Ketika kita berada di Sumatera Barat (Sumbar), hampir setiap bangunan baik itu gedung pemerintahan, rumah, tempat usaha dan sebagainya, terlihat menggunakan atap yang bergonjong. Itu karena, masyarakat Sumbar mayoritas pada zaman dahulunya adalah orang Minangkabau. Selain itu di Sumatera Barat, juga terdapat suku lainnya seperti, suku Mandailing, dan suku Batak. Munculnya suku-suku tersebut berawal ketika adanya Perang Paderi, pada abad ke-18.
Atap bergonjong pada Museum Istano Basa Pagaruyung merupakan, simbol yang menandakan identitas orang Minang. Atap Bergonjong memiliki makna sebagai, bentuk interaksi masyarakat Minang kepada Tuhan. Yang mana bentuk gonjongnya, selalu mencuat ke atas/ke langit (mengarah ke Allah di langit).
Jadi, jangan heran ketika melihat bangunan Museum Istano Pagaruyung memakai atap yang bergonjong.
Gonjong di sini merupakan bagian yang menjulang dan dihiasi ornamen pada puncaknya. Ornamen ini, memiliki makna hirarki dalam kekuasaan pengambilan keputusan.
Gonjong yang mencuat ke atas ini, juga digunakan sebagai penentu status sosial masyarakat di Minangkabau, baik pada zaman dahulunya, hingga sekarang. Misalnya, hanya dengan sekilas melihat bentuk atap meruncing tersebut, orang akan langsung tahu bahwa, pemiliknya pasti orang Minang atau memiliki keturunan Minangkabau.
Bentuk atap yang mirip dengan tanduk tersebut, merupakan representasi kerbau yang menjadi salah satu binatang paling dihormati oleh masyarakat adat.
Kalau dihitung jumlah gonjong yang terdapat pada Museum Istano Basa Pagaruyung, seluruhnya berjumlah 11. Sehingga keberadaannya lebih diagungkan dibandingkan dengan Rumah Gadang warga biasa, yang hanya memiliki 4 gonjong, sehingga lebih dianggap sakral dan monumental. Terlebih jumlah gonjongnya yang juga ganjil.
Konon ceritanya yang penulis baca dari artikel terdahulu, bentuk tanduk kerbau ini dilatarbelakangi oleh peristiwa “Adu Kerbau”. Adu kerbau ini sendiri, dibawa oleh utusan dari Majapahit, yang bertujuan mempertandingkan kerbau dari Jawa dan kerbau dari Minang.
Selanjutnya, dalam pertandingan tersebut, utusan dari Majapahit membawa kerbau besar. Sedangkan kerbau dari Minang, hanya menggunakan anak kerbau. Anak kerbau yang dipersiapkan masyarakat Minang, sengaja tak diberi makan agar kelaparan. Anak kerbau tersebut, kemudian diberi tanduk buatan, dari besi. Singkat cerita pada akhirnya, pertarungan pun dimenangkan oleh kerbau dari Minang.
Perlu diketahui juga, bahwa jumlah atap gonjong rumah gadang dikelompokkan dalam delapan tipe: Rumah Gadang Bagonjong Dua, ini difungsikan sebagai tempat tinggal keluarga. Kemudian, rumah Gadang Bagonjong Empat, merupakan milik kaum yang menjadi keturunan ninik mamak penyandang gelar sako Datuk Panghulu. Ketiga, Rumah Gadang Bagonjong Lima, milik kaum penyandang gelar sako Datuak Penghulu Kepala Paruik. Ini Difungsikan sebagai tempat tinggal dan acara adat. Keempat, Rumah Gadang Bagonjong Enam, merupakan milik Datuak Penghulu Kepala Suku, pegawai adat dan keturunan bangsawan. Kelima, Rumah Gadang Bergonjong Delapan, merupakan milik keturunan bangsawan setingkat menteri pembantu raja alam. Keenam, Rumah Gadang Panjang, tangganya lebih dari satu. Ketujuh, Bangunan Istana Berisi Enam Gonjong dan dua tambahan gonjong paranginan. Terakhir, bangunan gadang di rantau yang memanjang ke arah belakang.
Penulis menyimpulkan bahwa, masyarakat Minangkabau dimana pun mereka berada, bisa dikenali dengan melihat atap tempat tinggal meraka, ataupun atap tempat usaha mereka. Seperti contohnya, rumah makan Padang yang berada di luar Sumatera Barat, yang menjelaskan bahwa Rumah makan tersebut pemiliknya ataupun keterunanya berasal dari Ranah Minang. Itulah yang menyebabkan, kenapa penulis mengangkat judul “Atap Bergonjong pada Museum Istano Basa Pagaruyung, Simbol Identitas Masyarakat Minangkabau”.
Penulis berharap, tulisan ini dapat memberikan pemahaman serta pengetahuan. Terima kasih.
Sumber : -https://amp.tirto.id/asal-usul-nama-minangkabau-dan-sejarah-suku-minang-f5aG
-https://amp.kompas.com/properti/read/2018/07/31/193000721/atap-bergonjong-simbol-identitas-masyarakat-minangkabau
-https://www.trijurnal.lemlit.trisakti.ac.id/dimensi/article/download/7843/5644
-https://m-liputan6-com
Discussion about this post