bawaslu dan wilayah sekitar Jakarta.
Sekretaris Jendral Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN), Fernando Duling, mengatakan, dalam hal ini Negara atas nama Presiden melalaikan Konstitusi untuk menjaga hak asasi manusia.
“Kita sebagai negara telah berkomitmen bahwa hukum harus ditempatkan sebagai panglima tertinggi. Melihat kondisi hari ini, Negara telah absen terhadap hukum,” kata pria yang akrab disapa Nando dalam Konferensi Pers di Cikini, Jakarta, Selasa (11/6/2019).
“Negara atas nama presiden melupakan bahwa di tanggal 21 dan 22 Mei adalah masyarakatnya, karena di sisi lain, Jokowi berposisi sebagai presiden, dalam hal ini Jokowi telah melanggar konstitusi khususnya UUD 1945 BAB X A, Pasal 28 A yang berbunyi setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya” lanjut aktivis 98 ini.
Pemerhati geopolitik ini juga menyayangkan, narasi makar yang dihembuskan oleh pemerintah yang telah menjadi alat pembenar dalam tindakan yang mengakibatkan korban jiwa, kekerasan. Selain itu juga merendahkan martabat hak asasi manusia hanya didapat melalui sosial media.
“Ini merupakan penghinaan terhadap lembaga negara seperti BIN dan BAIS, karena informasi mengenai makar di dapat dari sosial media,” tandasnya.(mr/kedaip)
Discussion about this post