Tanah Datar – Terkait kemelut SMPN 2 Batusangkar, Sumatera Barat (Sumbar), pada tanggal 7 November 2023, Bupati Tanah Datar mengeluarkan Siaran Pers yang dibagikan oleh pihak dari Kominfo Tanah Datar. Menyikapi hal tersebut, Purnama Olivvita dan Kuasa Hukumnya, M. Intania, telah mengambil tindakan tegas untuk mengklarifikasi informasi dan situasi yang sebenarnya. Dengan cara, mereka melakukan Konferensi Pers di Kampung Baru, Batusangkar pada Rabu pagi, 8 November 2023.
Selaku kuasa hukum Olivvita, M. Intania mengekspresikan kekecewaan kliennya terhadap isi Siaran Pers Bupati Tanah Datar yang mengandung beberapa informasi yang kurang akurat. Dia menjelaskan bahwa, inilah sebabnya mengapa mereka mengadakan Konferensi Pers untuk mengklarifikasi Siaran Pers Pemerintah Kabupaten (Pemkab) yang kurang akurat.
“Kami sangat menyayangkan, karena apa yang disampaikan itu adalah, ada beberapa point yang tidak benar. Makanya kami harus meluruskan kepada rekan rekan Pers,” ucap M. Intania.
Sebelum masuk ke topik pembicaraan Konferensi Pers, M. Intania, sebagai kuasa hukum Olivvita, dengan tegas, menegaskan kompetensinya dan memaparkan bukti-bukti yang mendukungnya. Intania menjelaskan bahwa dirinya telah disumpah, memiliki akta sah, dan catatan sumpahnya (berita acara sumpah). Selain itu, ia juga memastikan bahwa dia memiliki tanda pengenal yang sah.
“Banyak rekan rekan yang mempertanyakan mengenai kompentensi saya. Saya sudah disumpah, sudah punya aktanya, berita acara sumpahnya, kemudian sudah ada tanda pengenal advokatnya, dan sudah ada SKnya. Jadi, karena saya sudah disumpah oleh negara, maka saya wajib menjalankan fungsi sebagai advokat, sesuai undang undang advokat. Salah satunya adalah, untuk menegakkan keadilan dan hukum,” tegasnya, sambil memperlihatkan berkas berkas yang tengah ia pegang.
Berikutnya Intania mencoba menanggapi dari Siaran Pers tersebut. Ia menyebut dari segi formal Siaran Pers tersebut, terkesan tergesa gesa.
“Pertama kita lihat dari segi formalnya dulu, ini terkesan tergesa gesa. Redaksionalnya kurang bagus dan saya pernah menshare di group, kalau Siaran Pers Official itu tertulis ada logonya pemerintah. Kemudian, disebarkan dalam bentuk pdf, kalau disebar dalam bentuk WA ini, ketika di Forward , orang bisa saja mengeditnya. Makanya kita perlu menjelaskan, agar bisa lurus,” terangnya.
Usai menanggapi hal di atas, kuasa hukum Olivvita langsung masuk ke poin poin dari Siaran Pers tersebut, yang jumlahnya ada sebanyak 12 poin, berikut bunyinya sekaligus jawaban dari pihak Olivvita melalui kuasa hukumnya.
Siaran Pers Bupati Tanah Datar terkait Kasus SMPN 2 Batusangkar
1. Kasus penyegelan SMPN 2 Batusangkar bukan yang pertama, tapi seperti menjadi masalah bagi banyak kepala daerah yang memimpin Tanah Datar. Jawaban dari Olivvita melalui kuasa hukumnya, ia membenarkan. “Kasus penyegelan SMP ini, betul bukan yang pertama. Setidaknya sudah dua kali terjadi. Pertama di zaman bapak mendiang Irdinansyah, yang kedua di saat sekarang ini, di zaman pemerintahanya Eka Putra. Berarti sebelum sebelumnya tidak ada, di bawahnya pak Irdinansyah, pak Shadiq dan kebawahnya tidak ada. Kenapa tidak ada terjadi, karena pimpinan daerah sebelum sebelumnya itu, bisa menjalin hubungan baik dengan pemilik tanah, keluarga besar pemilik tanah. Jadi tidak ada masalah, karena memang niat awal itu adalah, memang dipinjamkan. Saya mengingat informasi mohon maaf dari mendiang mamanya Olivvi, yang jatuh hak warisnya kebeliau menyampaikan, ama ambo (nenek Olivvi) berkata selagi dipakai untuk pendidikan, pakailah, karena, nenek Olivvi itu orang pendidikan, kan jelas tuh,” urai M. Intania.
Masih poin satu, kuasa hukum Olivvi membeberkan alasan mengapa timbulnya persoalan di zaman kepemimpinan Era Baru yang dipimpin Eka Putra.
“Persoalan menjadi timbul di pemerintahan Era Baru yang dipimpin Eka Putra ini adalah, karena ketahuan mensertifikatkan tanah. Dan itu diukur pada sekitar bulan Juni, 2022. Dan kami, tentu saja keberatan. Barang dipinjamkan sudahtu diukua (setelah itu diukur), indak lo maagiah tahu ka keluarga klien (tanpa memberitahu keluarga klien) itu sebuah perbuatan yang tidak Jentelman. Jadi, itu klarifikasi dari kami, hanya terjadi dua kali. Jangan diartikan satiok ado ganti pemerintahan ado (setiap ada pergantian pemerintah ada), itu adolah (adalah) pengalihan isu, karena mereka tidak berdasarkan data dan fakta,” urainya.
Berikutnya isi Siaran Pers nomor 2. Sejak saya menjadi Bupati Tanah Datar, yang saya tahu SMPN 2 Batusangkar adalah asset pemerintah daerah dan tercatat di buku asset. Jawaban dari Olivvita melalui kuasa hukumnya menyampaikan, betul.
“Kami jawab betul. SMP 2 Tanah Datar adalah aset pemerintah, betul. Tapi bukan lahan. Bukan lahan, karena lahan itu milik keluarga klien kami. Jadi tidak benar kami mengaku ngaku, karena sejak tahun 1953 sudah ada alas hak bulan Oktober itu, jaman itu masih diketik, ditandatangani oleh wali nagari. Dan itu tidak pernah ada sanggahan, bantahan selama ini, clearya. Kami akui kemarin aset milik Pemerintah Daerah (Pemda), kami tidak mengganggu ganggu, tanah milik kami. Persoalanya kalian minjam, tapi kalian sertifikatkan diam diam. Kami hanya meminta kedewasaan dan profesional dari Pemda dalam hal ini Bupati. Kalau nyo tiru, caro caro kapalo daerah yang lamo, itu salasai (Kalau pemerintah hari ini, mau mencontoh kepada cara cara kepala daerah yang lama, selesai). Dan memang itu yang disampaikan oleh mendiang, termasuk sama anak anaknya, duduak basamo samo wak (kita duduk bareng bareng), kenapa untuk di zamannya Eka Putra ini ada ketakutan, semacam ada ketakutan untuk berkomunikasi?,” terang kuasa hukum.
Selanjutnya Siaran Pers nomor 3. SMPN 2 Batusangkar sudah berdiri sejak tahun 1951 dan saat ini tercatat sebagai asset daerah. Jawaban dari Olivvita melalui kuasa hukumnya menyampaikan, betul.
“Betul, dan saat ini tercatat sebagai aset daerah betul. SMP ya, gedung ya, gedung dan fasilitas di atasnya betul. Jadi itu, tidak perlu kami tanggapi. Tapi, bukan lahan,” tegasnya.
Kemudian Siaran Pers nomor 4. Persoalan antara Pemkab Tanah Datar dengan keluarga yang mengaku sebagai ahli waris pemilik lahan sudah terjadi puluhan tahun, dan selalu mencuat di setiap kepala daerah baru. Jawaban dari Olivvita melalui kuasa hukumnya menyampaikan, ini yang perlu mereka tanggapi.
“Tidak benar sama sekali. Faktanya, pada zaman pak Masriadi, pak Nafis, Sulaiman Zulhudi, pak Algamar, Ikasuma Hamid, tidak ada sama sekali, yang ada kembali ke poin satu tadi. Dizamanya pak Irdinansyah, kenapa itu terjadi karena perlakuan tidak baik dari mantan Kepala Dinas (Kadis) yang tidak sopan, dengan mengatakan manga sato sato lo siko (ngapai ikut ikut di sini) kan ndak lamak do (kan tidak menyenangkan) padahal dia tidak tahu sejarahnya, makanya itu disegel. Datang bapak Irdinansyah, langsung selesai. Janganlah disentuh hal hal yang sensitif. Sudah kami klarifikasi tidak benar, yang SMP 2 cuma ada di zaman pak Irdinansyah dan zaman Eka,. Berarti baru belakangan ini ni, di 2017 dan 2022,” bantahnya.
Berikutnya Siaran Pers nomor 5. Pada tahun 2003, pihak yang mengaku ahli waris mengajukan gugatan kepada pengadilan, dan gugatannya ditolak oleh pengadilan karena tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikan. Jawaban dari Olivvita melalui kuasa hukumnya menyampaikan, bahwa klien kuasa hukum Intania tersebut, Olivvita bukan mengaku pihak ahli waris.
“Bahasa yang sudah disebarkan selama ini adalah, pihak yang mengaku ahli waris. Kalau kami, kami tidak mengaku pihak ahli waris, karena memang kami ahli warisnya. Makanya yang ini ni ditujukan kepada siapa?. Kami melihat, inilah ketidak pahaman mereka mendalami isu. Jadi disebutkan, pada tahun 2003 pihak yang mengaku ahli waris mengajukan gugatan pada pengadilan. Kalau itu disampaikan adalah ditujukan kepada dulu ada namanya itu kaum yang menggugat Djanoes Salim Datuk Mangkuto melawan Zahrul Zainal dan kawan kawan. Jadi kalau poin nomor lima, pihak yang mengaku ahli waris mengajukan gugatan kepada pengadilan berarti itu adalah Djanoes Salim, bukan Zahrul Zainal. Sementara pihak keluarga di sini adalah, keluarganya Zahrul Zainal Datuk Rajo Lelo. Berarti ini salah alamat, tidak ditujukan ke kami, ditujukan kepada pihak kaum Djanoes Salim yang mengaku, itu batua (itu benar). Karano faktanyo (karena faktanya) di pengadilan gugatanya ditolak. Harus saya jelaskan juga ya, antara gugatan ditolak dengan gugatan tidak diterima. Kalau gugatan ditolak berarti tidak terbukti. Kalau gugatanya tidak diterima berarti diartikan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO). Kalau NO, berarti statusnya berbeda lo. Ketika ini digugat, dan ditolak oleh pengadilan pada tahun 2003, yang digugatnya Zahrul Zainal berarti makin menguatkan posisi tergugat, pak Zahrul Zainal dan kaumnya, makin menguatkan. Mangkonyo (makanya) salah. Salah Samek pemerintah mencermati hal ini. Kami ndak ngaku ngaku do, tapi memang kami yang punyo (kami bukanya ngaku ngaku, tapi kebenaranya kami yang punya), fakta hukum mengatakan 2003. Kami bukan penggugat, tapi tergugat. Digugat, putusanya adalah sipenggugat kalah, dan itu dipertegas pula kemarin pada saat kerusuhan datanglah pihak keluarga sebelah yang namanya Iwan Sauak. Sangat disesalkan kepada seorang pemimpin daerah sebelum mengeluarkan statemen yang jadi blunder bagi dirinya sendiri. Berarti pasokan informasi, pasokan data yang diberikan kepada pimpinan daerah tidak benar,” sesal kuasa hukum.
Selanjutnya Siaran Pers nomor 6. Tahun 2017 juga pernah dihalangi siswa masuk sekolah. Jawaban dari Olivvita melalui kuasa hukumnya menyampaikan memang ada.
“Kejadian tahun 2017 memang ada, kami segel. Karena itu adalah bentuk perlawanan kami karena tidak ada bentuk penghargaan oleh oknum pejabat daerah pada waktu itu, dan hari itu langsung selesai, langsung diundang ke Indojolito oleh mendiang pak Irdinansyah, danga langsuang dek mendiang aa masalah eko? (didengar langsung oleh mendiang, ia menanyakan apa masalahnya?), dapek langsungang dari sumbernyo langsuang bukan dari orang sakeliliang nan manyampaian berita antah barantah, langsungang salasai pihak kami langsung bukak (saat itu, mendiang dapat langsung dari sumbernya bukan dari orang di sekeliling, langsung selesai. Dan juga langsung dibuka oleh pihak kami). Betul ada, bukan bentuk penghalangan, tapi hanya bentuk penyegelan,” ungkapnya.
Berikutnya Siaran Pers nomor 7. Kita sudah mencoba bernegosiasi dengan pihak keluarga, dan kita tidak bisa memenuhi keinginan pihak keluarga yang meminta pemda mensertifikatkan beberapa lahan dimana asset pemerintah berdiri di atasnya, lalu ada lahan yang disertifikatkan tersebut diserahkan kepada ahli waris. Jawaban dari Olivvita melalui kuasa hukumnya menjawab, jika berbincang bersama kuasa hukum ia, jika dengan keluarga kapan? Intania menyebut, bahasanya itu aktif, makanya ia menanyakan kapan.
“Jawaban dari kami adalah, ia mengatakan kita sudah mencoba bernegosiasi, kalau itu ungkapanya berarti itu adalah kalimat aktif. Kita coba bernegosiasi, kapan?. Kalau pihak keluarganya kapan?, hanya ngomong, bicara Bupati Eka Putra dengan saya selaku kuasa hukum. Ok, boleh dia menganggap iya kan bagian dari keluarga, mewakili keluarga ok, boleh. Pembicaraan itupun tidak fokus, selepas ada pertemuan ada audiensi bupati dengan kami mewakili dr. Paul waktu itu di Indojolito. Selepas itu kami pulang, kemudian dapat telfon dari ajudan bahwa pak bupati ingin bertemu dengan saya, dan saya minta kepada dr. Paul untuk kembali sagan awak bupati yang maajak (segan kita bupati yang ngajak). Nyampai lokasi, hanya saya yang diajak bertemu empat mata bersama bupati. Saya cukup kaget saat itu, karena saya bareng dr. Paul nggak dibawa, ini ada apa?, tapi gak apa apa gak ada masalah. Di sana terjadilah pertemuan empat mata, yang dibahas salah satunya mengenai lahan, bukan masalah SMP. Terbesit sedikit mengenai karena ada usaha kita mensertifikatkan itu disampaikan. Da Kalau seandainyo tahun 2024, awak salasaika iko, ambo jamin iko salasai ko (bupati berkata kepada kuasa hukum, da jika seandainya tahun 2024 kita selesaikan persoalan ini, saya jami ini selesai) dan ambo (saya) samapaikan tidak bisa pak, labiah rancak kini awak jalani (lebih baik saat ini jalanin aja). Ambo (saya) kasih tawaran, baa kalau awak tuka guliang (gimana kalau kita tukar guling), apak ambiak yang apak suko, agiah kami tampek yang lain, indaklo bagai dek keluarga do. Beko ambo sampaika ke keluarga (bapak pilih mana yang bapak suka, kasi kami temoat yang lain, tidak apa apa juga sama keluarga Nanti saya sampaikan ke keluarga. Ndak bisa do da, karano payah proses tuka guliang ko da, ya sudah selesai, apak pikiahanlah apak nantik tu (tidak gampang proses tukar guling itu da, jawab kuasa hukum ya sudahlah silahkan bapak pikirkan). Atau apak ambiak mano yang apak suko, tapi bantu kami mensertifikatkan tanah yang lain (atau bapak ambil mana yang bapak suka, bantu kami mensertifikatkan tanah yang lain). Itukan tawaran yang sangat sejuk tu, ndak ado awak menyebut angko angko do. Karano indak didalami, indak dianggap serius, ndak masalah do (itu tawaran yang sejuk, kita tidak ada menyebut angka angka). Tapi mereka yang salah menanggapi itu. Jika itu berhasil, siapa yang akan dapat nama, kepemimpinan Eka Putra, karena berhasil menyelesaikan persoalan ini, tanpa merugikan para pihak, dapat kepastian hukum,” urainya.
Seterusnya Siaran Pers nomor 8. Tahun lalu, Bersama Forkopimda kita juga sudah menyelesaikan lahan rumah dinas guru yang dipermasalahkan. Persoalan yang terjadi sejak belasan tahun lalu itu kita selesaikan dengan negosiasi. Jawaban dari Olivvita melalui kuasa hukumnya, ia menceritakan kronoligis dari persoalan tersebut.
“Lahan rumah guru, rumah dinas itu fakta mengatakan ada kerjasama, perikatan, kontrak antara pemda dan almarhumah Dewi Indah Juwita yaitu almarhumah mama kandung Olivvi ini yang melakukan perjanjian sewa menyewa. Dimana pada waktu itu, dipakailah lahan mendiang, untuk dibangunkan rumah untuk kepala sekolah ada sebanyak 12 buah yang berada di dua tempat. 10 buah dibelakang benteng, 2 buah di sini. Secara hukum mengartikan, benarkan itu tanah mendiang yang dikontrak oleh Pemda untuk dibangun selama 20 tahun. Alasanya, karena pada saat itu, Pemda kekuarangan tempat dan tidak memiliki fasilitas. Karena ketulusan hati, disediakan tempat dan alhamdulillah pemerintah pun mau membangunkan tampek. Kan elok pemerintah waktu itu tu (kan baik pemerintah di masa itu) dengan menfasilitasi para guru. Perjanjiannya di situ adalah, bila mana kontrak selesai, setelah dibayar dikembalikan tanah beserta lahanya. Ternyata saat kontrak berakhir, masih belum ada tempat untuk fasilitas kepala sekolah diperpanjanglah 10 tahun lagi. Namun sayang, setelah berubah pemerintahan tidak dimanfaatkan oleh mereka, diisi oleh orang lain, yang tudak untuk peruntukanya. Karena peruntukanya untuk Kepala Sekolah Sekolah Dasar (SD), mengenai itupun kami sudah sempat komplain. Namun karena mereka ngontrak ya terserah mereka saja, selsai kembalikan ke kami. tetapi perjalananya, sudah habis kontrak, sudah diingatkan ahli waris malah jawaban Pemda adalah, tidak bisa pak, ini sudah menjadi aset kami, Kaget kami (selaku ahli waris). Akhirnya timbulah proses sampai ke Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari). Pak Kajari mengundang kami dan kuasa hukum, sama pihak Pemkab. Pak Kajari duduk ngasihtau, bertanya kepihak siapa yang membuat perikatan kontrak ini, kemudian dijawab oleh bagian hukum Aulia Safitri tidak salah namanya waktu itu, Pemda sama ibu Dewi (mendiang) saat itu masih hidup. Terus apa bunyi perikatanya, oh ya ada Pemda meminjam tanah, terus kontrak sudah selesai?, alah pak, ha baliak an, selesai. Itu dia orang yang ngerti hukum. Selesai, yasudah kalian balikan. Kalau urusan aset, maka ya kalian hapuslah. Tapi sekarang sudah selsai, sudah ada kata sepakat selesaikan itu, maka dilakukanlah perundingan empat mata melibatkan Kajari, tokoh masyarakat, klien sama Pemda. Bagaimana melegalkanya?, dilakukanlah gugatan ke PN, itu cara untuk mensahkan pembayaran, karena harus dipertanggungjawabkan di depan publikan, keluarlah putusan, Pemda membayar putusan yang tertunggak. Selanjutnya lahan dikembalikan berikut dwngan bangunan. Karena bangunan itu sudah disebutkan dalam kontrak itu, begitu kontrak selesaj bangunan menjadi pemilik lahan. Kami tidak katakan kami menang, Lemda kalah, tidak. Kami hanyak menegakan hukum dan keadilan, dan alhamdulillah itu tercapai. Betul, sudah selesai lahanya, karena itu ada atensi, ada dialog yang terjadi. Sekarang, mereka menutup dialog,” ungkapnya.
Berikutnya Siaran Pers nomor 9. Atas izin Allah dan do’a para siswa, orangtua, dan Masyarakat Tanah Datar, bersama Forkopimda kita juga akan menyelesaikan persoalan yang sudah terjadi puluhan tahun sesegera mungkin. Jawaban dari Olivvita melalui kuasa hukumnya, menyampaikan bahwa kalimat tersebut ambigu.
“Kalimat ini adalah kalimat yang ambigu, karena sore harinya keluar statemen Pemda menutup pintu negosiasi. Bagi kami sih, sah sah saja. Silahkan tempuh jalur hukum, karena kami juga akan menempuh jalur hukum. Karena memang jalan terbaik itu, jalur hukum. Ketika tidak ditempuh jalur hukum, ini kejadian yang terjadi,” terang kuasa hukum Olivvita.
Berikutnya Siaran Pers nomor 10. Untuk kasus SMPN 2 Batusangkar ini, kita tidak membuka ruang negosiasi lagi dengan keluarga tersebut, karena terbukti hanya meredam masalah sebentar, lalu akan mencuat lagi suatu saat. Jawaban Olivvita melalui kuasa hukumnya, dia menilai bahwa kalimat di atas, mengandung kalimat yang ketakutan.
“Ini kami artikan sebuah kalimat, penuh ketakutan. Kenapa?, kalau kita sudah menutup pintu negosiasi, kita posisikan diri ya, kita adalah pimpinan daerah. Kita tidak berurusan dengan perusahaan, kalau perusahaan kita misalkan PDAM, kami tidak ada urusan dengan bapak, urusan saja dengan yang lain, bisa. Ini kepala daerah lo, yang bilang menutup negosiasi, yakan, itu sangat disayangkan, tapi kami terima, gak ada masalah sama kami. Genderang perang sudah ditabuh pemerintah,” beber kuasa hukum.
Seterusnya Siaran Pers nomor 11. Jadi kali ini akan diselesaikan secara jalur hukum, agar jelas hitam putihnya. Sehingga ke depan insan Pendidikan nyaman dalam menjalankan aktivitas. Jawaban dari Olivvita melalui kuasa hukumnya, menyampaikan bahwa inilah harapn pihaknya dari awal.
“Ini harapan kami sejak dahulu, yang kami sampaikan. Karena terlalu lama, masuklah tahun politik. Itu yang tidak disadari para pihak. Dari awal kami sudah melakukan lobi lobi, komunikasi, cuman karena kami melihat ada konselasi politik internal di Pemda, sehingga terjadi semacam perpecahan, sehingga mengakibatkan operasional sedikit terganggu. Kami dianggap orang orang yang berseberangan dengan pemerintah,” terang kuasa hukum.
Dan terakhir Siaran Pers nomor 12. Kita meminta kepada siapa pun, agar institusi Pendidikan jangan dipolitisir. Tidak perlu memancing di air keruh, apalagi air tersebut keruh karena di-obok-obok.
Eka Putra SE MM
Bupati Tanah Datar
Jawaban dari pihak Olivvita melalui kuasa hukumnya, menyebut bahwa, ini yang jelas bukan ditujukan kepada pihaknya.
“Saya tidak tahu ini ditujukan kepada siapa, yang jelas itu bukan kepada kami. Sangat disayangkan ada kata kata seorang pimpinan daerah yang ambigu seperti ini. Ini sebenarnya di dalam tata pemerintahan nggak boleh. Lu nggak suka, lu sebut. Ini kayak anak kecil, kepada siapa dia alamatkan itu. Kami tidak melayani hal ini. Ini adalah ujian bagi seorang kepala daerah. Hal begini aja nggak bisa selesai, jangan ngomong ngomong yang lain lah. Kenapa?, karena tidak melibatkan semua element kekuatan yang ada di Kabupaten Tanah Datar. Semua kita itu, punya potensi,” tutur kuasa hukum Olivvita.
Usai membeberkan tanggapan ataupun bantahan dari Siaran Pers Bupati Tanah Datar, M. Intania, SH selaku kuasa hukum Olivvita kembali memperkuat dari apa yang sudah disampaikannya.
“Jadi jelas kami sampaikan, ada beberapa yang kami bantah tadi, karena itu salah samek. Terutama mengenai SMP 2, sudah jelas mengatakan putusan pengadilan tahun 2003 keluarga klien kami adalah sebagai tergugat, bukan sebagai penggugat. Salah mereka menempatkan, ini jika salah, fatal itu. Penggugat dijadikan tergugat, atau tergugat dijadikan penggugat, itu sudah salah itu,” jelasnya.
Selanjutnya ia juga bertanya. “Apakah ada bupati membaca ini?, saya juga tidak tahu ya, tapi ini sudah jelas salah statetmenya,” tutur M. Intania.
Pada kesempatan itu, kuasa hukum Olivvita juga menyampaikan statemen bahwa hasil rembuk bersama keluarga, menimbang proses belajar di SMP N 2 Batusangkar, diizinkan belajar seperti semula.
“Hari ini juga kami sampaikan statemen Rabu (8/11), setelah berembuk dengan pihak keluarga, mempertimbangkan program belajar belajar, belajar mengajar anak didik, maka hari ini kami sudah mengizinkan pihak sekolah ini statement resminya ya, untuk beraktufitas kembali. Kami yang mengizinkan, silahkan dimanfaatkan untuk itu. Tapi, proses hukum tetap berjalan, karena belajar dari pengalaman ini, kami sudah alergi, karena sudah ada MoU antaro (antara) Pemerintah Kabupaten dengan BPN kerjasama, takut kami dibohongi. Maka kami, akan mensertifikatkan. Kalau kami mensertifikatkan nanti, pihak BPN keberatan, pihak Pemda keberatan, maka jalannya adalah pengadilan. Kalau kami minta di pengadilan nanti, lahan itu bermasalah bapak ibu ketua, statusnya status Quo dulu, mohon kiranya disegel dulu. Sekarang sudah boleh, silahkan beraktifitas kembali, kami dari pihak keluarga menyampaikan permintaan maaf atas ketidaknyamanan atas kejadian dua hari ini, dan merepotkan jajaran kepolisian dan lain lain, tapi itu semata mata adalah untuk kami menunjukan bahwa kami itu berada pada posisi yang tepat. Sebenarnya kalau ada klarifikasi dari mereka, tidak akan terjadi hal seperti ini,” tutup kuasa hukum. (Spa)
Discussion about this post