PASAMAN BARAT — Sengketa selama puluhan tahun antara management PT. Bakrie Pasaman Plantation (BPP) dan Kelompok Tani (Keltan) Bukit Intan Sikabau, berujung mediasi di Polres Pasaman Barat pada Jumat (10/3), namun belum menemui titik terang. Masyarakat menolak pengelolaan hasil kebun tetap dilakukan oleh pihak perusahaan.
berawal dari pengaduan Mustakim pada 5 Maret 2023 tentang dugaan tindak pidana pencurian buah kepala sawit di lahan HGU PT Bakrie Pasaman Plantations yang terjadi pada hari Minggu 5 Maret 2023 dan hari Selasa 7 Maret 2023, di Jorong Sikabau, Kenagarian Parit Koto Balingka, Pasaman Barat yang saat ini sedang ditangani Satreskrim Polres Pasbar.
Perwakilan masyarakat Keltan Bukit Intan Sikabau, Muslim Hasugian mengatakan, bersama masyarakat lainnya, pihaknya menolak dan tidak setuju apabila pemanenan hasil kebun plasma seluas 800 hektar itu tetap dikelola oleh PT. BPP. Untuk memperjuangkan hak mereka, masyarakat tidak akan mundur satu langkah pun dan tetap melakukan pemanenan.
“Sudah lebih dari 20 tahun hak kami dirampas oleh perusahaan, padahal lahan seluas 800 hektar tersebut sudah diserahkan Negara kepada kami,” ujarnya.
Muslim Hasugian menambahkan, dari 800 hektar total lahan yang diperuntukkan untuk masyarakat, baru 500 hektar yang diserahkan perusahaan. 300 hektar lainnya masih dalam tahap sengketa dan dalam proses persidangan.
“Dasar kami adalah SK Bupati atas kepemilikan plasma tersebut, dan ditambah lagi dengan putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat pada 25 Januari 2023 lalu agar PT. BPP segera menyerahkan lahan kepada masyarakat,” ucapnya.
Lanjut Muslim, pihaknya merasa telah dizolimi oleh PT BPP, ditambah lagi pemanenan hasil kebun kerap dihadang oleh pihak perusahaan yang dikawal oleh aparat Brimob yang disiagakan.
“Kata menjarah itu sangat tidak tepat di tujukan kepada kami, karena itu adalah hak kami. Selain itu, hasil panen kami juga di rampas, dan dikawal oleh brimob ke peron sawit,” ucapnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum, Keltan Bukit Intan Sikabau, Abdul Hamid Nasution mengatakan, mediasi di Polres Pasaman Barat belum membuahkan hasil. Tokoh masyarakat dan perwakilan Keltan menolak pengelolaan hasil kebun plasma oleh perusahaan.
“Hari ini kita diundang Polres Pasaman Barat, dalam hal ini Satreskrim Polres untuk melakukan mediasi. Sama-sama kita ketahui, tokoh masyarakat menolak perusahaan mengelola hasil panen. Jadi mediasi belum mendapatkan hasil akhir,” ungkap Hamid kepada wartawan, Jum’at, 10 Maret 2023 saat telah keluar dari ruangan mediasi.
Hamid menambahkan, hingga saat ini masyarakat masih menguasai lahan dan memanen hasil kebun. Anggota Kelompok Tani sering diintervensi dan dihadang oleh aparat keamanan.
“Informasi yang kita dapatkan masyarakat masih menguasai lahan, akan tetapi ada hadangan oleh Brimob,” ujarnya.
Di samping itu, Legal Humas PT. BPP, Bobby MP. Endey mengatakan, secara yuridis lahan yang digugat masyarakat berada dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT. BPP. Perusahaan berhak mengelola dan mengelola hasil lahan sawit tersebut.
“Soal gugatan perdata, masyarakat belum inkrah, masih banyak upaya hukum yang harus dilalui. Maka dari itu, dalam mediasi kita meminta perusahaan yang memanen dan menyimpan uangnya. Apabila sudah inkrah dan masyarakat menang gugatan, perusahaan akan membayarkan hasil panen tersebut,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa, pendudukan lahan yang dilakukan oleh masyarakat selama setahun terakhir bukan berarti perusahaan mengakui milik plasma masyarakat. Tetapi pihaknya lebih menahan diri agar tidak terjadi konflik dengan masyarakat. Sementara itu, terkait anggota Brimob yang disiagakan, karena dugaan penjarahan buah sawit yang masif oleh masyarakat. Total anggota Brimob yang disiagakan sebanyak satu regu.
“Karena itu adalah HGU, maka kita berkewajiban untuk menjaga aset perusahaan. Dan apapun yang terjadi di atas lahan itu adalah tanggung jawab perusahaan, tetapi karena keseringan memanen sawit makanya kita laporkan pidananya ke polisi,” tutupnya. (wd)
Discussion about this post