Malang – Duka yang mendalam dirasakan hampir semua jurnalis di Malang Raya. Betapa tidak, pasalnya wartawan senior Malang Raya yang menjadi panutan sekaligus guru telah meninggal dunia
pada Kamis (8/07/2021) Pukul 18:15 WIB, di kediaman putrinya, Perumahan Keledang Mas, Blok BV no 17, Kelurahan Sungai Keledang, kecamatan Samarinda Seberang Samarinda, pada usia 67 tahun lantaran sakit.
Tak pelak, karuan saja kabar duka itu membuat wartawan di Malang Raya, merasa kehilangan akan sosok Yunanto yang mereka kagumi selama ini, dan tak pernah lelah dalam membimbing para jurnalis muda.
Setidaknya, hal itu seperti yang diungkapkan Eko Sabdianto, salah seorang wartawan media online. Dirinya mengaku merasa sedih dan kehilangan, atas kepergian sosok panutan yang juga guru bagi para jurnalis tersebut.
“Terus terang saya tidak menyangka, karena waktu itu kami bersama rekan-rekan jurnalis sempat menjenguk ke RSUD Kepanjen, sebelum dibawa ke Samarinda di tempat puteri beliau. Bahkan, saya bersama istri yang juga alumni LASMI dua Minggu lalu, sempat video call dengan beliau. Baru semalam dapat kabar dari putera beliau, bahwa bapak guru Yunanto telah meninggal,” ungkap Dian sapaan akrabnya, dengan terbata-bata menahan sedih, Kamis (8/7/2021) malam.
Diakuinya, selain duka yang mendalam tengah ia rasakan, baginya sosok Yunanto adalah guru besar bagi para jurnalis di Malang Raya, terutama alumni LASMI angkatan lV.
“Kami yang merasa belum mumpuni menjadi wartawan, sudah ditinggal pergi bapak guru Yunanto. Beruntung, kami pernah mengikuti diklat jurnalistik bersama almarhum. Ilmu yang diajarkan beliau sangat mengena di hati dan otak kami. Jujur, selama enam kali mengikuti diklat jurnalistik, hanya dengan bapak guru Yunanto yang dapat mengena,” ujarnya.
Menurut alumni LASMI angkatan lV ini, semasa hidupnya, Yunanto dikenal sebagai pribadi yang bersahaja, humanis, santun, rendah hati dan menjadi tempat untuk bertanya seputar dunia tentang ilmu jurnalistik.
“Ya, semasa beliau masih hidup, kami sering sowan atau bersilaturahim ke kediaman beliau di Pakis, perumahan Karangduren Permai. Dari situ, ilmu-ilmu baru tentang dunia jurnalistik kami dapatkan lagi. Bahkan, bapak guru menekankan kepada kami agar wartawan itu dituntut harus melek hukum, alias paham hukum. Jika tidak, maka membahayakan dirinya, medianya dan keluarganya,” tukas dia.
Meski begitu, ditambahkan Nganti Resmi Kharisma yang juga wartawati ini, jika sosok Yunanto semasa hidup dikenal tak pernah lelah, selalu sabar dan tekun dalam membimbing para jurnalis muda yang tertarik mempelajari ilmu tentang jurnalistik.
“Beliau selalu sabar dalam membimbing kami. Ada satu hal yang saya ingat sampai sekarang, disamping melek hukum, wartawan harus terus menulis sampai memperoleh gelar tertinggi yakni almarhum dan almarhumah. Kami merasa hutang budi kepada almarhum, karena kami belum sempat membalas jasa-jasa beliau, namun apa mau dikata, rupanya Tuhan berkehendak lain,” imbuh Risma sapaan akrabnya, yang tak mampu menutupi rasa sedihnya.
Kini, dirinya berharap dan berdoa semoga Tuhan yang Maha Esa, mengampuni semua dosa-dosa serta menempatkan surga bagi sosok almarhum yang menjadi panutan dan guru bagi para jurnalis tersebut.
“Kami atas nama keluarga besar alumni LASMI angkatan lV, turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya bapak guru kita Yunanto. Semoga, almarhum mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah SWT, serta keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan ketabahan. Amin ya robbal allamin,” pungkasnya.
Sekadar diketahui, Almarhum Yunanto, alumnus Sekolah Tinggi Publisistik – Jakarta, wartawan Harian Surabaya Post 1982 – 2002.
Semasa hidup, almarhum kerap disapa sebagai guru jurnalis oleh para wartawan se-Malang Raya, karena ketekunannya dalam membimbing dan melatih wartawan muda.
Kendati telah pensiun dari Surabaya Post salah satu koran terbesar di Jawa Timur yang terbit setiap sore, namun ia terus berkarya. Tulisannya bersahaja, dengan gaya bertutur yang mudah dipahami oleh semua orang. Selain menulis, kakek dua anak dengan dua cucu tersebut juga kerap diundang sebagai narasumber di berbagai seminar-seminar maupun diklat jurnalistik.
Kecintaannya terhadap profesi wartawan begitu kuat. Dalam berbagai kesempatan, almarhum Yunanto yang juga sebagai penasihat PWI Malang Raya periode 2021 – 2024 itu, semasa hidup pernah mengatakan, bahwa wartawan harus terus menulis sampai memperoleh gelar tertinggi yakni almarhum dan almarhumah.
Kini, sang guru telah mendapatkan gelar tertinggi itu. Innalilahi wainailahi rojiun.(Narto)
Discussion about this post