Agam — Awal September 2023 lalu, diduga telah terjadi tindakan penganiayaan sesama murid kelas 12 Madrasah Aliyah di lingkungan sekolah Pondok Pesantren Yayasan Tarbiyah Islamiyah Buya Haji Mansur, Nagari Kamang Tangah Anam Suku, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam. Diketahuinya peristiwa tersebut dikatakan langsung oleh Bibi korban selaku pelapor dimana keponakannya yang bernama Ridho Mulia telah dianiaya oleh teman sekelasnya bernama Defit Revaldo di dalam ruang Mushalla sekolah. “Sebagai pihak keluarga, sebenarnya kita sudah berupaya meminta penyelesaian kepada pihak sekolah, namun pihak sekolah terkesan tidak peduli dengan kejadian tersebut sehingga terpaksa kita melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian, sekaligus meminta perlindungan hukum jika ada hal-hal kedepannya yang tidak diinginkan terjadi terhadap keponakan saya itu, sebab kebetulan dia tinggalnya bersama saya disini karena kedua orang tuanya merantau ke Pekanbaru” terangnya.
Sementara Ridho Mulia, kepada Wartawan mengungkapkan bahwa terjadinya dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh teman sekelasnya (Defit Revaldo) terhadap dirinya tersebut, dipicu atas perekaman video yang dilakukannya saat Defit tengah berbuat asusila dengan cara meraba paha teman perempuan sekelasnya yang bernama Mia Surgani di dalam ruang kelas 12 Madrasah Aliyah. “Pada saat itu, saya memang sedikit gerah melihat perbuatan mereka yang sering dilakukan dalam ruang kelas sebab mereka berdua memang sejak kelas 10 telah berpacaran. Niat awal saya ingin mengadukan hal tersebut kepada guru, jadi biar ada bukti agar guru percaya bahwa apa yang saya katakan selama ini benar, namun Defit lebih dahulu mencegat saya. Sebenarnya permintaan Defit agar Video tersebut dihapus dari Handphone saya itu sudah dilakukannya, namun sepertinya dia tidak semerta merta puas dengan tindakan tersebut, sehingga saya dianiya didalam Musholla sekolah” katanya.
Dia juga menjelaskan, bahwa saat kejadian penganiayaan didalam ruang Musholla sekolah tersebut, juga disaksikan oleh beberapa teman sekelasnya dimana masing-masing mereka memiliki peran untuk menutupi kejadian tersebut sehingga tidak diketahui oleh para guru. “Yang saya ingat, saat saya diseret masuk kedalam Mushalla sekolah, didalam sudah ada Ronaldi Abdul Manan kelas 12, Safrul kelas 12, Marcel kelas 10, Furqan Sepriadi kelas 12, Tenma Ardiansyah kelas 12, Farelino kelas 12, dimana saat saya mulai dipukuli oleh Defit, mereka langsung menutup pintu dan jendela Musholla secara bersama sama, sehingga kejadian tersebut tidak terdengar keluar ruangan Musholla,” terang Ridho.
Menurut Ridho, Kejadian asusila dengan cara berpacaran di lingkungan Pondok Pesantren YATI tersebut, sering dilakukan oleh para murid-murid, baik itu murid setingkat Tsanawiyah maupun setingkat Aliyah yang diketahui olehnya sejak dirinya bersekolah di situ. Dirinya mengakui sering menegur mereka, namun pihak Guru ataupun pihak pengurus sekolah terkesan diam melihat perangai para murid-murid tersebut, seolah olah hal itu sudah biasa terjadi di sekolah tersebut. “Nah… hal inilah yang sebenarnya yang ingin saya sampaikan pada Guru, yang tentunya penyampaian tersebut musti dibarengi bukti, namun Defit tidak terima sehingga saya dipukuli. Padahal video tersebut sudah dihapusnya sendiri dari Handphone saya karena sebelumnya diminta olehnya secara paksa” keluhnya.
Kepala Madrasah Aliyah Pondok Pesantren YATI Buya Mansur, Yetriwati kepada Wartawan membenarkan adanya kejadian dugaan penganiayaan tersebut, namun dirinya mengaku tidak mengetahui secara langsung saat kejadian, sebab saat itu telah usai jam pelajaran sekolah. “Kami dari jajaran guru satupun memang tidak ada yang menyaksikan, sebab waktu kejadian itu diluar jam pelajaran. Namun, sebenarnya kita sudah melakukan upaya perdamaian kepada kedua belah pihak, tapi ternyata ada laporan polisi setelah itu, tentunya ini diluar dari kewenangan sekolah” katanya. Ketika ditanya perihal sebab awal terjadinya dugaan penganiayaan sesama murid kelas 12 Madrasah Aliyah, akibat adanya dugaan perbuatan asusila sesama murid, kepada wartawan Yetriwati menolak untuk memberikan keterangan lebih lanjut.
“Wah….. kalau soal itu Pak saya tidak berani memberikan keterangan lebih lanjut, sebab menurut saya itu hanya tuduhan yang tidak masuk akal, masak iya disekolah kami ini yang berlandaskan keislaman terjadi perbuatan asusila ataupun mesum…??” katanya heran. Yetriwati juga menambahkan, bahwa sekolah dibawah kepemimpinannya itu milik dari Buya besar yang sangat dikenal oleh masyarakat Sumatera Barat, sehingga tidak mungkin hal-hal Asusila ataupun Mesum bisa terjadi. “Kami disini selalu menekankan pada seluruh murid-murid untuk tidak berpacaran yang dapat mengakibatkan terjadinya perbuatan-perbuatan Asusila, sebab arwah pemilik Ponpes ini bisa tidak terima nantinya sehingga mengakibatkan kualat terhadap diri para murid-murid itu sendiri” terangnya.
Lebih lanjut, mengenai adanya laporan polisi yang saat ini telah bergulir di Polresta Bukittinggi, dirinya berjanji akan membicarakan lebih lanjut kepada pimpinan yayasan dan kepala pondok pesantren. “Gini Pak, untuk sementara waktu saya minta janganlah persoalan ini diangkat dulu ke ranah publik, sebab bagaimanapun itu akan mencoreng nama sekolah. Biar saya bicarakan dulu dengan kepala yayasan dan kepala pondok. Nanti juga saya akan kembali panggil orang tua kedua belah pihak, dan menyelesaikan kembali hal ini ditingkat sekolah,” pintanya mengakhiri. (Jhon)
Discussion about this post