Jakarta — Dalam upaya mengambil alih Partai Demokrat, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mendapat kritikan yang tajam dari Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun. Refly menyatakan bahwa langkah yang dilakukan oleh Moeldoko untuk mengambil alih partai tersebut secara paksa dan non-konstitusional merupakan tindakan yang tidak pantas.
Refly Harun menegaskan bahwa ia sudah mengkritik upaya tersebut sejak awal, jauh sebelum munculnya fenomena isu penjegalan terkait Anies Baswedan dan permasalahan lainnya yang melibatkan Partai Demokrat. Ia menilai bahwa langkah yang diambil oleh Moeldoko tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan tidak berlandaskan pada konstitusi.
“Kalau kita bicara tentang penyelamatan Partai Demokrat, saya sepenuhnya setuju dengan apa yang disampaikan Feri dan Denny tadi. Apa yang dilakukan Moeldoko itu tidak pantas! Maka saya mengkritik itu, jauh sebelum ada fenomena Anies Baswedan dan sebagainya, ketika kasus itu pertama kali muncul saya termasuk yang mengkritik,” ungkap Refly Harun (Ahli Hukum Tata Negara) pada Diskusi publik yang diadakan oleh Paramadina Public Policy Institute Universitas Paramadina dengan tema “Fenomena Begal Partai dan Risiko Runtuhnya Demokrasi di Indonesia” Selasa, (09/05).
Pengambilalihan partai secara paksa dan non-konstitusional dapat mengancam demokrasi di Indonesia. Partai politik memiliki peran penting dalam mewakili kepentingan masyarakat dan menjaga keseimbangan sistem politik. Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan oleh Moeldoko dinilai sebagai “begal politik” yang merusak integritas dan demokrasi internal Partai Demokrat.
Kritikan yang disampaikan oleh Refly Harun menggarisbawahi pentingnya menjunjung tinggi prinsip demokrasi, supremasi hukum, dan menghormati konstitusi dalam setiap tindakan politik. Ia berharap agar upaya pengambilalihan partai yang dilakukan oleh Moeldoko dihentikan dan semua pihak dapat mengutamakan dialog dan penyelesaian yang sesuai dengan prinsip demokrasi dan hukum. (red)
Discussion about this post