PADANGPANJANG,RI – Kuda Stoner, Melati Taeh dan Namira Guti Berpacu di kelas Boko jarak 1.600 meter di gelanggang Bancah Laweh kota Padang Panjang yang akan digelar dihari kedua, Senin (28/10) nanti. Kelas ini, terbilang sangat dinanti-nanti pecandu pacuan kuda di ranah ini.
Pasalnya, kelas Boko jarak 1.600 meter kelas pacuan tertua pacuan kuda di
Suamatera barat adalah kelas yang sangat istimewa di Indonesia, jarak segala
kecepatan, jarak segala ketinggian, jarak segala umur kuda pacu, pacuan Boko
1.600 m hanya berada pacuan di Sumatera Barat
Pelatih kuda senior Sumatra barat Amris menyatakanwalau
saat ini Race Boko sudah kalah favorit dari race Derby ( Kls 3 Tahun AB ) namun
race Boko merupakan suatu race yg yg bersejarah dan unik dalam paket acara pacu
kuda yg dilaksanakan Pordasi Provinsi Sumatera Barat.
“ jika Pordasi Sumbar dengan cikal bakal Ren Bond Minangkabau secara resmi telah berdiri sejak pertengahan abad ke 19 yang ditandai dengan adanya prasasti peresmian Gelanggang Pacuan Kuda Bukik Ambacang tahun 1889 lalu, dapat diprediksi race Boko mulai dilaksanakan bersamaan dengan itu” sebut Amris Minggu (27/10)
Pelatih yang menghantarkan Kamang Chrome juara I Derby Indonesia itu menambahkan race Boko ada suatu race puncak dalam pelaksanaan pacu kuda dibawah organisasi Ren Bond Minangkabau yg dilaksanakan pada hari kedua dari 2 hari pelaksanaan pacu kuda.
“Keunikan dari race Boko ini adalah bahwa persyaratan kuda peserta merupakan berprestasi dari setiap Ren Vereneking yg dikenal dengan Pordasi Cabang, ptestasi dimaksud telah menang pada race demang, sedangkan kuda demang itu adalah kuda yg telah menang pada race kuda baru dan race kuda kandidat” sebutnya.
Disamping berprestasi persyaratan unik yg dimaksud adalah dimiliki oleh pribumi. Dari salah satu persyaratan ini terbaca bahwa walau pada waktu itu pacu kuda diurus oleh Pemerintah Kolonial Belanda dimana secara ex Offisio Ketua Ren Bond yang juga Assisten Resident.
Ketua Ren Vereneking ada Tuan Luak tetapi ternyata kuda yang pemiliknya Belanda atau Cina tidak boleh ikut berpacu pada Race Boko, sebagai kompensasinya kuda pacu milik Belanda atau Cina atau bangsa lainnya dibuka Race Ren Bond pada hari pertama, namun pada Race Ren Bond kuda pribumi tidak dilarang ikut.
Setelah Kemerdekaan RI pacu kuda telah diurus oleh Pemerintah Indonesia, pada masa ini persyaratan race boko tetap seperti sebelumnya, dalam perjalanannya ternyata kuda-kuda yang ditinggalkan Belanda yg merupakan kuda ex cavalery selalu memenangkan race boko sehingga memotivasi sebagian penggemar kuda membeli kuda-kuda ex cavalery.
Untuk mengantisipasi situasi ini dan untuk melindungi ternak kuda hasil peternakan rakyat Sumatera Barat maka utk peserta race boko ditambah persyaratannya yaitu kuda yg kahir di ranah ini.
Amris mengingatkan, setelah organisasi pacu kuda berganti nama menjadi Pordasi, prasarana dan sarana transportasi telah berkembangan, pacu kuda telah diperlombakan secara nasional yg dusebut Kejuaraan Nasional Pacu Kuda, lalu lintas ternak kuda secara nasional pun terjadi sehingga terjadi kuda Sumbar yang kawin dengan pejantan dan melahirkan anak diluar wilayah Sumatera Barat, maka untuk mengakomodasinya dirobah peraturan yang berbunyi kuda yang lahir di Sumbar menjadi kuda keturunan kuda Sumbar dari garis keturunan induk, hal ini pun sesuai dengan matrilineal yang dianut suku Minangkabau.
Saat ini Race Boko sudah tidak pavorit lagi, kalau dulu race Boko diikuti oleh 2 ekor kuda berprestasi sebagai wakil masing-masing ren vereneking atau Pordasi Cabang sehingga jumlahnya sampai 12 ekor. Setelah memakai starting gate 8 ekor, dan kuda ini bisa mengikuti utk beberapa tahun sampai prestasinya menurun. Namun pada saat ini akhir-akhir ini hanya diikuti oleh lebih kurang 4 ekor kuda, hal ini kuda-kuda yang berprestasi tidak bertahan lama, kuda-kuda kalah terlalu cepat mundur dari arena, kuda-kuda betina memilih untuk bibit untuk memperoleh generasi lebih tinggi, katanya. (Inv.02)
Discussion about this post