Waktu pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024 tinggal menghitung mundur. Belasan hari lagi publik akan dihadapkan dengan pilihan wajah-wajah calon pemimpin yang dicetak melalui kertas suara di bilik TPS.
Menjelang hari itu tiba, alangkah bijaknya kita sebagai pemilih menelusuri rekam jejak calon-calon pemimpin yang akan dipilih. Karena dengan rekam jejak itulah, publik dapat menilai kualitas dari calon para pemimpinnya. Sebab sosok seorang pemimpin ialah cerminan dari masyarakat yang dipimpinnya.
Maka dari itu kita harus ingat: jangan membeli kucing dalam karung! Pemimpin yang gagal, pendusta, amoral terlebih lagi berbau maksiat. Memilih pemimpin seperti ini hanya akan menimbulkan penderitaan bagi pemilih selama 5 tahun ke depan. Percayalah, jika ia terpilih kelak, rakyat akan tertindas.
Sebagai warga Kota Pariaman, penulis mencoba mencerdaskan pemilih menjelang tanggal 27 November esok. Ini hanyalah untuk acuan saja. Diterima alhamdulillah, jika tidak kembali ke ikhtiar masing-masing.
Selama beberapa tahun ke belakang, pembangunan Kota Pariaman tampak gagal total. Lihat saja di sekitar kita, banyak proyek pembangunan yang mangkrak, yang sekarang berubah menjadi bangkai pembangunan. Pembiayaan semua proyek itu telah menghabiskan uang daerah hingga mencapai ratusan miliar rupiah. Semuanya terbuang sia-sia, tak bernilai manfaat.
Lihat saja: bengkalai pembangunan Super Hall Gor Pauh; Gor Rawang; Trotoar Kampung Pondok; Pembangunan Rumah Sakit Sadiqin; Mesjid Terapung; terakhir pengadaan eks Kapal Perang Teluk Bone yang tanpa perencanaan. Ke semua itu terbengkalai, bukti kegagalan kepemimpinan 5 tahun belakang.
Ciri pemimpin seperti ini tak akan memikirkan masyarakatnya. Bukti yang tampak sajalah, carut marut kondisi Pasar Rakyat Pariaman yang menyebabkan para pedagang menjerit sejak dibangun, akibat kebijakan pemimpin yang ugal-ugalan tak jelas.
Tak sampai di situ, beberapa program dan pembangunan yang sukses dikerjakan di periode pemimpin sebelumnya, sekarang justru diabaikan. Di antaranya: Gedung Promosi Kota Pariaman yang telah dibangun dengan dana miliaran rupiah, dan beberapa aset-aset daerah lainnya dibiarkan tak terurus.
Biasanya kriteria pemimpin yang demikian punya sifat yang tak elok. Pemimpin yang cenderung dusta, khianat. Ia cenderung menyimpan dendam akibat tox (racun) kebohongan yang menumpuk di dalam dirinya. Orang seperti ini, jangankan memikirkan akidah, program yang sudah berjalan di periode sebelumnya saja dihentikan. Demikian benarlah.
Yang paling menyayat hati ketika mendengar seorang pemimpin berbuat amoral, disertai dengan bau maksiat. Mungkin belakangan ini sering kita mendengar isu “lendir” jadi bahasan santer di dunia maya dan nyata. Ya, tak mungkin ada asap jika tak ada apinya.
Soal isu ini sebetulnya sangat tak layak dijadikan konsumsi publik karena sensitivitasnya. Pun bisik-bisik publik semakin tak terbantahkan, ketika ada pemimpin diisukan main wanita. Nauzubillah.
Mana mungkin pemimpin yang seperti itu memikirkan akidah, dan program-program keagamaan. Nah, jika agama yang runtuh, jangan harap anak kemenakan kita akan terbentengi dengan nilai-nilai keagamaan. Jika itu yang terjadi. Maka tunggulah kehancuran negeri ini. Wallahu a’lam..
Discussion about this post