Agam — Meskipun bencana banjir bandang lahar dingin (galodo) yang menimpa sebagian masyarakat Kecamatan Sungai Pua, Kecamatan Canduang, dan Kecamatan IV Angkek Kabupaten Agam yang terjadi sejak bulan Mei 2024 silam, hingga habisnya masa tanggap darurat beberapa minggu lalu, sampai hari ini pun Selasa (02/07), kejelasan relokasi para korban belum ada.
Hal ini dikatakan oleh Wali Nagari Bukik Batabuah Kecamatan Canduang Firdaus kepada wartawan, bahwa hingga saat inipun kepastian kapan para korban akan direlokasi, belum ada dari pemerintah daerah. “Pasca masa tanggap darurat berlalu, sudah empat kali air dan material hampir melimpah. Kami tidak ingin terjadi bencana jilid tiga lagi di Nagari Bukik Batabuah dan sekitarnya yang terdampak. Oleh karena itu, kami meminta perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten Agam untuk menangani masalah ini, pastikanlah kapan para korban akan direlokasi,” ungkapnya.
Menurut Firdaus, dikarenakan relokasi yang dijanjikan ini terjadi karena masih berada dalam satu kabupaten, oleh karena itu dirinya ingin menanyakan apakah Undang-Undang Transmigrasi berlaku penuh dalam konteks ini.
“Kami juga memerlukan kajian dan analisis mengenai kehidupan sosial masyarakat kami ke depan, seperti apa dampaknya dan bagaimana langkah-langkah yang akan diambil oleh pemerintah guna memastikan kesejahteraan masyarakat setelah direlokasi,” katanya.
Selain itu, menurutnya bahwa harus juga ada jaminan ekonomi bagi masyarakat dari pemerintah kabupaten Agam, provinsi, dan pusat. “Hal ini penting agar relokasi ini tidak menciptakan kemiskinan baru bagi masyarakat kami, di samping ada juga jaminan pendidikan bagi anak-anak kami ke depan agar masa depan mereka tetap terjamin,” pintanya.
Wali Nagari Bukik Batabuah ini juga menyampaikan bahwa tanah dan bangunan yang ditinggalkan oleh masyarakat guna relokasi, harus tetap menjadi milik para korban. “Saya menginginkan juga adanya kepastian dari pemerintah bahwa rumah dan lahan yang diberikan kepada korban di tempat relokasi akan menjadi hak milik para korban dengan sertifikat Hak Milik (SHM). Sementara tanah yang tinggalkan pun tetap selamanya menjadi milik para korban. Artinya tidak atas barter wilayah dalam hal ini,” tegasnya.
Dan jika semua hal tersebut tidak dijelaskan dengan pasti oleh Pemerintah Kabupaten Agam, dirinya mengaku tidak akan mengizinkan para korban untuk direlokasi.
“Kami atas nama Pemerintahan Nagari Bukik Batabuah tidak berkenan melepaskan para korban untuk direlokasi, jika jaminan bagi mereka tidak ada dari Pemerintahan Kabupaten Agam. Dan kami juga meminta agar Pemerintah Kabupaten Agam, propinsi, ataupun pusat segera melakukan kembali normalisasi sungai yang pernah dijanjikan dengan cara memperdalam sungai tersebut, sehingga ketika debit air meningkat atau lebih tinggi, sungai masih bisa menampungnya,” ungkap Firdaus.
Dikatakan bahwa lokasi relokasi yang dijanjikan oleh Pemerintah Kabupaten Agam awalnya ada di tiga lokasi, namun berdasarkan rilis postingan Facebook terakhir Bupati Agam soal relokasi korban banjir bandang lahar dingin (galodo), mengatakan hanya di Kecamatan Lubuak Basuang, Firdaus mengatakan itu tidak jadi masalah bagi para korban.
“Memang lokasi yang dijanjikan sebelumnya oleh Pak Bupati ada tiga, yaitu di sekitar Balingka Kecamatan IV Koto, terus di sekitar Kecamatan Matur, dan Kecamatan Lubuak Basuang, namun kalaupun saat ini adanya hanya di Kecamatan Lubuak Basuang, itu tidak menjadi masalah. Yang penting lahan relokasi tersebut bisa dijalankan sesuai aturan perundangan dan menjadi milik para korban yang direlokasi, di samping jaminan secara sosial dan ekonomi mereka terjamin. Namun kalau jaminan itu tidak ada, kembali kami tegaskan bahwa kami tidak akan mengizinkan para korban yang menjadi bahagian masyarakat Bukik Batabuah tersebut direlokasi,” pungkasnya. (Jhon)
Discussion about this post