Dharmasraya — Dugaan carut-marut pengelolaan dana di Koperasi LPN (Lumbung Pitih Nagari) Pulau Mainan, Kecamatan Koto Salak, kembali mengemuka. Sejak 2015 hingga 2025, koperasi yang menjalankan praktik layaknya lembaga perbankan itu disinyalir beroperasi tanpa transparansi.
Dan yang lebih parah lagi, sudah tiga tahun berturut-turut tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Perkoperasian.
Koperasi yang beranggotakan 150 orang dan kurang lebih 16 ribu nasabah simpan pinjam. Mereka meminta pertanggungjawaban dari dana masyarakat itu. Pengurus dituding tidak pernah menjelaskan posisi keuangan, kemana aliran dana bergerak, dan bagaimana seharusnya hak anggota maupun nasabah dilindungi.
Akibatnya, kecurigaan dan nerbagai spekulasi liar berkembang di tengah masyarakat. Aksi protes dan demo nasabah telah berulang kali terjadi, namun tetap tidak membuahkan jawaban. Pengurus cenderung bungkam terkesan seolah-olah dana yang dikelola bukan milik publik.
Satu orang pengurus sudah menjadi tersangka yakni dugaan Penggelapan, Penipuan, hingga tindak pidana Perbankan. Kopersi yang berkedok perbankan tanpa mengantongi izin layaknya bank lain yang berada didaerah itu.
Aroma masalah di koperasi ini akhirnya menyeret satu nama. Melalui Surat Ketetapan Penetapan Tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Barat, Nomor TAP/18/VII/Res.1.11/2025/Ditreskrimum tanggal 3 Juli 2025, seorang pengurus bernama Suratno bin Amat Diman (alias Ratno).
Ia telah resmi ditetapkan sebagai tersangka.Penetapan status tersebut mengacu pada hasil gelar perkara 30 Juli 2025. Dalam laporannya, penyidik menyimpulkan terdapat dugaan kuat terjadinya tindak pidana di lingkungan kantor Koperasi LPN Nagari Pulau Mainan.
Pasal yang disangkakan tidak main-main yaitu Pasal 374 sub 372 KUHP penggelapan dalam jabatan/penggelapan biasa dan pasal 378 KUHP penipuan.
Dan pasal 46 ayat (1) UU Nomor 10/1998 tentang Perbankan yaitu praktik perbankan tanpa izin serta penyalahgunaan kewenangan keuangan dan pasal 55–56 KUHP penyertaan tindak pidana.
Kasus ini terungkap setelah sejumlah nasabah mempertanyakan hilangnya dana mereka sejak insiden yang diketahui pada Senin, 04 September 2023.
Sementara UU perkoperasian sudah diterangkan dengan jika gagal bayar, pengurus dan pengawas wajib bertanggung jawab.
Masalah di LPN Pulau Mainan tidak berhenti pada satu tersangka. Pasal 34 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dengan tegas menyebutkan, jika koperasi bangkrut atau gagal bayar, maka yang bertanggung jawab adalah pengurus, manajer, dan badan pengawas.
Artinya, persoalan ini tidak bisa hanya berhenti di satu orang. Kewajiban hukum melekat pada seluruh struktur pengelola koperasi.
Di tengah kian banyaknya laporan kerugian anggota, absennya RAT, serta dugaan praktik perbankan ilegal, publik kini menuntut penyidikan yang lebih luas.
Yang jadi pertanyaan apakah ada pihak lain yang ikut terlibat, ke mana sebenarnya dana para anggota itu mengalir..? Dan mengapa koperasi ini dibiarkan beroperasi tanpa akuntabilitas selama bertahun-tahun dan siapa yang salah.Nasabah menunggu dalam ke tidak pastian, aparat diminta kawal hingga tuntas
Sementara itu Kapolres Dharmasraya melalui kasat reskrim IPTU Evi Hendri Susanto.S.H, M.H membenarkan bahwa terkait dengan kasus tersebut sudah ditangani oleh Ditreskrimum Polda Sumbar,” jawab Evi singkat.
Kasus LPN Pulau Mainan kini menjadi sorotan masyarakat Dharmasraya. Para nasabah dan anggota yang merasa menjadi korban mendesak kepolisian mengusut tuntas, termasuk potensi keterlibatan pihak lain di internal koperasi. Dan apakah oknum pelakunya satu orang atau malah sebaliknya.
Masyarakat berharap proses hukum tidak hanya berhenti pada satu tersangka, tetapi menyentuh semua pihak yang diduga terlibat atau mengetahui dan membiarkan praktik penyimpangan itu berlangsung.
Para nasabah akan terus memantau perkembangan kasus ini hingga jelas siapa yang harus bertanggung jawab atas dana publik yang diduga diselewengkan untuk kepentingan pribadi. (SP)



Discussion about this post