Padang – Mulai Juni mendatang, sekolah-sekolah di Sumatera Barat akan mulai membatasi penggunaan telepon seluler (ponsel) bagi para siswa. Kebijakan ini diterapkan bukan semata demi meningkatkan kedisiplinan belajar, tetapi juga sebagai langkah perlindungan terhadap kesehatan fisik dan mental anak-anak usia sekolah.
Hal ini ditegaskan oleh dr. Igha Vinda Harikha, Sp.KJ, psikiater dari RSJ Prof. HB Saanin Padang dalam konferensi pers yang diselenggarakan Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Sumbar, Rabu (28/5). Ia menyoroti bahwa remaja termasuk kelompok usia rentan terhadap gangguan kesehatan jiwa, dengan penggunaan gadget sebagai salah satu pemicunya.
“Data WHO menunjukkan satu dari tujuh remaja mengalami gangguan mental. Mayoritas remaja perempuan kecanduan media sosial, sedangkan remaja laki-laki cenderung kecanduan game online,” jelas dr. Igha.
Ia menambahkan, dampak dari penggunaan ponsel secara berlebihan bisa berujung pada gangguan tidur, sakit kepala, mata cepat lelah, penurunan interaksi sosial, hingga gejala depresi. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya kolaborasi antara sekolah dan orang tua untuk melakukan pengawasan dan pembinaan.
Kebijakan pembatasan ini didukung dengan diterbitkannya surat edaran resmi oleh Dinas Pendidikan Sumbar bernomor 100.3.4.4/3240/SEK/DISDIK-2025, yang berlaku di seluruh SMA, SMK, dan SLB di wilayah Sumbar. Kepala Dinas Pendidikan, Barlius, menyampaikan bahwa aturan ini bukan larangan total, melainkan pembatasan yang bersifat edukatif.
“Ponsel masih boleh dibawa siswa ke sekolah, namun akan dikumpulkan saat jam pelajaran dimulai dan dikembalikan ketika siswa pulang. Penggunaan hanya diperbolehkan untuk kepentingan belajar atau kondisi darurat,” terang Barlius.
Ia menilai kebiasaan pasca pandemi membuat banyak siswa terlalu bergantung pada ponsel, sehingga mempengaruhi konsentrasi belajar dan membuka akses ke konten negatif maupun hoaks. Karena itu, pihak sekolah diwajibkan menyediakan tempat penyimpanan ponsel, menyediakan jalur komunikasi resmi bagi orang tua, serta membentuk satuan tugas untuk mengawasi pelaksanaan kebijakan ini.
Barlius menegaskan, aturan ini merupakan implementasi dari visi Gubernur Sumbar dan dilandasi oleh UU ITE serta komitmen untuk mencegah kekerasan dan penyimpangan dalam lingkungan pendidikan. Tata tertib sekolah pun turut disesuaikan, dan pelanggaran terhadap kebijakan ini akan ditindak dengan pendekatan edukatif sesuai aturan sekolah masing-masing.
“Kami mengajak peran aktif orang tua agar siswa tidak menyiasati aturan. Guru tidak bisa bekerja sendiri. Ini tanggung jawab bersama,” ujarnya.
Dinas Pendidikan Sumbar juga mendorong agar pemerintah kabupaten dan kota ikut menerapkan aturan serupa di jenjang SD dan SMP. Evaluasi kebijakan akan dilakukan setelah tiga bulan pertama, dengan pembentukan tim pemantau untuk menjamin pelaksanaan berjalan merata di seluruh daerah. ( Ns)
Discussion about this post