Oleh Syafri Piliang
Wartawan Muda
Dharmasraya – Harapan besar yang dulu bergelora saat masa kampanye pemilihan kepala daerah di pilkada serentak 2024 silam, kini perlahan mulai meredup.seperti lantera kehabisan minyak.
Seratus hari sudah berlalu sejak bupati pilihan rakyat Dharmasraya dilantik menjadi orang nomor wahid di bumi mekar itu. Namun publik mulai mempertanyakan sejauh mana realisasi janji-janji yang pernah dilontarkan di hadapan konstituen.
Alih-alih menunjukkan gebrakan nyata, kepemimpinan baru ini justru dinilai sejumlah kalangan “jauh panggang dari api”. Program kerja yang pernah dielu-elukan masih belum terlihat bentuknya.
Sementara Visi dan Misi ” Dharmasraya Sejahtera Merata” yang sempat dikemas manis dalam balutan narasi perubahan, kini seperti nahkoda kehilangan arah ditengah samudra gelombang laut yang tak berpangkal dan tak pula berujung.
Tak sedikit masyarakat yang merasa kecewa terlebih lagi timses dan parpol pengusung. Sebagian menilai, sang bupati seperti lupa terhadap selebaran yang berisikan 12 prioritas program kerja disaat melakukan kompanye untuk mendapatkan suara melawan kotak kosong.
Janji-janji manis yang pernah digaungkan di podium kampanye, kini seolah hanya tinggal kenangan yang hilang terbawa arus sungai batanghari yang mengular sampai ke negeri Jambi.
“Dulu kami percaya, beliau membawa harapan baru. Tapi sekarang, belum ada yang terlihat. Malah yang kami rasakan, komunikasi dengan masyarakat juga makin jauh,” ujar salah seorang warga sungai rumbai Agus Salim ex anggota DPRD Dharmasraya priode 2009 s/d.2014.
Beberapa pengamat lokal pun angkat bicara. Mereka menyebut, kegagalan dalam memanfaatkan momentum 100 hari pertama adalah sinyal awal pertanda lemahnya arah kebijakan.
“Padahal, di masa ini kerap dijadikan ukuran awal komitmen dan keseriusan kepala daerah dalam merealisasikan janji politik. Artinya, supaya tidak terjadi kesenjangan antara janji politik dengan implementasinya, diperlukan upaya konkret sejak awal masa jabatan.”
Meski demikian, tak semuanya gelap. Masih ada waktu untuk membuktikan diri. Bupati Dharmasraya perlu bergerak cepat, mengejar ketertinggalan dan membangun kepercayaan publik yang mulai terkikis dan tergerus oleh waktu yang terus berjalan.
Warga berharap, bukan sekadar kerja simbolis atau pencitraan semata, melainkan kerja nyata yang menyentuh kebutuhan masyarakat yang saat ini terhimpit oleh beban ekonomi yang amat sulit.
Karena sejatinya, kekuasaan yang diberikan oleh rakyat, harus kembali untuk kesejahteraan rakyat pula dan bukan malah sebaliknya.
Di tengah banyaknya piring kotor yang harus dibersihkan dari urusan birokrasi hingga kepelayanan publik. Di sisi lain janji kampanye yang tak kunjung ditepati.
Dilain sisi pemerintah daerah justru malah tampak sibuk dengan urusan-urusan seremonial. Waktu berjalan, namun realisasi program kerja masih jauh dari harapan semula.
Tak hanya masyarakat yang mulai kecewa, di dalam tubuh pemerintahan sendiri pun gejolak mulai terasa. Para Aparatur Sipil Negara (ASN) terlihat gelisah.
Ketidakjelasan arah kebijakan membuat mereka bertanya-tanya, kemana sebetulnya kapal pemerintahan ini hendak berlayar.
Meski sebagian dari mereka telah menandatangani perjanjian kinerja (PK), hal itu belum menjawab pertanyaan besar, apa tujuan konkret yang ingin dicapai dalam waktu dekat ..?
Sepertinya instruksi masih tumpang tindih, komunikasi vertikal tak optimal, dan visi-misi kepala daerah belum benar-benar dapat diterjemahkan dalam aksi nyata birokrasi yang saat ini masih galau.
Namun implementasi di tengah ketidakpastian ASN yang Galau terkait visi dan misi pemimpin
saat terjadi dinamika atau perubahan kepemimpinan, memang sangat berpengaruh terhadap kinerja dan semangat Aparatur Sipil Negara (ASN).
Apalagi bila terjadi ketidakjelasan arah visi dan misi pemimpin, hal ini dapat membuat ASN merasa tidak yakin dengan prioritas kerja, khawatir terhadap keberlanjutan jabatan, atau ragu dalam mengambil inisiatif.
Kesimpulannya program pemerintah di tengah ketidakpastian menuntut kepemimpinan yang komunikatif, penguatan budaya kerja, dan pengelolaan SDM yang adil.
Tentunya semakin jelas pemimpin mampu mengartikulasikan visi-misi dan memastikan arah organisasi, semakin kecil kegamangan ASN. Dengan begitu, roda pemerintahan tetap bisa berjalan optimal meskipun di tengah dinamika yang sedang terjadi.
“Seolah kami bekerja dalam kabut. Ada kontrak kerja, tapi arah dan peta jalannya masih samar alias kabur, ” ungkap salah seorang ASN yang enggan menyebutkan jati dirinya.
Kondisi ini tentu bukan hanya menyulitkan bagi jalannya roda pemerintahan optimal, akan tetapi juga menciptakan ketidakpastian di internal birokrasi di lingkungan pemerintahan yang dipimpin oleh duo srikandi itu.
Padahal, birokrasi yang solid dan memahami arah gerak merupakan salah satu kunci dalam mengeksekusi janji-janji politik kepala daerah diwaktu berkompanye untuk mendapatkan simpati rakyat badarai yang sedang menagih janji itu, tapi sampai kapan..? entah lah hanya waktu yang bisa menjawab.*
Discussion about this post