Pemerintah Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, menerima sertifikat Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia untuk prosesi adat Rajo Manjani Rantau yang berasal dari Nagari Lubuk Karak, Kecamatan Sembilan Koto.
Penyerahan sertifikat dilakukan oleh Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Dr. Ir. Restuardy Daud, M.Sc., CGRE, kepada Wakil Bupati Dharmasraya, Leli Arni, di Auditorium Istana Gubernuran Sumatera Barat, Selasa (5/8).
Acara tersebut juga dihadiri Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah, serta sejumlah kepala daerah, tokoh adat, dan perwakilan Forkopimda.
Wakil Bupati Dharmasraya, Leli Arni, menyampaikan rasa syukur dan bangga atas penetapan prosesi Rajo Manjani Rantau sebagai bagian dari Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh pemerintah pusat.
“Ini menjadi kebanggaan sekaligus tanggung jawab. Pemerintah daerah berkomitmen untuk terus melestarikan tradisi ini agar tetap hidup di tengah masyarakat dan tidak hilang ditelan zaman,” ujar Leli.
Pernyataan tersebut diamini oleh Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Budparpora) Dharmasraya, Lasmita, SKM., M.Kes, yang menyebut bahwa pengakuan ini merupakan hasil dari kerja keras berbagai pihak yang peduli terhadap kebudayaan lokal.
Turut mendampingi, Kabid Kebudayaan Dinas Budparpora, Yusradi, S.Sos., M.M., yang juga dikenal sebagai Datuk Bagindo Tantuah, tokoh adat Kecamatan Sembilan Koto sekaligus pelaku aktif dalam pelestarian tradisi Rajo Manjani Rantau.
Rajo Manjani Rantau merupakan prosesi penyambutan raja dari Kerajaan Jambu Lipo kepada wilayah rantau nan 12 koto, termasuk Nagari Lubuk Karak, yang telah berlangsung sejak abad ke-10 Masehi.
Tradisi ini bermula dari perjanjian adat antara pusat kerajaan dan wilayah rantau, di mana masyarakat rantau berjanji menyambut raja dengan istirahat, makanan, dan penghormatan adat setiap kali berkunjung.
Prosesi ini dilaksanakan secara rutin minimal tiga tahun sekali dan menjadi momentum penting untuk musyawarah adat serta mempererat hubungan kekerabatan.
Penyambutan dilakukan secara adat, diiringi tari pasambahan, tabuhan talempong, dan upacara adat di rumah gadang, yang melibatkan tokoh adat, bundo kanduang, serta ratusan anak kemenakan.
Tradisi ini telah beradaptasi dengan perkembangan zaman dan kini didukung upaya pelestarian melalui pemetaan budaya (cultural mapping) oleh komunitas Limbago Anak Nagari bersama BPPI.
Dengan penetapan ini, Dharmasraya menambah daftar kekayaan budaya daerah yang diakui secara nasional, sekaligus mempertegas identitas budaya Minangkabau di wilayah rantau selatan.*
Discussion about this post