Tanah Datar – Usai viral kasus oknum Debt Collector (DC) yang diduga memaki maki salah seorang Bhabinkamtibmas beberapa waktu lalu terkait penarikan paksa mobil selebgram Clara Shinta, netizen di Tanah Datar kembali santer dihebohkan dengan adanya pesan berantai melalui WhatsApp yang mengatasnamakan himbauan pengadilan.
Himbauan bernarasikan yang diawali dengan tanda bintang itu berbunyi: “Himbauan Pengadilan *Kalo ada debt Collector, Hendaklah masyarakat gerebeg tangkap* (catatan: serah kan ke polisi / Polsek atau polres). *Karena mereka tidak ubah nya seperti para Begal terang2an.* Masyarakat harus tahu ini,”.
Saat awak media Reportaseinvestigasi.com Selasa, 28 Februari 2023 mencoba mengkonfirmasi terkait himbauan tersebut, Ketua Pengadilan Negeri Batusangkar Hanifzar, SH, MH ditemui di kantornya membantah hal tersebut.
Hanifzar mengatakan kepada media, jika ada informasi terkait pengadilan yang mengeluarkan statement, perlu dicari tahu kebenarannya.
“Pengadilan bukan tempat lembaga untuk mengeluarkan statemen statemen, itu yang pertama dulu,” kata Ketua PN Batusangkar.
“Pengadilan tidak dalam fungsi mengeluarkan statement apapun, apalagi untuk memulai suatu persoalan masyarakat. Mengenai pengadilan yang mengeluarkan statement itu perlu ditelusuri benar atau tidak beritanya. Karena pengadilan, sama seperti yang sudah kita lakukan selama ini, kita ini sebetulnya lembaga yang bersifat pasif. Ibaratnya kita ini merujuk kepada UU kan ada bahasanya menerima, memeriksa, mengadili, memutus perkara artinya menerima. Nanti kalau ada perkara kita terima, baru kita lanjutkan kita periksa, kita adili baru kita putus, tidak lebih dari itu. Kalau tidak ada yang diterima mohon maaf, tidak ada perkara tidak akan terjadi proses pengadilan,” ungkap ketua pengadilan.
Seterusnya menyambung narasi di atas, Ketua PN Batusangkar menjelaskan kapan pengadilan mengeluarkan statement, dan siapa saja yang berwenang menyampaikan informasi dari hasil proses pengadilan itu sendiri.
“Statement kita itu, diucapkan kalau ada perkara ada putusannya. Kalau baru permohonan ada penetapannya, barulah ada statementnya di situ. Jadi statement itu adalah yang terungkap, yang diungkapkan, yang diuraikan di dalam putusan atau penetapan, tidak ada di luar itu. Palingan ada di samping itu, misalnya kalau ada yang mau disampaikan mengenai suatu perkara kita bisa tunjuk humas kita untuk menjelaskan, tidak akan lari dari konteks perkara, kira kira seperti itu. Saya menyatakan itu bukan tugas kita, kalaupun ada berita perlu ditelusuri kebenaranya. Karena saya yakin, pimpinan pimpinan pengadilan mengerti masalah ini, kita tidak dalam posisi mengeluarkan statement. Beda dengan pengacara, advokat, bisa saja press rilis ataupun konferensi pers,” jelas Hanifzar.
Selanjutnya Ketua PN Batusangkar saat ditanya mengenai persoalan perdata terkait penarikan kendaraan yang dilakukan oleh pihak leasing, Hanifzar mengatakan tidak dibenarkan adanya upaya paksa.
“Lihat dulu perjanjian awalnya, dari situ kita bisa lihat siapa yang benar siapa yang salah. Apakah itu masuk ke ranah pidana, atau perdata. Kalau perdata, tidak ada upaya paksa dari masing masing orang. Upaya paksanya ada pada pengadilan, itu yang pertama. Jadi, tidak ada upaya paksa dari masing masing orang, yang ada atas perintah pengadilan yang dilakukan oleh pejabat pengadilan,” tuturnya.
Lebih lanjut Ketua PN Batusangkar menjelaskan, soal keamanan kedua belah pihak antara debitur dengan kreditur.
“Untuk kuatnya ke dua belah pihak, untuk jaminan kedua belah pihak, apalagi ketika berurusan dengan pembiayaannya banyak seperti mobil, atau juga alat berat. Biasanya yang punya pembiayaan/lembaga pembiayaan ini diikatlah dengan fidusia, itu kuncinya. Intinya adalah secara sederhana kalaupun sudah ada perjanjian fidusia, sebenarnya yang punya lembaga pembiayaan ini tidak boleh menarik asal asalan juga seperti cerita kita tadi, ambil dijalan, tarik dijalan gak boleh juga, ada aturannya. Kan sudah saya bilang tadi, tidak boleh ada upaya paksa oleh masing masing. Upaya paksanya adalah ke pengadilan. Sesuai fidusia, kalaupun macet, sesuai perjanjian itu macet tidak bisa diselamatkan atau tidak bisa diatur lagi mestinya lembaga pembeli ini pergi ke pengadilan meminta eksekusi fidusia tadi, karena sudah diikat dengan irah irah namanya ‘Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa’, itu didaftarkan oleh notaris, nanti Kemenkumham keluarkan sertifikat fidusia,” terangnya.
Hanifzar melanjutkan, itulah dasarnya mendaftarkan ke pengadilan, yang singkat ceritanya akan disita oleh pengadilan kemudian dilelang menurut pelelangan umum.
“Terus uangnya, digunakan untuk pelunasan utangnya, kalau bersisa uangnya dikembalikan kepada yang punya hutang. Itu sebetul hukumnya. Jadi kalau pun kreditnya macet penarikannya harus melalui putusan pengadilan. Jika yang punya hutang merasa dirugikan secara perdata ada jalanya, bisa ke pengadilan langsung, atau ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Itu perdatanya, jika pidananya adukan saja ke polisi, terserah polisi apakah itu nanti ada unsur pidananya seperti cerita tadi jika diambil kendaraanya di tengah jalan, diserobot kendaraanya, atau diambil alih (dirampas), adukan ke polisi nanti polisi yang menilai. Apakah ada unsur perampasan, apakah ada unsur pencurian atau bagaimana,” tutupnya. (Spa)
Discussion about this post