Dharmasraya – Rakyat Dharmasraya rindukan sosok. pemimpin nan elok, bijak, arif dan merakyat. Karena itu, sudah sejatinya kepala daerah tak lagi menganut prinsip arogansi.
Hal itu disebabkan ranah minangkabau mempunyai prinsip dasar dalam adat dan budaya yang kuat dengan didasari “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi kitabullah” yang mesti kita jaga dan di junjung tinggi.
Adat basandi syarak berarti adat Minangkabau tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama Islam.Syarak basandi kitabullah berarti syariat yang diikuti bersumber dari Al-Qur’an sebagai pedoman utama.
Prinsip ini mencerminkan integrasi yang erat antara adat dan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.
Penerapan prinsip “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” dalam birokrasi Minangkabau, khususnya di daerah Sumatera Barat, tercermin dalam berbagai aspek tata kelola pemerintahan yang menyelaraskan adat, agama Islam, dan peraturan negara.
Kebijakan publik yang Islami dan beradat ,banyak kebijakan daerah mengakomodir nilai-nilai Islam, seperti pembelajaran Al-Qur’an di sekolah, pakaian sopan, dan pengaturan waktu kerja mengikuti waktu sholat.
” program pemerintah sering melibatkan unsur tokoh adat dan ulama agar sejalan dengan nilai lokal.
Keterlibatan lembaga adat dan agama, dalam proses perencanaan dan penyelesaian masalah sosial, seperti sengketa tanah ulayat atau perkawinan, pejabat pemerintah sering berkoordinasi dengan kerapatan adat nagari (KAN) dan ulama.
Jadi, prinsip ini tidak hanya sekedar slogan saja, tapi menjadi landasan filosofis, etis, dan praktis dalam membentuk birokrasi yang religius dan berbudaya.
Jika seorang pemimpin daerah bersikap arogansi tentu alamat negeri akan hancur. Bukan saja itu, dampak negatif pun tak hanya dirasakan oleh kalangan birokrasi, malah juga dirasakan masyarakat luas.
Untuk itu, sebaiknya kepala daerah jangan berlaku arogansi. Sebab, jika pemimpin arogan bisa menjadi sumber berbagai permasalahan dan akan berdampak terhadap menurunnya kepercayaan publik, hingga pembangunan mengalami stagnasi
Pengamat politik lokal, Armon Restu Budi, SH, Sp.Not mengemukakan, arogansi seorang kepala daerah biasanya ditandai dengan enggannya ia menerima kritikan, menolak masukan, serta memaksakan kebijakan tanpa mempertimbangkan aspirasi masyarakat.
“Ketika pemimpin merasa selalu benar, maka lahirlah keputusan yang tidak partisipatif dan berpotensi menimbulkan konflik,” ujarnya.
Kondisi ini, juga berdampak pada aparatur sipil negara (ASN), yang bekerja di bawah kepemimpinan tersebut. Tidak sedikit dari bisik – bisik para ASN menilai kerja dibawah tekanan dan tidak ritme kerja yang jelas. Yang pada gilirannya menganggu etos kerja aperatur negara.
Jika arah kebijakan politik dari seorang pemimpin baru tidak jelas, beberapa konsekuensi yang mungkin bakal terjadi di usia kabupaten yang baru menginjak 21 tahun ini.
Masa depan daerah tertumpang pada kebijakan kepala daerah yang membawa visi “Dharmasraya merata sejahtera”. Hal ini juga di sesuaikan dengan kondisi masyarakat yang beragam.
Ketidakpastian Ekonomi dan Investasi pelaku pasar, investor, dan pelaku usaha, lanjutnya, cenderung menahan keputusan besar karena tidak ada kepastian soal regulasi, perpajakan, atau prioritas pembangunan.
Ketidakstabilan politik yang dikarenakan ketidakjelasan arah, dapat memicu konflik internal dalam pemerintahan. Partai politik sebagai pengusung saat ini berdiam diri , karena tidak ada visi bersama yang mengarahkan.
Imbas dari ketidak pastian itu, dimana sebelumnya terjadi pengunduran diri kapala BAPPERIDA Pariyanto dan menyusul Plt Kadis PU Andar Atmaja bahkan informasi teranyar hari ini terjadi pemunduran diri sekda Adlisman Rabu (14/05/2025) yang disampaikan dalam apel pagi ASN lingkup Setdakab dharmasraya yang merupakqn pucuk pimpinan ASN di daerah yang berjuluk petrodolar itu.
Sekaitan dengan informasi tersebit kepala BKPSDM Yusrisal menjawab memang benar sekdakab mundurkan diri dan sudah Ia ajukan telaahan staf ke bupati. Dan tentu hal ini menunggu proses lebih lanjut.,” akuinya.
Kehilangan kepercayaan publik rakyat bisa merasa bingung atau kecewa. Jika janji kampanye tidak diterjemahkan ke dalam tindakan nyata atau tidak ada kejelasan visi pemerintahan dan ditambah lagi dengan belum adanya Perda terkait dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah ( RPJMD) yang nantinya akan menjadi turunan RPJMN yang sempat tercecer di tahun sebelumnya.
Selain itu, juga terlihat lambatnya proses administrasi dan reformasi. Yakni, terkait dengan reshuflle organisasi perangkat daerah (OPD). Sebab tanpa panduan yang jelas, birokrasi akan bingung dalam menjalankan program, menyebabkan inefisiensi dan stagnasi dalam pelayanan publik.
Nah..! dari kondisi itu semua akan membuka ruang bagi kelompok yang ingin manipulasi untuk mencapai kepentingan ataupun tujuannya guna mendorong agenda mereka sendiri, ibaratnya mau menanangguk di air keruh.
Discussion about this post