Oleh : Syafri Piliang
(Wartawan Muda)
Miris gontai langkah terakhir Ngah Sar pejabat di ujung usia dinasnya. Di balik tirai kekuasaan yang silih berganti, terselip sosok yang selama ini berdiri di garda terdepan, menyuarakan, membela, dan menyusun strategi demi kemenangan sang srikandi dari deru hantaman politik kotak kosong yang kian masif.
Namun Ia bukan hanya seorang loyalis, tapi sering dijuluki sebagai “timses tangguh ” dan figur yang tak lelah bergerak di medan politik, meski tak terkesan dengan cara terang-terangan. Menyelinap, untuk mencari suara , mendatangi sanak keluarga dan teman sebaya tanpa kenal lelah.
Namun, ironi menggantung pekat di penghujung pengabdiannya. Jabatan yang diimpikan, yang mestinya menjadi buah manis dari kesetiaannya, justru datang ketika usia dinas hampir habis.
Waktu tak bisa diajak kompromi. Kalender pensiun tinggal hitungan Bulan, dan peluang naik pangkat seakan hanya menjadi formalitas yang telat tiba “muda hampir tua telampaui pula” segitu benar lah dia dengan apa adanya.
Lelaki ini pernah menepi dari panggung birokrasi, nonjob di masa pemimpin sebelumnya. Ia menunggu dalam diam, menyusun harap di tengah ketidakpastian. Saat roda kekuasaan berputar dan pemimpin baru hadir, namanya kembali terdengar. dipercaya, kembali dilibatkan, namun… belum diangkat juga. Lalu usia menjegal langkahnya sontak terhenti seketika.
Meski ia dikenal memiliki kapasitas dan loyalitas, sistem birokrasi memiliki hitungannya sendiri. Usia, bukan hanya sedar angka, tetapi tembok yang membatasi langkah bagi banyak ASN yang telah terlalu lama menanti giliran.
Kini, ketika sebagian rekannya menapaki jenjang yang lebih tinggi, ia hanya mampu menatap dari pinggir. Satu-dua jabatan fungsional mungkin datang sebagai bentuk penghargaan, tapi tidak cukup untuk menghapus rasa bahwa ia “terlambat menang.”
Dan di sinilah ironi birokrasi terasa paling menusuk ,di mana yang tangguh bisa kalah oleh waktu, dan yang setia bisa pulang tanpa sempat duduk di kursi yang telah lama ia bantu perjuangkan. Kendati usia termakan oleh waktu, hati dan fikiran nan elok tetap membantu.
Biarlah waktu berlalu, keihklas dalam membantu sebuah makna yang tak akan keliru. Pemimpin boleh berganti, tapi kesetian dan pengorbanan tak dapat diukur. Niat baik belum tentu juga benar, tergadang ada maunya.
Masa pensiun tinggal beberapa Bulan lagi, niat hati membantu rekan sejawab yang dulu sama-sama duduk di kursi panjang tanpa jabatan, berbalut rasa senasib di masa pengasingan birokrasi. Kala itu, mereka adalah “korban” dari kepemimpinan sebelumnya—digeser, dibungkam, dan perlahan dilupakan. Tapi mereka tetap bertahan, menanti hari berganti, pemimpin berganti.
Ia dikenal tangguh. Di masa transisi, ia bergerak taktis sebagai tim pemenangan. Nama dan tenaganya melekat dalam strategi. Loyalitasnya teruji. Banyak yang menaruh harap, bahwa saat sang pemimpin baru duduk di tampuk kekuasaan, masa kejayaan akan datang kembali bagi teman sejawabnya yang dulu pernah tersingkirkan. ia pun menitip pesan kepada pemimpin baru, agar yang dulu pernah menduduki kursi panjang tak terlupakan (nonjob) *
Discussion about this post