Saat melihat sosok Buya Mahyeldi yang begitu sayangnya pada anak-anak diberbagai tempat dan kepedulian beliau pada rakyat miskin dan sosok sederhana yang lahir dari penderitaan dan kegetiran kehidupan masa lalu telah menjadikan beliau menjadi sosok pemimpin yang rendah hati, peduli dan memiliki kejujuran yang tinggi dalam memajukan masyarakat.
Saat singgah sahur yang saya ikuti langsung di jorong Ambacang Magek Kab Agam, dan begitu juga menemani beliau tidur di surau kampung saya, sebuah aura kepemimpin besar dapat saya rasakan, getaran-getaran mimpi besar mengalir dalam setiap ucapan dan tausiay yang beliau sampaiakan, tak terasa bulir-bulir bening tak tertahankan mengalir dipipiku ini betapa Allah SWT telah menganugerahkan untuk kami rakyat Sumbar sosok Buya yang begitu energik dan memiliki obsesi besar untuk perubahan pembangunan mental/keimanan dan juga fisik. Insya Allah!!.
Saya hanya mengasih tau saja soal apa yang saya lihat dengan mata kepala dan saya ikuti dari berbagai sumber yang jamak di ketahui publik, saat ini pastilah jujur rakyat Indonesia kelak sangat merindukan seorang pemimpin yang kuat, kuat imanya, kuat kemauanya untuk mensejahterakan rakyat dengan semangat nasionalisme sejati untuk menghantarkan Indoensia menjadi negara besar, mandiri terbebas dari berbagai jerat hutang “rentenir” global, ya pemimpin yang lahir dari kesejatian diri, ketika renungan saya pada sosok Mahyeldi ini entah kenapa terbayang secara tidak sadar pada sosok Erdogan yang saat ini memimpin Turki.
Indonesia tentu boleh iri pada kemajuan negara Turki, dimana sejak jatuhnya khilafah Islam tahun 1924 oleh Kemal attatur, Turki berubah menjadi negara super sekuler, super sekuler?, bayangkan jilbab dilarang bahkan azan dilarang pakai bahasa arab, kebebasan menjalankan ajaran Islam dipersempit diberbagai ruang kehidupan.
Namun ketika Turki dipimpin oleh seorang Presiden Recep Tayyid Erdogan, selama lebih kurang 17 tahun, Turki yang semula dipandang Eropa sebaga negara sampah menjelma menjadi negara dengan julukan “Macan Baru”, negara Islam paling disegani dunia dengan angka pertumbuhan ekonomi mencapai 10% tahun 2011 dan menjelma menjadi negara manufaktur yang kuat dan pengekspor berbagai produk dalam negri unggulan.
Namun bukan berarti perjalan Turki hingga seperti yang kita saksikan hari ini tanpa menghadapi kendala dan tantangan baik dalam negri dan luar negri, gejolak politik bahkan beberapa kali percobaan kudeta dan tekanan teror internasional sebagai bukti argumen ini bahwa sejak pertengahan tahun 2016, angka pertumbuhan ekonomi turun ke level 2,9 persen dan angka pengangguran naik di atas 10 persen. Tidak hanya itu, nilai tukar mata uang Turki, Lira, juga semakin melemah sebanyak 20 persen sejak awal tahun. Inflasi naik ke level 12 persen dan suku bunga berada di angka 18 persen.
Akan tetapi perlu menjadi catatan penting kita negara Indonesia bahwa dalam kondisi terjepit tersebut Turki bukanlah menambah hutang luar negri sebagaimana dilakukan Indonesia hari ini tetapi justru mampu melunasi seluruh utang ke Dana Moneter Internasional (IMF) tahun 2013, hal ini sebagaimana dilansir Hurriyet Daily News, utang Turki ke IMF sebesar US$ 23,5 miliar telah selesai dilunasi. Pelunasan dimulai tahun 2002. Untuk pertama kalinya dalam 19 tahun, Turki menjadi negara bebas utang (detiknews/2018)
Memang telah banyak buku dan laporan penelitian ilmiyah untuk menjawab hal ini dimana sebagaimana dilansir BBC dan The Economist, Sabtu (23/6/2018), Erdogan dan AKP berkuasa saat Turki dilanda inflasi kronis sejak tahun 2001. Namun di bawah Erdogan dan AKP, inflasi bisa dikendalikan dan pertumbuhan ekonomi tahunan Turki mencapai angka rata-rata 5 persen, barangkali sangat tepat bangsa kita belajar banyak kepada Turki untuk hal ini.
Di bawah kepemimpinan kharimatik seorang Erdogan, Turki hari ini menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-16 di dunia dan terbesar ke-6 di Eropa. Produk Domestik Bruto (PDB) Turki pada tahun 2013 mencapai US$ 827 miliar, atau naik drastis dari US$ 231 miliar tahun 2002 saat Erdogan pertama menjabat PM Turki.
Singkat cerita, barangkali rakyat Turki waktu itu hanya bermimpi Turki akan seperti sekarang, bahkan sebuah banguna telah lama peninggala kuno Hagia Sophia dideklerasikan kembali menjadi Masjid, bahkan jujur harus diakui bahwa Turki sepertinya akan memimpin bersatunya negara Islam dikemudian hari, insya Allah
Juga mungkin rakyat kota Padang dahulu juga bermimpi memiliki pantai nan indah dimana dahulu banyak tempat maksiat disana dan meraja lelanya premanisme dan tentu sangat sulit memindahkan pada pedagang yang telah berurat berakar menghalangi pemandangan indahnya pantai, kini pantai itu indah bahka lebih indah dari pada Bali dihiasi Masjid nan megah sebagai lambang masyarakat Minang yang ABS SBK.
Banyak kemajuan yang dahulu hanya mimpi tetapi telah menjadi kenyataan yang pernah saya tulis pada berbagai artikel sebelumnya dan inilah alasan kuat kenapa seorang wali kota Padang ini mengalahkan kandidat kuat lainya dalam perhelatan PILKADA Gubernur Sumbar kemaren.
Sekarang, aku dan tentu kita bersama hanya berdoa dengan waktu kepemimpinan yang sangat singkat ini (2024 berakhir) semoga Buya Mahyeldi Gubernur Sumbar urang Agam ini dapat memanfaatkan ruang waktu pendek ini untuk membangun Sumbar melanjutkan kepemimpinan Prof Dr Irwan Prayitno yang juga dari PKS meski kondisi ekonomi nasional mengalami krisis bahkan resesi, saya yakin beliau bersandar penuh pada sang Maha Kaya dimana jika keberkahan diturunkan tiada yang tidak mungkin sebagaimana yang sudah Dia sang Maha Agniya’ buktikan pada Turki, tiada yang tidak mungkin jika Allah berkehendak.. SEMOGA, Buya…oh buya, do’a kami menyertaimu selalu.
Discussion about this post