Kabupaten Solok — Tahukah anda, wajah siapa yang digambarkan patung pahlawan nan berdiri tegak di pertigaan jalur lintas sumatera yang berada di Nagari Cupak, tak jauh dari SMA Negeri 1 Gunung Talang dan Kantor Wali Nagari Cupak saat ini.
Itu adalah wajah tiga warga Nagari Cupak yang gugur dalam Agresi Militer Belanda, ketiganya berjuang mempertahankan kedaulatan nagari cupak agar tidak direbut oleh prajurit Belanda yang datang dari arah Padang ke Solok saat peristiwa Agresi Militer Belanda ke II atau sesudah Belanda mengingkari Perjanjian Linggar Jati. Waktu itu militer belanda melakukan pembersihan dihampir seluruh daerah di tanah air, termasuk di Cupak. Namun rakyat di Cupak sudah siap. Sebab, sebelum Belanda datang, pemuda Cupak telah bergabung dengan Markas Komando Resimen II Batalyon Banteng yang pindah dari Lubuak Aluang ke Solok. Namanya juga berganti dengan Mustika Kuranji. Disana Pemuda dilatih berperang, komandannya Letkol. Ahmad Hussein. Wanita dan anak-anak di ungsikan, kebutuhan perang di suplay di Nagari Cupak.
Siang itu, tentara Belanda melakukan konvoi atau iring-iringan dari arah Padang menuju Solok, akibatnya nagari cupak harus dilewati tentara. Kala melintasi kawasan Cupak, iring-iringan prajurit tempur Belanda mengalami kesialan, mereka mendapat perlawanan heroik dari Pemuda dan rakyat Nagari Cupak. Sejarah mencatat banyak aksi serupa terjadi juga di hampir seluruh palagan Jawa dan Sumatera. Aksi-aksi tersebut cukup membuat kedudukan militer Belanda berada di ujung tanduk.
Kala itu, untuk menuju Nagari Cupak, militer Belanda masuk ke Pedalaman Sumatera Barat melintasi kawasan Indarung yang terus ke Lubuk Lasih. Dengan kekuatan tempurnya terdiri dari 3 thank baja dan 9 truk dengan pasukan lebih kurang 2 kompi. Mendapat informasi bahwa militer Belanda akan masuk ke Cupak, pemimpin di Cupak mengadakan pertemuan kilat (konsolidasi) di Koto Anau untuk mengatur siasat perang. Karena Nagari Cupak letaknya strategis dan merupakan penghubung antara Koto Anau dan Gantung Ciri, maka diputuskan gerak maju pasukan Belanda harus ditahan di Cupak. Jika Nagari Cupak berhasil diduduki Belanda, putuslah hubungan antara Koto Anau dan Gantuang Ciri serta Muara Panas.
Menurut Siam Muncak Sutan dalam “Sejarah Perjuangan Nagari Cupak Kab. Solok tahun 1945-1949” yang ditulis oleh Drs. H. Hasan Basri Dt. Maharajo Indo, Dkk yang disampaikan pada Tim Kabupaten Solok/Angkt. 45 pada tahun 2003 dapat diketahui bahwa saat itu rakyat dan pejuang yang ikut dalam konsolidasi mengatur strategi dan kekuatan tempurnya, tepat pada suatu waktu menjelang tengah malam Pejuang telah berada di Selatan, tepatnya di Sawah Bukik dan Gaduang Dama dengan tugas menyerang dibawah komando Letda. Yulius Atom dan didampingi Muhammad Said (anggota BPNK yang tengah cuti). Sementara di arah Barat, pejuang menduduki perbukitan Titian Batu dan Tanah Lapang Balai Buruak dengan tugas menghancurkan pasukan Belanda yang terdesak mundur. Dengan begini, militer belanda yang melancarkan actie product terkepung oleh pejuang. Kedatangan mereka itu dihadang oleh rakyat Nagari Cupak hingga terjadi pertempuran sengit antara militer Belanda dengan pejuang.
Tanggal 22 Desember 1948, pemuda dan rakyat serta TNI bertempur di Cupak mempertahankan kedaulatan republik dan nagari tercinta dari keinginan Belanda yang ingin kembali berkuasa di tanah air saat Republik masih muda. Kala itu, banyak korban dari pihak pejuang dan Belanda. Dari catatan sejarah disebutkan ada sekitar 5 orang pejuang yang gugur di Tambun Tulang, begitu juga di pihak Belanda. Tidak diketahui jumlah korban secara pasti, namun rakyat berhasil mempertahankan kedaulatan.
Bobby Hendri F. , seorang Mahasiswa Sastra Universitas Andalas dalam skripsinya “Nagari Cupak masa Revolusi 1945-1949“, menuliskan peristiwa tanggal 24 Desember 1948 saat pejuang menggempur Militer Belanda dengan cara tak biasa. Kala itu prajurit Belanda sedang tidur, pejuang kita mengusik tidur mereka dengan melepaskan 2 karung lebah (tawon) ketempat penginapan pasukan Belanda di Solok. Karena tidak siap, prajurit itu berhamburan keluar penginapannya, kebanyakan diantara mereka tidak memakai pakaian, hanya mengenakan celana dalam dan tidak bersenjata.
Masih dari sumber yang sama diketahui bahwa saat itu pejuang kita menggunakan alat seadanya menggempur tentara belanda, ada yang memakai sabit, golok, parang dan pistol hasil rampasan perang. Malam hari yang tenang itu menjadi heboh lantaran banyak tentara dari pasukan belanda yang terbunuh oleh pejuang republik. Setelah pasukan belanda tewas, pejuang mengambil granat, pistol dan senapa milik belanda dari tangan prajurit belanda yang tewas.
Pertempuran demi pertempuran melawan penjajah Belanda terus dilakukan oleh rakyat di Nagari Cupak. Ibu-Ibu mendirikan dapur umum dan Anak gadis kebanyakan menyediakan makanan untuk pejuang dari pengungsian di ladang-ladang mereka, sementara yang laki-laki ikut ke medan tempur. Tidak terhitung jumlah korban dari kedua belah pihak akibat peperangan di Cupak, karena saat itu Belanda membumi hanguskan Nagari Cupak akibat kemarahan tentara Belanda terhadap pejuang kita yang mengusik ketenangan mereka. Peristiwa bumi hangus ini kemudian dikenal sebagai “Cupak Lautan Api“. Jika kamu berasal dari Nagari Cupak dan memiliki nenek atau kakek yang hidup ditahun itu sampai sekarang, diyakini mereka tahu peristiwa tersebut lantaran akibat ada pembumihangusan itu lahirlah sebuah lagu berjudul “Cupak Lautan Api“, konon lagu itu akan dijadikan Mars Nagari Cupak.
Disaat perang inilah gugur 3 orang warga Cupak yang perjuangan mereka digambarkan oleh tugu pahlawan itu. Mereka adalah Muhammad Said (Polisi ex. Gyu Gun) dan Baharudin Ramus serta Data R. Mangkuto (Anggota Barisan Pemuda Penjaga Kota dan Nagari). Ketiganya dimakamkan di Taman Pahlawan Balai Pandan.
Sekitar bulan November tahun 1949 pasca Konferensi Meja Bundar di Den Haag dilakukan, tentara Belanda meninggalkan Solok, termasuk Nagari Cupak. Semua pintu dan jendela rumah rakyat ditutup agar tidak melihat militer belanda melintas. Namun, seorang pejuang bernama Jusan dengan gagah berani mengikatkan sang saka Merah Putih dikeningnya. Sambil memegang bambu runcing, ia berdiri tegap mengawal Merah Putih yang berkibar sejak sebelum militer Belanda di Bagodang (Pos Ronda) di Persimpangan menuju Sawah Taluak.
H. Amura dalam “Sejarah Revolusi” mencatat bahwa pada tanggal 27 Desember 1949, tentara Belanda menyerahkan kekuasaan mereka atas Sumatera Tengah di Kota Padang. Meskipun kedaulatan telah diserahkan, penderitaan rakyat nagari cupak begitu saja. Peristiwa yang mengguncangkan bathin selama pendudukan Belanda di Cupak tidak akan pernah terlupakan oleh keturunan orang Cupak, sebab untuk menenang pejuang yang gugur, nama Masjid Raya Cupak juha diberi nama Masjid Syuhada sebagai bentuk penghormatan kepada pejuang yang gugur di Cupak.
Peranan Nagari Cupak melawan Belanda dalam Agresi Militer Belanda ke II membuat Pemerintah Pusat menghadiahi Nagari Cupak sebagai Desa Pejuanh Sangat Berjasa kala itu. Penghargaan itu tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 10/IIR/IV/DKS/1/1996 tanggal 10 Januari 1996. Melalui Keputusan itu, Menteri Sosial RI memberikan dana ke Nagari Cupak sebesar Rp. 10 Juta dalam rangka Pencanangan Gerakan Nasional Pelestarian dan Pengamalam Nilai Kepahlawanan (GPPNK). *** Risko Mardianto, SH
Discussion about this post