Oleh Syafri Piliang
Wartawan Muda
Dharmasraya – Mentari pagi baru naik di langit Nagari Sungai Duo, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumbar. Udara pagi masih terasa sejuk penuh dengan kedamaian. Dimana saat ratusan warga mulai berdatangan ke lapangan nagari. Suara riuh ibu-ibu bercampur aroma minyak goreng dan tumpukan cabai segar menandai satu hal yakni Gelar Pangan Murah (GPM) kembali digelar oleh Pemerintah daerah.
Tak butuh waktu lama, lapak-lapak yang disiapkan Dinas Pangan dan Perikanan dipadati pengunjung. Warga datang dari berbagai jorong, membawa tas belanja dan harapan bisa mendapatkan bahan pokok dengan harga miring. Di tengah melonjaknya harga pangan, kegiatan seperti ini ibarat oase yang menyejukkan.
“Alhamdulillah, cabai di sini cuma Rp68 ribu. Di pasar sudah lewat Rp90 ribu. Lumayan buat kami, bisa hemat,” tutur Yulidar (42) sambil tersenyum usai mengantre di depan lapak cabai merah. Ia datang sejak pukul tujuh pagi, tak ingin kehabisan.
Hal serupa dirasakan Dwi Rahma (33), ibu dua anak asal Jorong Sungai Limau. “Kami senang pemerintah turun langsung ke masyarakat. Harga bahan pokok sekarang berat sekali, kegiatan seperti ini sangat membantu,” ucapnya.
Wakil Bupati Dharmasraya Leli Arni yang hadir langsung membuka kegiatan itu menyebut GPM merupakan bentuk nyata kepedulian pemerintah daerah terhadap masyarakat. “Inflasi tengah menekan harga kebutuhan pokok. Dengan pangan murah ini, kita ingin sedikit meringankan beban masyarakat,” ujarnya dalam sambutan.
Beragam bahan pangan dijual dengan harga di bawah pasar seperti beras Rp10.000/kg, minyak goreng Rp14.000/liter, telur Rp 46.000/kg, hingga gula pasir Rp12.000/kg. Di saat yang sama, pemerintah juga ingin memastikan distribusi pangan tetap stabil.
Didampingi Staf Ahli Bupati Imam Mahfuri dan Sasrawati, Kepala Dinas Pangan dan Perikanan Hasto Kuncoro, serta Wali Nagari Sungai Duo Ali Amran, Wabup Leli meninjau langsung setiap lapak. Ia juga sempat berbincang dengan sejumlah pedagang dan warga.
Tak hanya soal harga, Leli juga berpesan agar masyarakat mulai beralih dari pola konsumsi ke produksi rumah tangga. “Mari berbelanja secukupnya dan manfaatkan pekarangan untuk menanam sayur atau beternak ayam. Ini bagian dari upaya kita membangun ketahanan pangan keluarga,” lirihrnya.
Ajakan itu disambut baik oleh warga yang mulai menyadari pentingnya swasembada kecil-kecilan di tingkat rumah tangga. “Kalau bisa tanam cabai sendiri, setidaknya tak pusing tiap harga naik,” kata Dwi, tersenyum.
GPM di Sungai Duo bukan sekadar pasar murah. Ia menjadi simbol gotong royong pemerintah dan masyarakat menghadapi tantangan ekonomi. Bagi sebagian warga, momen ini bukan hanya tentang harga yang lebih murah, tapi juga tentang hadirnya pemerintah di tengah mereka.
Di sela hiruk-pikuk warga yang sibuk menimbang beras dan menawar minyak, tampak senyum-senyum lepas yang jarang terlihat di hari-hari biasa. Senyum itu lahir dari rasa lega, bahwa di tengah mahalnya kebutuhan hidup, masih ada tangan-tangan yang peduli.
Dan di Sungai Duo pagi itu, senyum itu sekecil apapun adalah pertanda bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah benar-benar sampai ke dapur rakyat ditengah ekonomi sulit seperti yang dirasakan sekarang ini.***
Discussion about this post