Payakumbuh – Terkait kalender 2020 yang diluncurkan Koperasi TP PKK Payakumbuh disikapi langsung Sekdako Payakumbuh Rida Ananda, di Balaikota Payakumbuh, Jum’at (6/3) kemarin, dirinya mengaku sudah memanggil staf terkait dengan pengadaan kalender itu dan memerintahkan auditor Inspektorat untuk melakukan pemeriksaan dalam pengadaan kalender itu.
Menurutnya, tidak ada paksaan dalam penjualan kalender kepada perangkat daerah. Hanya saja dalam mengajak perangkat daerah berpartisipasi, ada kealpaan stakeholder dan OPD penanggung jawab.
Sehingga, surat ajakan untuk berpartisipasi, seolah-olah terkesan paksaan terhadap perangkat daerah. Makanya, surat ajakan berpartisipaai mengambil kalender kepada perangkat daerah, diminta untuk ditarik kembali.
“Itu sudah hasil rekomendasi Inspektorat, untuk menarik surat partisipasi tersebut. Saya sudah perintahkan pejabat bersangkutan untuk menarik surat dimaksud,” tegasnya.
Dijelaskan Rida, pencetakan kalender itu dilakukan sepenuhnya oleh Koperasi Cemara yang notabanenya binaan TP PKK Payakumbuh. Kalender dicetak dalam jumlah terbatas, hanya 300 eksemplar. Kalender ini diperuntukkan untuk kalangan internal, anggota PKK sendiri.
Namun, sebut Rida, karena ingin mensosialisasikan program-program PKK kepada masyarakat dan perangkat daerah di jajaran pemko, makanya timbul inovasi dari pengurus untuk mendistribusikan kalender kepada perangkat daerah.
“Tapi, karena kita mengakui ini sebuah kealpaan. Makanya, kita minta persoalan ini dijernihkan dan meminta pihak koperasi mengembalikan uang beberapa perangkat daerah yang terlanjur melakukan transaksi,” jelas Sekda.
Terpisah, menanggapi hal tersebut, Penggiat Anti Korupsi, Ady Surya, SH, MH, ramainya rumor tak sedap itu dalam bincang- bincangnya paparkan kepada media ini, jika benar hal tersebut pelaku pungutan liar tidak hanya dapat dijerat dengan pasal KUHP. Pelaku juga mungkin dijerat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ady Surya menambahkan, umumnya, praktik pungutan liar dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan. Jika pelaku merupakan pegawai negeri sipil, akan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun. Namun, ada ketentuan pidana yang ancaman hukumannya lebih besar dari itu, yakni Pasal 12 e UU Tipikor.
“Pungli itu bisa kita katakan sebagai korupsi. Ada Pasal 12 e di sana dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Jika benar adanya gejolak para ASN tersebut meskipun dengan kemasan “Partisipasi” penjualan Kalender ala Tim Penggerak PKK yang dikomandoi isteri Walikota dalam suratnya bersama Kepala DP3A&P2KB kota Payakumbuh, Drs. Syahnadel Khairi, seyogyanya bisa di sidik Tim Saber Pungli,” ujar Ady.
Ditambahkan Ady Surya, dalam penyalahgunaan wewenang ini tidak ada istilah kealpaan kecuali membuat surat dan menandatangani surat dalam keadaan tidur atau dalam keadaan mabuk.
“Ketahuan baru ditarik surat. Walaupun ditarik surat, yang berwenang terkait pendistribusian kalender PKK tersebut tetap telah terjadi penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara (Onrechtmatige Overheadaad),” pungkasnya. (bbz)
Discussion about this post