PAINAN – Bupati Pesisir Selatan, Rusma Yul Anwar bakal siap memenuhi panggilan Kejaksaan Negeri untuk pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan, pasca ditolaknya kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Bupati Rusma Yul Anwar menyatakan, pemenuhan panggilan itu bukanlah atas dasar desakan siapa pun. Namun, melainkan atas kesadaran sendiri sebagai warga yang taat dan bertujuan menjaga Pesisir Selatan kondusif.
Sebab, belakangan pasca bergulir ditolaknya kasasi di MA. Banyak pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab mengasumsikannya dengan berbagai pandangan serta menjadi hiruk pikuk dan gonjang-ganjing yang tak berkesudahan bagi sebagian lawan politiknya.
Sehingga dengan demikian, setelah ia memenuhi panggilan kejaksaan dalam melaksanakan putusan pengadilan tidak ada lagi gonjang-ganjing soal bergulir kasusnya, dan berharap segera pihak-pihak yang menginginkan dirinya cepat dieksekusi tidak lagi heboh.
“Benar. Itu bahkan atas permintaan saya sendiri. Saya sudah sampaikan ke Kepala Kejaksaan Negeri. Saya akan datang sendiri memenuhi putusan pengadilan,” ungkapnya, Selasa 6 Juli 2021.
Niat melaksanakan putusan Pengadilan Negeri Kelas 1A Padang tersebut, sebelumnya secara terang-terangan juga disampaikan Bupati Pessel Rusma Yul Anwar dalam paripurna di DPRD Pesisir Selatan, Selasa itu.
Meski sudah menyatakan niatnya secara negarawan. Namun, sejauh itu bupati belum menyampaikan kapan waktu pelaksanaannya.
Namun, ia menegaskan, tertundanya eksekusi selama ini bukan kehendak dirinya atau niat untuk melawan hukum. Akan tetapi, lebih mempertimbangkan dan mengutamakan agar kondisi daerah tetap terjaga dan kondusif.
Bahkan, dalam perjalanan kasusnya pasca ditolaknya kasasi di MA, ia menyatakan surat perintah eksekusi pihak Kejaksaan Negeri diambil langsung oleh dirinya. Sebab, masyarakat Pesisir Selatan tidak menerima jika keputusan politiknya dianulir.
“Jadi, saya sampaikan, ini urusan pribadi saya. Saya harus menyelesaikannya sendiri. Saya tidak akan melibatkan siapapun juga,” terang bupati.
Diketahui sebelumnya diketahui, Rusma Yul Anwar yang saat itu juga sebagai Wakil Bupati Pesisir Selatan divonis PN Klas 1A Padang dengan satu tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Dirinya, dinyatakan terbukti bersalah melakukan kegiatan usaha tanpa memiliki izin lingkungan atas pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam eksepsi, dakwaan perkara hukum ini disebut-sebut kasusnya bergulir berawal dari adanya laporan masyarakat sekitar terkait perusakan mangrove di kawasan Mandeh, Kecamatan Koto XI Tarusan mulai 2016, dan terdapat laporan lain yang diteken Bupati Pesisir Selatan, Hendrajoni tertanggal 27 April 2018.
Dari laporan tersebut, kata PH Wabup Pessel, Vino dari empat pelaku yang telah dilaporkan Bupati Hendrajoni, hanya kliennya saja yang diproses. Sementara, tiga nama lainnya tidak. “Padahal, dari keempat terlapor itu, justeru lahan milik Rusma Yul Anwar kerusakannya yang paling kecil,” ungkapnya ketika itu.
Laporan bernomor surat 660/152/DLH-PS/2018 perihal Pengrusakan Lingkungan Hidup di Kawasan Mandeh itu disampaikan ke Kementerian Lingkungan dan Kehutanan RI dan Jaksa Agung. Pada laporan tersebut, terdapat tiga nama lainnya yang tidak diproses secara hukum. Ketiganya antara lain dua orang mantan pejabat di Pessel dan seorang pengusaha, dengan luasan kerusakkan yang lebih parah.
“Itu belum lagi kerusakkan yang ditimbulkan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sumatera Barat,” ujarnya.
Hingga saat ini hanya Rusma Yul Anwar saja yang diproses hukum dan ditetapkan tersangka hingga terdakwa. Dikarenakan hal ini dinilai terkesan tebang pilih.
Menurut Vino adanya tindakan tebang pilih, diduga kuat karena adanya muatan politik. Sebab, Rusma Yul Anwar selaku Wakil Bupati Pesisir Selatan sekaligus Ketua DPC Partai Gerindra, berpotensi paling kuat menjadi penantang petahana Bupati Hendrajoni di Pilkada 2020.
Sedangkan, terlapor lainnya tidak ada yang berpotensi menjadi penantang petahana dalam Pilkada Pessel mendatang. Dikarenakan, di antara empat orang terlapor tersebut, belum termasuk Dinas PU Sumbar, padahal mangrove di lahan milik Rusma Yul Anwar yang paling kecil kerusakannya.
“Namun segala cara dilakukan agar klien kami diproses hukum, termasuk indikasi mark up luas mangrove rusak yang dituduhkan kepada beliau,” ujarnya.
Untuk itu, Tim Penasehat Hukum meminta majelis hakim membatalkan dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebab, surat dakwaan yang disampaikan JPU tidak mencerminkan cara dugaan tindak pidana dilakukan.
Surat dakwaan tersebut, juga dinilai melanggar Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, sehingga harus dinyatakan batal demi hukum sesuai Pasal 143 ayat (3) KUHAP. Setidaknya, majelis hakim bisa menyatakan surat dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima
“Karena perkara tersebut merupakan perkara pidana dengan pembuktian materil, bukan formil,” ulasnya.
Lebih jauh, kerusakan lingkungan hidup sebagaimana pasal yang dituduhkan, Pasal 98 Ayat (1) UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan telah jelas disebutkan, dilakukan secara langsun para saksi, bukan dilakukan secara langsung terdakwa.
Tetapi dengan anehnya, Penuntut Umum sama sekali tidak menjadikan saksi sebagai terdakwa, atau turut sebagai yang melakukan atau membantu melakukan. “Adalah mustahil seluruh rangkaian tindak pidana yang didakwakan dituduhkan oleh Penuntut Umum kepada terdakwa seorang diri sebagai yang melakukannya (plegen),” katanya.
Sebelumnya, terkait kasasi. Permohonan kasasi Rusma Yul Anwar ditolak, 24/2/2021. Putusan kasasi itu diumumkan dalam laman perkara situs resmi MA www.mahkamahagung.go.id.
Dalam berkas dengan Nomor Perkara 31 K/PID.SUS-LH/2021 tersebut diputus oleh Hakim Hidayat Manao, Brigjen TNI Sugeng Sutrisno dan Dr. Sofyan Sitompul. (Robi)
Discussion about this post