Dharmasraya – Pemangku tanah ulayat dan ninik mamak mewakili masyarakat Jorong Durian Simpai dan Koto Baru, Nagari IV Koto Dibauah, Kecamatan IX Koto, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumbar, menyurati Bupati Anisa Suci Ramadhani.
Selain itu, tokoh masyarakat tersebut juga menembuskan surat kepada Kapolres Dharmasraya, LKAAM Dharmasraya dan LKAAM Sumbar, serta pihak PT BRM.
Langkah ini dilakukan karena belum adanya realisasi penyerahan lahan yang sejatinya 1.000 hektare, justru baru diberikan 450 hektare. Ada apa dengan PT. BRM…?
“Ada 11 ribu hektare tanah ulayat yang diserahkan sebelumnya kepada perusahaan PT BRM melalui MoU nomor 14 tertanggal 13 Juni 2021. Dari jumlah itu diberikan kepada masyarakat 1000 hektare, sebagai bentuk kompensasi penanaman sawit dari pihak perusahaan. Namun yang baru terealisasi hanya 450 hektare. Dan masih tersisa 550 hektar,” ujar
Pemangku Tanah Ulayat Syahlil Dt. Bagindo Rajo lelo didampingi Aidil Fitri Dt. Pengulu Bosou di Pulau Punjung, Sabtu (12/4/2025).
Katanya, PT. BRM tidak memenuhi janjinya terkait dengan nota kesepahaman tersebut. Sementara itu, lahan yang masih tersisa 550 hektare, hingga kini belum ada kepastian dan kejelasannya.
Di sisi lain ketika ditanyakan ke pihak perusahaan terkait dengan hal tersebut, mereka sering berdalih sembari berkata itu sudah selesai.
” Memang kita akui dari lahan yang 1.000 hektare sudah diserahkan 450 hektare kepada pemangku ulayat. Itu pun sudah menjadi kebun sawit. Bahkan sudah ada hasilnya. Namun yang dipertanyakan mana sisa lahan yang masih tertinggal 550 hektare lagi? Sampai kapan kami harus menunggu,” ucapnya.
Selain itu, dia juga tak menampik jika tahun 2006 silam, ada sebanyak 21 unit alat berat serta sejumlah uang yang diberikan oleh pihak perusahaan.
Sementara uang yang diberikan itu dibayar tiga tahap dan tidak sekaligus. Namun, uang itu telah dipergunakan untuk biaya operasional tanaman sawit.
“Tapi, sekarang bukan persoalan itu lagi , melainkan sisa lahan yang masih tersisa 550 hektare itu,” tuturnya.
” Tolong tunjukkan dimana titik koordinat serta batas dari sisa lahan tersebut bersama dengan ninik mamak yang mewakili masyarakat supaya semuanya jelas,” pintanya.
Dan ini, wanprestasi dalam perusahaan, dalam bentuk tertulis dengan pemilik tanah ulayat juga pelanggaran atau
ketidakpatuhan terhadap isi perjanjian yang telah disepakati secara tertulis antara pihak perusahaan PT. BRM dengan pemilik tanah ulayat.
Secara hukum tentunya wanprestasi merujuk pada keadaan dimana, salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang tercantum dalam surat kesepakatan awal akan menimbulkan polemik yang tidak berkesudahan.
Karena pihak perusahaan terbukti tidak melakukan dan melaksanakan apa yang disanggupi. Dan terlambat melaksanakan kewajibannya, atau melakukan sesuatu yang dilarang dalam perjanjian.
Sebab, dalam konteks tanah ulayat tentu merupakan salah satu hak kolektif bagi masyarakat adat. Soalnya, wanprestasi perusahaan bisa mencakup beberapa hal seperti gagal dalam membayar kompensasi yang notabenenya tidak sesuai kesepakatan serta melanggar batas penggunaan lahan,” ungkapnya.
Tentunya, bila janji tidak terpenuhi, maka pemilik tanah ulayat atau komunitas adat dapat mengambil langkah hukum atau adat untuk menuntut ganti rugi, pembatalan perjanjian, atau tindakan lain yang sesuai dengan hukum positif dan hukum adat yang berlaku di negeri ini. SP
Discussion about this post