Baru-baru ini beredar sebuah informasi yang dirilis BPS, bahwa ada 9.9 juta Gen Z saat ini yang berusia dari 15-24 tahun tidak bekerja alias pengangguran dan tidak juga sedang sekolah/menempuh pendidikan. Fakta ini cukup mencengangkan di tengah bonus demografi yang saat ini terjadi di Indonesia.
Apa itu Gen Z dan Bonus Demografi? Gen Z adalah istilah untuk generasi yang lahir dari tahun 1997-2012. Artinya saat ini mereka yg berusia antara 12-27 tahun. Berdasarkan data BPS tahun 2020 jumlahnya mencapai 27.94% dari seluruh penduduk Indonesia. Sedangkan Generasi Millenial disebut mereka yang lahir dari tahun 1981-1996 jumlahnya mencapai 25.87%. Kemudian Gen X yaitu yang lahir dari tahun 1965-1980 jumlahnya mencapai 21.88%. Kemudian Gen Baby Boomer yg lahir dari tahun 1946-1994 jumlahnya mencapai 11.56%. Dan Gen Alpha yaitu generasi yg lahir tahun 2013-sekarang jumlahnya mencapai 10.88%.
Jika digabungkan Gen Millenial dan Gen Z jumlahnya mencapai 53.81% jika ditambahkan dengan Gen X jumlahnya mencapai 75.69%. Inilah yg disebut bonus Demografi yang diistilahkan oleh UNFPA PBB yang artinya potensi pertumbuhan ekonomi karena jumlah usia penduduk yang masih produktif untuk bekerja lebih besar dibandingkan yang tidak/belum produktif untuk bekerja. Usia produktif ini berkisar 15-64 tahun. Di Indonesia diprediksi kan puncaknya terjadi di tahun 2030 diprediksikan oleh BPS Usia produktif bekerja ini mencapai 68.1%.
Tapi faktanya hari ini alih-alih berharap terjadinya potensi pertumbuhan ekonomi karena banyaknya generasi muda atau generasi produktif bekerja, justru jumlah pengangguran di Gen Z mencapai hampir 10 juta orang. Apa artinya? Jumlah usia produktif untuk bekerja memang banyak tapi lapangan kerja itu sendiri yang sedikit atau tidak cukup menampung mereka. Inilah salah satu PR besar pemerintahan Indonesia maupun pemerintah daerah untuk menciptakan lapangan kerja baru baru generasi mudanya. Kalau tidak, bukan menjadi Bonus Demografi tapi menjadi bonus masalah. Karena pengangguran akan berpotensi meningkatkan terjadinya kriminalitas. Pengangguran membuat manusia miskin dan kemiskinan bisa membuat manusia panik menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Apa penyebab terjadinya pengangguran di kalangan Gen Z tadi? Menurut penulis banyak faktor penyebabnya, antara lain pendidikan yang rendah karena biaya yang mahal tidak terjangkau oleh orang tua mereka. Apalagi pendidikan tinggi yang dianggap pendidikan tersier oleh pejabat Kemendikbud sendiri. Apalagi dengan sistem menjadikan Perguruan Tinggi sebagai PTN BH dan Permendikbud No 2 Tahun 2024 yang menghebohkan di mana biaya uang kuliah menjadi semakin mahal. Sehingga dikritik ini adalah komersialisasi pendidikan. Padahal pendidikan adalah sarana untuk mencerdaskan bangsa sebagai amanat UUD 1945. Kalau tidak dengan pendidikan, sarana apalagi yang akan bisa mencerdaskan bangsa? Tidak ada, pendidikan adalah yang utama untuk membangun sumber daya yang cerdas, beriman dan berkarakter dengan itulah manusia bisa keluar dari lingkaran syetan kemiskinan.
Sementara di sisi lain perusahaan perusahaan yang menyerap tenaga kerja memberi persyaratan minimal pendidikan S1 bahkan dengan IPK di atas 3, ada pula yang minimal 3.5. Syarat ini jelas semakin mempersempit peluang yang tidak berpendidikan tinggi untuk ditampung di lapangan kerja.
Berdasarkan data tingkat pendidikan di Indonesia, di Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, tahun 2021 jumlah penduduk berdasarkan jenjang pendidikannya, sebanyak 59,19 ribu jiwa atau hanya 0,02% penduduk Indonesia yang berpendidikan hingga jenjang S3. Kemudian, sebanyak 822,47 ribu jiwa atau 0,03% penduduk yang berpendidikan hingga S2. Lalu, penduduk yang berpendidikan hingga S1 sebanyak 11,58 juta (4,25%). Penduduk yang menempuh pendidikan jenjang D3 sebanyak 3,46 juta jiwa (1,27%), yang berpendidikan D1 dan D2 mencapai 1,15 juta jiwa (0,42%). Total, sebanyak 17,08 juta jiwa (16,7%) penduduk Indonesia yang berpendidikan hingga ke Perguruan Tinggi.
Sedangkan penduduk yang berpendidikan hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) 56,15 juta jiwa (20,63%) dan yang berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 39,67 juta jiwa (14,57%). Kemudian yang tamat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 64,84 juta jiwa (23,82%). Sebanyak 31 juta jiwa (11,39%) penduduk yang belum tamat SD, serta 63,49 juta jiwa (23,32%) yang tidak/belum sekolah.
Artinya dari data ini kita lihat sebesar 83.3% penduduk Indonesia berpendidikan menengah bawah bahkan tidak sekolah. Jika digabungkan yang berpendidikan sampai SLTA dan Perguruan Tinggi juga masih minoritas yaitu baru 37.33%. Kondisi ini lah salah satu yang menjadi penyebab utama terjadinya pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Padahal anggaran pendidikan dalam amanat UU sebesar 20% dari APBN. Artinya untuk tahun ini saja mencapai 665 triliun rupiah.
Tapi penjelasan dari Kemendikbud ketika rapat dengar pendapat dengan DPR RI Komisi X kemarin pasca demo mahasiswa menolak UKT hanya sekitar 98 triliun yg dikelola oleh Kemendikbud, sisanya dikelola oleh 22 kementrian lain. Kebijakan ini tentu menjadi kontroversial, kenapa pemerintah Indonesia tidak memprioritaskan anggaran itu bisa maksimal di Kemendikbud sebagai leading sektor untuk pendidikan bangsa. Dengan kebijakan ini informasinya PTN hanya mendapatkan subsidi sekitar 30-40% saja dari kebutuhannya, sehingga salah satu solusi dari Pimpinan PTN BH ini adalah dengan menaikkan biaya kuliah atau UKT hari ini.
Artinya Perguruan Tinggi membebankan sebagian besar operasionalnya kepada mahasiswa, sehingga apa bedanya dengan swasta jadinya? Bahkan banyak Perguruan Tinggi Swasta hari ini yang biaya kuliahnya bisa lebih murah dari Perguruan Tinggi Negeri. Logika harusnya Perguruan Tinggi Negeri yang notabene adalah milik negara harusnya lebih memikirkan kepentingan dan kebutuhan rakyatnya. Pemerintah juga memungut pajak dari rakyatnya yang menjadi salah satu sumber dari APBN, tapi faktanya pendidikan tinggi untuk rakyatnya agar mereka bisa keluar dari kemiskinan dan pengangguran menjadi semakin mahal. Tentu ini akan berbahaya untuk bangsa Indonesia ke depannya, bonus demografi tidak memberikan efek positif secara ekonomi justru menyebabkan efek negatif. Program Indonesia Emas di tahun 2045 bisa-bisa tidak tercapai kalau masalah ini tidak diatasi segera.
Di sisi lain kita melihat tingkat korupsi semakin menggila di Indonesia. Ada yang mencapai 27 triliun, yaitu korupsi Tata Niaga Timah. Sebelumnya kasus korupsi BLBI yang mencapai 138.44 triliun kerugian negara. Kemudian kasus penyerobotan lahan negara untuk kelapa sawit 104.1 triliun. Kasus pengolahan kondensat ilegal di kilang minyak Tuban 35 triliun. Kasus korupsi pengelolaan dana pensiun di PT Asabri 22.78 triliun. Kasus korupsi di Asuransi Jiwasraya 16.8 triliun dan masih banyak lagi. Ini baru kasus mega korupsi belum lagi korupsi-korupsi lainnya yang jika digabungkan jumlahnya sangat fantastik. Ini menggambarkan Indonesia ini sangat kaya raya sebenarnya untuk bisa mensejahterakan rakyatnya, tapi karena dikelola oleh orang yang tidak amanah dan cara yang tidak benar terjadilah kemunduran, kemiskinan, kebodohan dan permasalahan besar di Indonesia seperti kasus menganggurnya 10 juta Gen Z hari ini. Tapi inilah yang tidak disadari oleh mayoritas rakyat Indonesia.
Presiden Jokowi sendiri dalam sebuah pidatonya terkejut melihat data rendahnya tingkat pendidikan tinggi rakyat Indonesia terutama di level S2 dan S3, kalau dari data di atas hanya 0.05% dari penduduk Indonesia. Sementara di negara-negara maju bisa mencapai di atas 5 %. Jika presiden saja merasakan heran atau terkejut, apalagi kita rakyat Indonesia? Apakah tidak ada langkah pemerintah jauh jauh hari untuk mengatasi masalah ini? Dari data ini ternyata kita lihat korelasinya kalau kita ingin menjadi negara maju, pendidikan tinggi harus kita majukan, bukan kita anggap tidak wajib dan tidak penting bagi rakyat Indonesia. Inilah yang harus kita ubah dan perbaiki. Mulai dari mindsetnya sampai kebijakannya. Termasuk penyakit korupsi yang menjadi kontributor terbesar terhadap kemiskinan, kebodohan dan pengangguran di Indonesia. Semoga ini dapat diatasi dan Indonesia bisa lebih baik kedepannya. Aamiin..
Discussion about this post