Jakarta — Wakapolri Komjen Pol. Prof. Dedi Prasetyo menegaskan bahwa pengembangan pusat-pusat studi baru di STIK–Lemdiklat Polri merupakan langkah strategis untuk memperkokoh fondasi keilmuan kepolisian berbasis riset.
Ia menyatakan, Polri harus bergerak sejajar dengan negara-negara maju yang telah lama mengandalkan evidence-based policing sebagai dasar pengambilan keputusan.
Menurut Dedi, pusat kajian di Amerika Serikat, Inggris, Australia hingga Cina telah menjadi laboratorium kebijakan publik yang berperan besar dalam meningkatkan efektivitas kinerja kepolisian.
Inilah sebabnya, kata dia, riset strategis tidak lagi sebatas kebutuhan akademik, melainkan keharusan di tengah tantangan keamanan yang semakin berlapis, mulai dari kejahatan siber, kejahatan lintas negara, radikalisme, hingga penyebaran disinformasi.
STIK–Lemdiklat Polri kini memperkenalkan tiga pusat studi baru: Pusat Studi Hukum, Pusat Studi Kehumasan, dan Pusat Studi Pasifik–Oseania. Ketiganya melengkapi enam pusat studi yang lebih dulu berjalan, seperti antikorupsi, terorisme, cyber, pemolisian masyarakat, dan keamanan lintas sektoral.
Keseluruhan pusat studi ini diproyeksikan menjadi laboratorium kebijakan Polri yang menghasilkan kajian strategis dan pemetaan ancaman.
Wakapolri juga menekankan pentingnya pusat kajian sumber daya manusia, mengingat Polri mengelola lebih dari 481 ribu personel, jumlah terbesar kedua di dunia setelah Cina. Ke depan, Polri turut menyiapkan pendirian pusat studi forensik dan teknologi kepolisian untuk mendorong inovasi serta memperkuat industri keamanan nasional.
Kerja sama internasional terus diperluas, baik dengan 43 universitas dalam negeri maupun berbagai lembaga luar negeri, sebagai upaya memperkaya perspektif dan meningkatkan kualitas riset pemolisian di Indonesia.
(Red/amr)



Discussion about this post