Bayangkan saja, Z terhitung telah 4 kali dengan tega memperagakan ‘jurus anggar’nya yang memainkan dubur korban. Hal ini diketahui oleh ibu korban yang curiga memperhatikan gelagat anaknya berubah total
Mendadak beban perasaan traumatis yang begitu berat tak seperti biasanya diperlihatkan bocah 8 tahun ini, korban merasa minder dan malas pergi sekolah
PD. PARIAMAN, REPINVESCOM
Masih hangat-hangatnya terjadi. Kota Pariaman dibuat heboh pada Minggu (4/2), Dinas Satpol PP dan Damkar Kota Pariaman berhasil mengamankan 2 pria pasangan LGBT yang sedang melakukan oral seks sesama jenis, bertempat di salah satu rumah dinas Kota Pariaman.
Tak jera, pelaku yang seyogianya merupakan oknum ASN berinisial S (37) ini, lagi-lagi terciduk saat tengah membuka aksi ‘permainan anggar’ yang dilakukan bersama pasangan gay lainnya, FM (21), yang diketahui seorang mahasiswa di Kota Padang, untuk kedua kali.
Namun celaka kali ini, virus Lesbian, Gay, Bisexsual dan Transgender (LGBT) ternyata sudah menjalar anak usia dibawah umur. Alangkah naïfnya, pelaku yang belakangan berhasil terungkap berinisial Z itu rupanya masih duduk di bangku sekolah menengah atas.
Hal yang mengejutkan lagi, Z yang merupakan seorang siswa kelas 1 SMAN 5 Kota Pariaman ini agaknya ketagihan menikmati aksi sodom yang dia lakukan terhadap bocah kelas 3 SD yang saat ini baru menjejaki usia yang ke delapan tahun.
Bayangkan saja, Z terhitung telah 4 kali dengan tega memperagakan ‘jurus anggar’nya yang memainkan dubur korban. Hal ini diketahui oleh ibu korban yang curiga memperhatikan gelagat anaknya berubah total.
Mendadak beban perasaan traumatis yang begitu berat tak seperti biasanya diperlihatkan bocah 8 tahun ini, korban merasa minder dan malas pergi sekolah
Selain itu rasa sakit pada anus yang dirasakan tak bisa ditutup-tutupi sang bocah. Keterangan tersebut diterima media ini ketika ibu korban memberanikan diri menyambangi kantor LSM LAKI Kota Pariaman di Desa Sikapak, Pariaman Utara, Kota Pariaman, Sumatera Barat, untuk meminta pendampingan hukum.
Orangtua korban ER (bukan nama asli) 34 tahun pada Jumat (23/2) didampingi Azwar Anas Ketua LSM LAKI di kantor LSM LAKI Pariaman membeberkan kronologis kejadian kepada media. “Akhir-akhir ini saya melihat banyak keganjilan yang terjadi terhadap gelagat anak saya. Entah kenapa tiba-tiba dirinya merasa minder dan malas untuk berangkat sekolah, rasa sakit yang dirasakan di anusnya membuat saya khawatir dan bertanya,” ungkapnya menahan derai tangisnya.
Walhasil setelah berusaha nyinyir menanyakan tentang kejadian apa yang dialami korban, barulah si buah hati mau menjawab. “Nyinyir saya bertanya karena melihat tingkahnya yang seolah menyimpan rasa trauma yang berat. Untuk kesekian kalinya baru dia mau jawab. Saya tidak habis pikir ternyata dia sudah 4 kali duburnya dicabuli oleh Z, di tempat berbeda-beda,” ER terisak dan meraung.
Kronologis perbuatan lakhnat yang dilakukan oleh pelaku Z kepada korban bocah kelas 3 SD ini, dikatakan ER, awalnya beraksi di Parak, “Yang kedua kalinya di kuburan, yang ketiga di Surau Piliang, dan yang keempatnya pelaku mengajak anak saya main ke rumahnya, tak jauh dari rumah saya Sungai Sariak, Padang Pariaman,” sebutnya tersengut-sengut.
Pelaku, lanjut orangtua korban, mengiming-imingi putranya dengan ikan cupang dan uang lima ribu rupiah. “Anak saya hobi ikan cupang, pelaku berkali-kali menjanjikannya, namun tidak pernah dikasihnya. Dan dibujuk juga dengan uang lima ribu,” ulas ER tegar.
Kasus LGBT dengan tindak pidana pencabulan anak dibawah umur ini telah dilaporkan ke Polres Padang Pariaman, di Paritmalintang tanggal 17 Februari 2018 lalu yang diterima oleh Bripda Agung Priadinata.
ER berharap kepada Ketua LSM LAKI Azwar Anas agar aparat hukum dapat memproses kasus tersebut dan menjatuhkan hukuman yang setimpal kepada korban. Sebab kekhawatirannya akibat dampak dari perlakuan LGBT terhadap bocah kelas 3 SD ini, mendominasi kondisi psikis korban dan perkembangan mentalnya di masa depan.
LSM LAKI berharap proses hukum berjalan cepat. Karena mengingat bahaya laten virus LGBT berdampak pada kepribadian korban, mempengaruhi kondisi psikis anak apalagi dibawah umur. Menurutnya, salah satu cara efektif mengatasi virus LGBT ini adalah dengan memberikan hukuman yang berat, terlebih bagi pelaku pencabulan lubang dubur anak dibawah umur.
“Yang paling ditakutkan adalah efek domino dari virus LGBT ini. Kita harap aparat hukum berjalan cepat dan sigap memberikan hukuman yang layak, kalau perlu seberat-beratnya. Karena di lain hal, dengan menghukum pelaku dengan seberat-beratnya, berarti kita sudah berusaha mencegah agar virus LGBT ini tidak mudah menular. Karena perbuatan LGBT ini dosanya melampaui batas, jauh lebih berat hukumannya dari pada dosa zina. Pada hukum Islam, zaman Nabi Luth pelaku LGBT itu dibunuh,” geram Anas menanggapi merebaknya virus LGBT yang terus menjalar bahkan menyasar anak dibawah umur.
Discussion about this post