Pariaman — Lembaga Dewan Surau (LDS) Kota Pariaman resmi menggelar rapat perdana pembentukan formatur dan penguatan struktur organisasi kelembagaan, Sabtu (30/10) di Pondok Pesantren Al-Mughny, Pasir Pauh, Kota Pariaman.
Rapat ini digelar setelah banyaknya masukan dari manifes sejumlah tokoh-tokoh terkemuka di Kota Pariaman, mereka mengusulkan pandangan agar surau-surau yang ada di Kota Pariaman dapat diwadahi, sehingga fungsi dan nilai nilai luhur lainnya yang terkandung dalam surau, tidak tergerus oleh perkembangan teknologi yang kini kian memperhatikan.
Adapun tokoh penggagas yang menginisiasi pembentukan Lembaga Dewan Surau ini berasal dari tokoh-tokoh “veteran” lintas sektoral seperti: Sudirman Palo, AKBP (Purn) Darmasyah, H. Bukhari, H. Bachtiar Sultan Dt. Panyalai dan Ir. Safinal Akbar.
AKBP (Purn) Darmansyah menjelaskan dari 343 surau yang tersebar di seantero Kota Pariaman merupakan aset berharga yang patut dilestarikan kembali. “Sayang bila aset yang nilainya miliaran rupiah itu tidak eksis lagi sebagaimana fungsi serta keberadaannya,” papar mantan dosen SPN Padang Besi ini.
Demikian juga disampaikan Sudirman Palo, surau adalah tempat umat muslim belajar mengaji, sarana belajar pendidikan agama atau madrasah tarbiah bagi anak-anak nagari.
“Fungsi surau itu, selain tempat ibadah, mengaji dan tempat penanaman ajaran agama. Surau juga merupakan tempat sosialisasi berbagai nilai dan ajaran kehidupan sosial, tempat tidur anak laki-laki yang sudah akhil baligh, tempat berlatih randai, berlatih pidato dan petatah petitih, serta surau merupakan identitas dari kaum atau nagari,” jelasnya.
Lebih jauh menurut penuturan lima inisiator Lembaga Dewan Surau, dewasa ini telah terjadi pergeseran terhadap fungsi surau, yang saat ini hanya digunakan untuk kegiatan beribadah saja. Sementara nilai sosial yang ada nyaris tidak ditemukan lagi.
Atas dasar itu, sekaligus mengaktualisasi program Pemerintah Provinsi Sumatera Barat tentang kembali ke surau, serta mengingat adanya kerisauan dari Buya H. Mas’oed Abidin dalam buku “Surau Kito” dan para pakar ahli, yang menyebut posisi surau dalam kehidupan sosial dan tradisi keagamaan masyarakat Minangkabau, telah mulai terpinggirkan.
Maka dari itu, Mukhlis Rahman, mantan Walikota Pariaman periode 2009-2019 di kesempatan yang sama mendukung para tokoh-tokoh tersebut mencarikan solusi terhadap permasalahan eksistensi surau di Kota Pariaman.
“Kita mendukung langkah dan upaya kongkrit yang dirumuskan oleh tokoh masyarakat Kota Pariaman ini. Inshaa Allah akan diikuti oleh kabupaten/kota yang lain. Dan makanya diperlukanlah duduk sehamparan dengan pengurus mushala dan surau yang banyaknya 343 ini. Agar mampu mengidentifikasi permasalahan serta bagaimana agar delapan fungsi surau ini dapat berjalan kembali,” terang mantan walikota yang dikenal murah senyum tersebut.
(Idm)
Discussion about this post