Oleh : Bima Putra
Mahasiswa STIT SB Pariaman
Anak Nagari Kapalo Koto
Saat ini penerapan New Normal hampir di seluruh daerah di Indonesia telah diberlakukan. Berbagai aktivitas yang dialihkan total dilakukan di rumah, telah berangsur kembali seperti biasanya. Salah satunya adalah belajar.
Menurut Thursan Hakim, belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain lain kemampuan.
Awalnya pemerintah menerapkan belajar melalui via daring atau online learning, sebagai salah satu upaya memutuskan rantai penyebaran covid-19. banyak mahasiswa menanggapi ini dengan baik. Namun setelah berjalannya proses perkuliahan atau pembelajaran tersebut, mahasiswa justru merasakan kesulitan dalam belajar. Keadaan ini semakin menurunkan mutu pembelajaran bagi mahasiswa serta mutu pengajaran oleh dosen.
Kegiatan belajar mengajar yang harus dilakukan serba daring baik menggunakan ponsel, pc, atau laptop dirasa sangat solutif. Dengan cara memberikan tugas dikirim melalui media daring dan dikumpulkan pada saat masuk perkuliahan atau sekolah nantinya.
Keputusan pemerintah melanjutkan belajar daring menimbulkan konflik di tengah-tengah mahasiswa/pelajar. Di antaranya yaitu mengeluh pembelian kuota, jaringan internet, tugas yang menumpuk, dan biaya pendidikan.
Penulis sendiri merasakan bagaimana susah belajar daring ini, padahal dalam bangku perkuliahan lebih fokus serta mudah mengerjarkan berbagai tugas. Biasanya memakai kuota internet juga lebih hemat namun sekarang menjadi boros dan menguras uang tabungan.
Berikut masalah yang sering dialami :
1. Pemborosan pemakaian kuota internet
Kuota internet adalah jumlah tempat, barang dan hal lainya yang memiliki jumlah batasan penggunaan internet. biasanya kuota lebih sering dipakai untuk mengakses media sosial seperti WhatsApp, Facebook dan Twitter, kini dipakai untuk belajar. Membuat penulis harus rutin membeli voucher berisikan kuota internet. Kalau sebulan hanya pengeluaran 50.000,- rupiah saja bahkan sampai 150.000,- rupiah melebihi dari biasanya.
2. Tidak mengerti dengan materi
Beberapa materi perlu penjelasan dari dosen secara langsung agar mahasiswa/pelajar mengerti. Namun dosen hanya memberikan materinya lewat daring saja. Karena penulis mahasiswa jurusan pendidikan maka diwajibkan untuk belajar tatap wajah atau full face. Sekali kali melalui aplikasi virtual selebihnya kirim ke grup daring berbentuk format Pdf; Word.
3. Jaringan sering hilang timbul
Munculnya kepanikan saat jaringan bermasalah, apalagi saat mati lampu. Ketika jaringan melemah membuat penulis sering ketinggalan materi. Penulis tinggal di pemukiman jauh dari perkotaan, wajar saja jaringan atau signal tidak maksimal hasilnya. Dikelilingi pepohonan dan tower jaringan menjadi salah satu penyebab jaringan sering tidak bermunculan. Terkadang harus pergi ke tempat yang bagus jaringan barulah lancar proses pembelajaran.
4. Minimnya buku referensi
Sebagai mahasiswa, kita tidak lepas dari karya ilmiah maupun makalah. Semua itu harus memiliki buku referensi agar materi yang dirangkum tidak melenceng dari pembahasan, dan tidak plagiarisme.
Keterbatasan buku menjadi penghambat kita dalam argumentasi. misal tidak ada buku referensi, bisa pergi ke perpustakaan kampus yang lumayan lengkap. Jadi memudahkan kita dalam membuat makalah. apalagi ada refensi yang bersumber di buku. Memang di internet kita bisa mengambil referensi, tapi banyak melenceng dan acap kali salah pemahaman materi.
Mayoritas mahasiswa/pelajar merasakan kuliah secara daring ini tidak efektif berdasarkan survei yang diperoleh, sebanyak 89,17 persen respon merasa belajar tatap muka lebih baik daripada daring. Survei tersebut dilakukan oleh Direktoriat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud terhadap belajar daring selama pandemi covid-19.
Pemerintah saat ini tengah mengkaji aturan belajar daring New Normal, salah satu opsi yang bermunculan yaitu tetap belajar daring atau kuliah normal sesuai protokol kesehatan yang telah ditetapkan dari awal. Ada pengecualian bagi mahasiswa/pelajar berada tingkat akhir atau mau lulus dipersilahkan untuk belajar di kampus, agar segera menyeselaikan tugas akhir yang diberikan. Bagi pelajar dibantu oleh orangtua di rumah.
Meski begitu, setiap mahasiswa setiap kampus dan pelajar berbagai sekolah tetap mengikuti proses belajar daring. Haruslah bersyukur masih menikmati pembelajaran dari pada libur sama sekali. Umpama bangunan, pendidikan merupakan salah satu tiang penyangga agar bangunan tersebut berdiri lebih tegap dan kuat. Indonesia memiliki lebih dari 240 juta jiwa penduduk. memang sudah seharusnya mengedepankan pendidikan untuk memajukan peradaban sehingga bisa berdiri kokoh dalam menghadapi perubahan zaman.
Penulis berharap situasi ini segera berakhir sehingga belajar normal kembali. Sangat merindukan suasana belajar serta ingin bertemu banyak teman. Walaupun sudah berakhirnya PSBB sistem New Normal juga membatasi mobilitas dalam ruang pembelajaran dan jarak sosial.
Catatan pinggir penulis : Tujuan menulis sebagai korektif selama belajar daring di tengah pandemi serta edukasi secara tekstual melalui tulisan ini. Dengan target sasaran pembaca kaum milenial dan pendidik.
Discussion about this post