Agam, R. Investigasi — Beberapa kejanggalan dalam menangani sengketa permohonan penerbitan Sertifikat yang diajukan oleh Masyarakat ke Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Agam terungkap. Hal ini diduga terjadinya kelalaian yang dilakukan oleh BPN, mengingat hampir satu tahun permohonan penerbitan Sertifikat diajukan, namun hingga kinipun untuk pengukuran saja belum dapat dilakukan. Keluhan itu disampaikan oleh Mardiana, masyarakat Jorong Koto Malintang, Nagari Koto Tangah, Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam, Propinsi Sumbar, yang mengaku sudah hampir satu tahun, terhitung sejak awal bulan juni 2019 silam mengajukan dua buah permohonan penerbitan Sertifikat ke BPN Agam, namun hingga saat inipun belum dilakukan pengukuran lokasi.
“Pengajuan tersebut hampir setahun sudah Saya masukan, tapi hingga saat inipun objek yang saya ajukan tersebut masih belum diukur,” keluh Mardiana pada Wartawan. Dirinya juga mengungkap bahwa beberapa hari setelah pengajuan tersebut, memang ada pihak lain yang mengajukan keberatan, namun bukti yang mereka ajukan sudah dicabut oleh pejabat Walinagari.
“Memang sebelumnya ada pihak dari Suku Payobada kaum Datuak Asa Mantari Nan Kuniang Koto Malintang atas nama Ernawati dan Nurma Faimi yang mengajukan keberatan atas permohonan saya ke BPN tersebut, dengan mengajukan bukti Surat Pernyataan Kepemilikan Tanah tertanggal 01 Maret 2016, namun saat mediasi terjadi belakangan surat yang mereka ajukan sebagai bukti diketahui telah dicabut oleh Walinagari Koto Tangah, yang diikuti pencabutan tanda tangan oleh Jorong Koto Malintang, Ketua Kerapatan Adat Jorong (KAJ) Koto Malintang, Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Koto Tangah, dan Walinagari Koto Tangah sendiri. Namun anehnya, pihak BPN tetap ngotot tidak mau melanjutkan proses permohonan Sertifikat yang saya ajukan,” katanya.
Selain dari bukti keberatan rivalnya yang telah dicabut, Mardiana juga mengaku sudah melaporkan kejadian upaya perampasan Objek Tanah miliknya itu ke pihak kepolisian resort Bukittinggi. “Bukti surat mereka sudah saya laporkan ke Polres Bukittinggi, dan terungkap bahwa Surat tertanggal 01 Maret 2016 yang mereka gunakan untuk menyanggah proses yang saya ajukan di BPN, didalangi oleh Kepala Kaum mereka sendiri yaitu Arjon Dt Asa Mantari Nan Kuniang. Tak tanggung-tanggung Arjon juga berani memalsukan tandatangan Kepala Warisnya Angku Kayu Gadang yang telah dibuktikan oleh hasil Laboratorium Forensik Polisi, sehingga Arjon Dt Asa Mantari Nan Kuniang saat ini sudah ditahan oleh pihak Kejaksaan Bukittinggi yang mana Sidangnya saat ini tengah berlangsung di Pengadilan Negeri Bukittingi. Namun, meskipun demikian pihak BPN tetap enggan melanjutkan proses pengajuan sertifikat yang saya ajukan,” ungkapnya.
Hal senada juga dikeluhkan oleh Mulliyadi suami Mardiana. Sebab sang suami yang intens melakukan proses pengajuan tersebut, berdasarkan kuasa yang diberikan Mardiana merasa dipermainkan sedemikian rupa oleh pihak BPN Kabupaten Agam. “Saya betul-betul merasa dipermainkan oleh pihak BPN Agam Pak, sebab sudah hampir setahun proses sengketa dilakukan BPN, dan bahkan BPN hingga saat inipun masih meminta pihak KAN Koto Tangah untuk menyelesaikannya di tingkat Nagari dengan mengirimkan surat ke KAN pertanggal 20 Maret 2020. Padahal dalam surat yang diajukan oleh Pihak Ernawati dan Nurma Faimi jelas-jelas sudah dicabut oleh Walinagari Koto Tangah, serta Ketua KAN Nagari yang disurati oleh BPN sendiri sudah mencabut tandatangannya,” sebut Mulliyadi pada Wartawan.
Ia juga menjelaskan, bahwa hal itu diketahui datangnya surat panggilan dari KAN Nagari Koto Tangah kepada Istrinya tertanggal 19 April 2020. “Kita tidak habis fikir Pak, kenapa proses di BPN tersebut bisa berbelit-belit seperti ini, padahal seluruh persyaratannya sebelumnya sudah dinyatakan lengkap oleh BPN itu sendiri. Dan yang lebih anehnya lagi, berdasarkan surat yang dikirimkan oleh KAN perihal adanya surat dari BPN untuk menyelesaikan sengketa pengajuan pembukuan Tanah tersebut, justru KAN mengatakan bahwa ‘Permohonan Sertifikat atas nama Sdr Mardiana untuk pengukuran, BPN belum dapat melaksanakannya dikarenakan permohonan Sdr Ernawati dan Nurma Faimi tetanggal 10 Juni 2019 diterima keberatan/gugatannya’, lah inikan semakin aneh, apa mungkin BPN Agam sudah beralih fungsi menjadi Lembaga Peradilan, karena sudah bisa menerima Gugatan dari masyarakat” tanyanya heran.
Menurut Mulliyadi, sekitar awal Maret 2020 lalu, pihak Kejaksaan Negeri Bukittinggi pun, juga telah menjelaskan kepada BPN Agam perihal bukti surat yang diajukan oleh Ernawati dan Nurma Faimi, bahwa bukti tersebut telah disita sebagai barang bukti oleh pihaknya dalam dugaan Pemalsuan Surat atas Tersangka Arjon Dt Asa Mantari Nan Kuniang.
Namun entah apa maksud dan tujuannya, pihak BPN Agam tetap saja bersekukuh untuk tidak melanjutkan proses penerbitan Sertifikat tersebut. “Saya dan Istri saya betul-betul merasa aneh atas kejadian ini Pak, terkecuali bukti-bukti kepemilikan Objek tanah tersebut tidak terpenuhi berdasarkan UU yang berlaku, tapi inikan tidak…. tapi kenapa BPN Agam terkesan mempersulit kami,” tanyanya heran.
Perihal belum dilaksanakannya proses lanjut Penerbitan Sertifikat atas nama Mardiana tersebut juga dibenarkan oleh pihak BPN Kabupaten Agam. Melalui bidang sengketa BPN Agam Alfredo kepada Wartawan mengatakan bahwa maksud dari ucapan diterimanya “Gugatan” tersebut adalah gugatan proses penerbitan, namun bukan gugatan kepemilikan. “Objek permohonan penerbitan sertifikat atas nama ibu Mardiana memang sudah hampir satu tahun ini masuk dalam ranah proses sengketa kita, sebab ketika kita melakukan upaya pengukuran lokasi, kita mendapatkan perlawanan dari pihak penggugat,” katanya. Alfredo yang awalnya enggan memberikan keterangan tersebut dikarenakan bukan kewenangannya, kepada Wartawan mengatakan bahwa proses yang dilakukannya sudah berdasarkan ketentuan yang berlaku di BPN.
“Kita tidak melalaikan permohonan masyarakat loh, sebab dalam sengketa yang ada kan belum ada upaya damai yang terjadi. Sebab kedua belah pihak merasa benar sendiri, sehingga mediasi terpisah yang kita lakukan belum menemui jalan penyelesaian, sehingga memunculkan niat bagi Kita untuk mengembalikan penyelesaian tersebut ke pihak KAN Nagari Koto Tangah dimana lokasi Objek berada,” katanya.
Ketika ditanya apakah upaya penyelesaian sengketa yang terjadi tidak memiliki batas dalam aturan perundang-undangan, Alfredo mengatakan itu memang ada selama 90 hari, namun hitungannya bukan dari awal tanggal gugatan sanggahan masuk.
“Gini Pak, dalam hal adanya sengketa pengajuan Sertifikat di BPN dengan batas waktu 90 hari tersebut, itu kita hitung sejak surat yang kita kirimkan ke KAN Nagari Koto Tangah tertanggal 20 Maret 2020 tersebut, bukannya dari tanggal masuknya Gugatan keberatan dari Ernawati dan Nurma Faimi itu Pak, walaupun Surat pernyataan keberatan mereka sudah kita terima sejak tanggal 10 Juni 2019 silam. Dan lagian, kita juga telah lakukan 3 kali upaya pengukuran lokasi loh, tapi nyatanya kita selalu mendapatkan upaya penghalangan dari pihak penggugat. Nah… atas dasar itulah guna melanjutkan upaya penyelesaian sengketa tersebut kita kembalikan masalah ini kepada unsur Kerapatan Adat Nagari Koto Tangah. Jadi tidak benar jika Kita dikatakan pihak pemohon melalaikan proses pengajuan sertifikat atas nama ibu Mardiana tersebut,” pungkasnya. (Jhon)
Discussion about this post