Reportase Investigasi.com
JAKARTA – Dalam rangka perayaan Hari Lebah Sedunia (20 Mei) yang akan datang, sebuah lokakarya khusus diadakan secara online melalui Platform Zoom Meeting Clouds yang bertajuk “Lebah, Ketahanan Pangan dan Kesehatan : Peluang dan Tantangan”.
Lokakarya yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI), bekerja sama dengan Pusat Kajian Sains Keberlanjutan dan Transdisiplin/Center for Transdisciplinary and Sustainability Science (CTSS), dengan dukungan dari Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB University dan PT Syngenta Indonesia, dilaksanakan dengan tujuan untuk menyediakan wadah berbagi dan memperluas pengetahuan. Dengan mempertemukan para peneliti, pakar dan penggiat lebah di Indonesia, diharapkan dapat memperkuat upaya untuk mempertahankan keberlangsungan hidup dan keberlanjutan produktivitas lebah di Indonesia. Pada hari Selasa (6/04/2021).
Baru-baru ini di Eropa dan Amerika dikejutkan oleh adanya fenomena penurunan populasi lebah secara besar-besaran, baik lebah yang diternakkan maupun lebah alami di alam. Kekhawatiran ini kemudian menuai pertanyaan besar “apakah telah terjadi penurunan populasi lebah secara global? Jika ya apakah penyebabnya dan apa dampaknya pada pertanian dan produksi pangan dunia?”. Lalu di Indonesia sendiri bagaimana?
Fenomena menurunnya populasi lebah ini kemudian diteliti oleh Perhimpunan Entomologi Indonesia. Studi tersebut mengungkap bahwa penurunan juga dialami oleh 57% dari responden. Mereka rata-rata menyatakan bahwa dugaan penurunan ini adalah karena dampak dari perubahan iklim, ketersediaan pakan dan pestisida yang digunakan di bentang alam. Temuan ini diperoleh melalui penelitian yang dilakukan pada tahun 2020 lalu, oleh peneliti yang tergabung dalam Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) melalui metode survei mendalam kepada 272 peternak lebah di Indonesia.
Hadir dalam kegiatan press konferensi kegiatan workshop yakni ; Ketua PEI Prof.Dr.IrDadang,M.Sc, Rektor IPB University Prof.Dr.Ir.ArifSatria,M.Si, Dirjen KSDAE, KLHK Ir.Wiratno,M.Sc, Sesditjen Perkebunan, Kementan Dr.Ir.AntarjoDikin,M.Sc, Ketua Peneliti Prof.DamayantiBuchori,M.Sc, Peneliti dan Dosen Departemen Biologi, IPB University, Bogor, Indonesia Dr. Ir. Rika Raffiudin M.Si, Peneliti dan Dosen Sekolah dan Ilmu Teknologi Hayati, ITB, Bandung, Indonesia Ramadhani Eka Putra, PhD, dan Syngenta Singapura (Regional) yang hadir secara live Platform Zoom Meeting Clouds.
Kepala Pusat CTSS, Guru Besar Departemen Proteksi Tanaman, IPB University, Bogor, Indonesia Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc, mengatakan “Fenomena penurunan populasi lebah secara global merupakan sebuah fakta. Di Indonesia belum ada penelitian mengenai fenomena ini, apakah juga terjadi atau tidak, padahal mendeteksi kondisi populasi lebah sangatlah penting agar kita dapat melakukan tindakan-tindakan penyelamatan, jika memang terjadi. Studi ini adalah studi pertama yang dilakukan dalam usaha mencari data tersebut. Dari hasil ini tampak bahwa penurunan populasi lebah dirasakan oleh sebagian besar peternak. Data awal ini perlu ditindaklanjuti dengan riset yang lebih komprehensif mengenai kondisi lebah di Indonesia”. Ucapnya.
Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian Dr. Ir. Antarjo Dikin M.Sc, menyatakan bahwa “Kelebihan serangga lebah hidupnya selalu bersih, tidak mau merusak alam bahkan memberikan pertolongan terhadap makhluk lain. Madu yang dihasilkan untuk obat kesehatan manusia, sebagai pemulia (breeder) menyelamatkan manusia untuk memperoleh varietas atau clon tanaman perkebunan secara tidak langsung. Sarang lebah diekstrak (Propolis) juga sebagai bahan kosmetik, obat ketahanan tubuh manusia dari infeksi bakteri virus, bakteri dan jamur hingga mampu mengendalikan tekanan darah (hypertensi) serta menekan pertumbuhan kanker. Laporan menarik bahwa propolis sudah digunakan sejak sebelum abad 300”. Ujarnya.
Hasil penelitian menggaris bawahi keanekaragaman populasi lebah yang popular diternakkan di Indonesia, yaitu 22 spesies lebah, yang terdiri dari empat spesies lebah madu, seperti Apis cerana dan Apis mellifera, dan 18 spesies lebah tak bersengat (dalam bahasa daerah sering disebut kelulut), termasuk Heterotrigona itama, Tetragonula laeviceps, dan T. cf. biroi.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno, MSc, menjelaskan “Penelitian terbaru yang dilakukan PEI ini merupakan sumber daya yang berharga, berbagai macam usaha perlu dilakukan untuk meningkatkan perhatian masyarakat terhadap lebah di Indonesia, dengan cara menggali pengetahuan dan informasi mengenai lebah, dan juga kolaborasi erat antar pihak terkait. Workshop hari ini merupakan salah satu usaha dan upaya yang sangat baik dalam proses kolaborasi, dalam rangka meningkatkan kesadaran akan keanekaragaman dan kondisi lebah di Indonesia”. Terangnya.
Menitikberatkan pada proses kolaborasi dan kerjasama multipihak dari berbagai level yang di lakukan dalam penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa permasalahan lebah dan upaya mencari solusi perlu dilakukan secara bersama-sama. Hal ini juga yang mendasari lahirnya forum Indonesian Pollinator Initiative (IPI) sebagai forum inisiatif pertama di Indonesia yang diharapkan dapat membuka dialog seputar permasalahan lebah dan pollinator.
Ketua Umum Perhimpunan Entomologi Indonesia Prof Dr. Ir Dadang MSc menambahkan, “Lokakarya ini menjadi tonggak dimulainya forum Indonesian Pollinator Initiative (IPI) secara resmi, dan menjadi kesempatan besar untuk menyampaikan hasil survei PEI kepada para akademisi, pembuat kebijakan, praktisi, pejabat pemerintah, petani, dan masyarakat sipil”. Tambahnya
Red*
Discussion about this post