Penulis menyadari bahwa dalam sebuah kehidupan rumah tangga begitu banyak kebahagiaan maupun kesulitan yang musti disikapi secara bijaksana dan teduh ketika menjalaninya. Suatu ketika penulis berdiskusi dengan seorang tokoh masyarakat ia menceritakan proses awal pernah ia lalui hingga sekarang mengenai rumah tangga. Ia mengatakan kunci rumah tangga sakinah waddah warahmah itu terletak pada kesadaran pasang akan ibadah kepada Allah SWT, diperkuat dengan komitmen yang disepakati sebelum menikah. Dalam QS Al-Bayyinah Ayat 5 kita diperintahkan oleh Allah SWT untuk beribadah. Jadi menikah termasuk ibadah kepada-Nya. apalagi sudah menjadi orangtua ini ibadah paling banyak pahalanya.
Selanjutnya penulis juga seorang honorer guru melihat aktivitas siswa saat belajar tak bisa dipungkiri ada banyak orang tua yang berpikir dengan menyerahkan anak ke sekolah maka mereka bisa lepas tangan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Tentu salah. Perkembangan anak bukanlah tugas sekolah atau guru saja melainkan kolaborasi antara guru, orangtua dan lingkungan masyarakat sekitar.
Setiap anak memiliki cerita tersendiri yang tidak bisa disamakan dengan anak lainnya. Hari demi hari terus berlalu, semua tingkah laku serta tindak tutur yang dialami menjadi sebuah landasan untuk tumbuh dan berkembang untuk menjadi anak yang nantinya akan menginjak usia remaja atau dewasa. Tapi siapa sangka bahwa anak-anak yang terlihat ceria ketika berbaur dengan teman sejawatnya mengalami pilu yang tidak bisa ia utarakan dihadapan teman-temannya. Sehingga sangat diperlukan kerjasama antara orangtua dan guru pada saat mendidik anak.Pembentukan karakter dimulai sejak dini dan itupun dimulai dari rumah. Orang tua akan sangat berperan dalam pertumbuhan anak karena anak akan banyak meniru apa yang dilakukan oleh orangtua di rumah.
Menurut penulis baca beberapa referensi, ada dua peran yang paling bertanggung jawab dalam mengemban tugas untuk pendidikan karakter anak, yaitu orang tua dan guru. Seorang guru mempunyai peran sebagai orang tua si anak di sekolah. Sehingga menjadi guru bukan hanya bertanggung jawab memberikan asupan pelajaran, melainkan harus mampu mendidik moral, etika, dan karakter pada anak didiknya.
Karena pendidikan karakter sangat penting keberadaannya karena dapat meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia anak sekolah dasar secara utuh, terpadu, dan seimbang.
Dalam membentuk siswa yang berkarakter bukan suatu upaya mudah dan cepat. Hal tersebut memerlukan upaya terus menerus dan refleksi mendalam untuk membuat rentetan Moral Choice (keputusan moral) yang harus ditindaklanjuti dengan aksi nyata, sehingga menjadi hal yang praktis dan reflektif. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi custom (kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seseorang.
Selain itu juga pencanangan pendidikan karakter tentunya dimaksudkan untuk menjadi salah satu jawaban terhadap beragam persoalan bangsa yang saat ini banyak dilihat, didengar dan dirasakan. Yang mana banyak persoalan muncul yang diindentifikasi bersumber dari gagalnya pendidikan dalam menyuntikkan nilai-nilai moral terhadap peserta didiknya. Hal ini tentunya sangat tepat, karena tujuan pendidikan bukan hanya melahirkan insan yang cerdas, namun juga menciptakan insan yang berkarakter kuat.
Begitu banyak hal yang dapat dilakukan untuk merealisasikan pendidikan karakter di sekolah. Konsep karakter tidak cukup dijadikan sebagai suatu poin dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran di sekolah, namun harus lebih dari itu, dijalankan dan dipraktekan. Mulailah dengan belajar taat dengan peraturan sekolah, dan tegakkan itu secara disiplin. Sekolah harus menjadikan pendidikan karakter sebagai sebuah tatanan nilai yang berkembang dengan baik di sekolah yang diwujudkan dalam contoh dan seruan nyata yang dipertontonkan oleh tenaga pendidik dalam keseharian kegiatan di sekolah.
Seyogyanya pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pemangku kepentingan dalam pendidikan, baik pihak keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah dan juga masyarakat luas. Oleh karena itu, langkah awal yang perlu dilakukan adalah membangun kembali kemitraan dan jejaring pendidikan yang kelihatannya mulai terputus diantara ketiga stakeholders terdekat dalam lingkungan sekolah yaitu guru, keluarga dan masyarakat.
Maka dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan yang kemudian didukung oleh lingkungan dan kondisi pembelajaran di sekolah yang memperkuat siklus pembentukan tersebut. Untuk menunjang karakter dan prestasi anak.
Penulis adalah Mahasiswa Program Pascasarjana S2 Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat
Discussion about this post