Oleh Syafri Piliang
Wartawan Muda
Dharmasraya – Angin panas kembali berhembus dari kawasan Rusunawa yang berlokasi di Nagari Sungai Rumbai, Kecamatan Sungai Rumbai, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumbar. Gedung berlantai tiga itu tampak berdiri kokoh di tengah kesunyian.Tapi di balik tembok cat pudar dan lorong-lorong sepi, aroma masalah kian menyengat.
Bukan hanya dugaan korupsi yang membayangi sejak pembangunannya rampung tahun 2019, kini kabar soal praktik prostitusi yang meresahkan mulai menyeruak ke permukaan dan sampai ke telinga para rokoh agama dan adat yang berada di dua kenagarian itu.
Tempat yang sejatinya untuk hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah, perlahan berubah fungsi menjadi ruang gelap yang tak lagi sesuai peruntukan.
Pembangunan Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Sungai Rumbai pada mulanya digadangkan sebagai proyek kebanggaan pemerintah pusat. Dana pembangunan proyek ini berasal dari APBN tahun 2019 senilai kurang lebih Rp 18 Milyar digelontorkan untuk mewujudkan hunian berkapasitas 42 unit tipe 36.
Namun sejak rampung, publik hanya bisa mengelus dada. Alih-alih menjadi simbol keadilan sosial, rusunawa malah tenggelam dalam dua pusaran antara korupsi dan degradasi moral.
Dari awal 2023, Kejaksaan Negeri Dharmasraya menyatakan sedang menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam pembangunan fisik rusunawa.
Isu spesifikasi pekerjaan yang tak sesuai, hingga mark-up biaya konstruksi menyeruak sebagai awal cerita yang memancing perhatian publik. Tapi hingga pertengahan 2025, suara hukum justru makin melemah seperti lantera kehabisan minyak.
Desas-desus penghentian penyidikan berembus kencang. Kabarnya, ada tekanan dari “pihak-pihak besar” agar kasus ini dikubur pelan-pelan. Pertimbangan Kejaksaan konon mengacu pada putusan Mahkamah Agung dalam perkara serupa, jika fasilitas telah dimanfaatkan publik, penyidikan boleh dihentikan asalkan kerugian negara dikembalikan.
Namun, bagaimana mungkin publik percaya pada proses ini jika hingga kini belum ada itikad baik dari pihak kontraktor untuk mengembalikan dana negara? “Kalau penyidikan benar-benar dihentikan, maka pengembalian kerugian harus dilakukan dulu. Itu prinsip,” tegas Ariana Juliastuti melaui kasi Pidsus Afdal Selasa (01/07/2025) diruangan kerjanya.
Kendati persoalan ini belum sampai kemeja hijau, tapi kasus dugaan tersebut sudah didalami melalui penyidikan. Meski ada dugaan adanya prostitusi atau yang dihuni oleh anak malam itu diluar kontek sosial, kami dan biarlah dinas instansi terkait yang ada dilingkungan pemkab yang menyesaikan.
” Ranah kami hanya sebatas penyidikan.dari kerugian negara yang timbulkan oleh proyek program pemerintah pusat itu.
Di tengah tarik-ulur proses hukum itu, warga sekitar kini terkesan dihantui oleh keresahan baru, dugaan praktik prostitusi di lingkungan rusunawa. Bukannya menjadi tempat tinggal bagi keluarga kurang mampu, beberapa unit malah diduga disalahgunakan untuk praktik amoral yang bertentangan dengan nilai sosial masyarakat Sungai Rumbai dan Sungai Rumbai Timur dan artinya tidak sesuai dengan peruntukannya.
Seorang tokoh masyarakat yang enggan disebut namanya mengungkapkan, “Kami sudah beberapa kali menerima laporan soal aktivitas mencurigakan di malam hari. Ini bukan hanya soal pelanggaran moral, tapi bukti bahwa proyek ini dari awal memang salah tata kelolanya,”
Jika benar fungsi sosial dari rusunawa telah ternoda, maka tragedi rusunawa ini bukan lagi sekadar persoalan hukum, tapi kegagalan total negara dalam menjaga marwah kebijakan publik.
Kejaksaan pun berdiri di persimpangan sejarah. Apakah mereka akan tunduk pada tekanan dan membiarkan kasus ini berakhir dengan pengembalian nominal di atas kertas, ataukah memilih jalan sunyi untuk menuntaskan kasus hingga meja hijau dan memberi sinyal bahwa hukum masih punya harga?
Kini, masyarakat kedua nagari itu sedang menanti dengan getir. Bukan hanya menanti kejelasan hukum, tapi juga keadilan sosial agar ruang tinggal tak berubah menjadi ruang gelap, agar anggaran negara tak jadi korban pembiaran.
Disisi lain rusunawa yang kini sedang dirundung masalah, setelah dilakukan penyidikan oleh pihak kejaksaan negeri dharmasraya terkait dengan pembangunan fisiknya negara mengalami kerugian lebih kurang Rp 800 juta*
Discussion about this post