SOLSEL, REPORTASEINVESTIGASI.com
Wakil Bupati Solok Selatan menilai, investasi perkebunan di Solok Selatan, belum berdampak terhadap perubahan pembangunan di daerah. Minimnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga belum dapat menjangkau seluruh skala prioritas pembangunan.
Terutama sejak diterbitkan Surat Edara (SE) Kementerian terkait tentang adanya larangan pungutan pihak ketiga berupa seperti Coorporate Social Responsibility (CSR), sehingga berdampak terhadap peningkatan PAD Solok Selatan.
“Jadi, investasi perkebunan belum berdampak apa-apa bagi pembangunan daerah. Kita dikenal punya banyak perkebunan besar, tapi tidak bisa tingkatkan PAD daerah,” tegas Wakil Bupati Solok Selatan, Abdul Rahman kepada media, saat ditemui di daerah perkebunan di Sangir Balai Janggo.
Justru itu, Pemkab Solok Selatan perlu berkoordinasi dengan pihak kementerian terkait. Setidaknya ada semacam MoU, yang nanti bisa menghasilkan PAD dari keberadaan delapan perusahaan besar perkebunan di Solsel.
Karena menurut Abdul Rahman, percuma daerah digadang-gadangkan sebagai wilayah perkebunan. Tapi belum berarti terhadap peningkatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
“Pajak dari investasi tidak lagi menjadi PAD, sehingga perlu ada negosiasi dan MoU baru dengan Kementerian terkait,” harap politisi PAN itu.
Diulanginya, dulu perkebunan di daerah Solsel dibanggakan. Sekarang ibaratnya sudah mati di lumbung padi. Baik pertambangan maupun perkebunan, sejak tahun 2012 lalu pajak tidak lagi mengendap di khas daerah.
Dana perimbangannya pun sangat sedikit yang direalisasikan ke daerah, sehingga belum berarti apa-apa untuk peningkatan pembangunan daerah. “Kebun luas, tapi belum berarti bagi percepatan pembangunan. Sebab, dana perimbangan pun sedikit terealisasi dari pusat,” tukasnya.
Kedepannya multi efek dari investasi, harus ada perubahan percepatan pembangunan dan menjadi stimulan perkembangan ekonomi kerakyatan. Sebab, PAD Solsel masih belum ada peningkatan dan masih sekitar Rp800 miliar. Sedangkan daerah lainnya, sudah melebihi triliunan rupiah.
“Multi efek investasi harus mengacu pada peningkata PAD, sebagai acuan pembangunan. Dan ini akan kita kaji ulang dengan kementerian terkait,” paparnya.
Sementara, Camat Sangir Balai Janggo, Muslim mengatakan, di daerah itu ada sekitar delapan perusahaan perkebunan yang telah berinvestasi. Dulu, PAD terbesar dari tujuh kecamatan yang ada di Solsel, dari kecamatan Sangir Balai Janggo.
Namun setelah SE kementerian terkait terbit dan daerah dilarang melakukan pungutan sumbangan pihak ketiga. Maka, CSR tidak bisa lagi diandalkan sebagai penambahan PAD Solsel. “Hal ini sudah sering kita bicarakan dengan Bupati dan Wabup, satu-satunya jalan harus ada MoU baru. Mudahan bisa hasikan PAD,” harapnya. (Deno.tno)
Discussion about this post