Pariaman — Jauh panggang dari api. Demikian itulah statmen yang dikeluarkan Sekdako Pariaman Yota Balad beserta Kepala BPKPD Buyung Lapau pada media, Rabu sore (13/7) dalam sebuah kesempatan di Hotel Safari Inn Pariaman, menyikapi kontroversi gaji ganda yang diterima 18 pejabat eselon II dan III Kota Pariaman ketika menjabat Pj. Kepala Desa saat perhelatan Pilkades serentak 12 Februari lalu.
Entah karena kepandaian mereka dalam mengakali dan mengangkangi regulasi, atau berpandai-pandai karena kepandirannya? Wallahu a’lam.
Pasalnya, bukannya menganulir, Sekdako Pariaman Yota Balad bersama Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Buyung Lapau malah membenarkan kasus kontroversi gaji ganda yang dimakan sejumlah ‘pejabat teras’ eselon II dan III Kota Pariaman saat jadi Pj. Kades beberapa waktu lalu.
Diketahui, 18 pejabat itu menerima penghasilan tetap (Siltap) kepala desa defenitif dari dana ADD pemerintah desa selama lebih kurang 8 bulan sebanyak Rp 4 juta perbulannya sewaktu menjabat Pj. Kades. Sementara dari dana APBD Kota Pariaman, para pejabat teras ini juga menerima Siltap gaji perbulan dengan tingkat jabatan eselon II dan III.
Alasan Yota Balad dan Buyung Lapau, Pasal 58 Ayat (2) PP No 43 Tahun 2014 merupakan dasar Pemko Pariaman untuk memberikan hak yang sama dengan kepala desa.
“Dasarnya PP 43/2014 Pasal 43 Ayat 2, bunyinya: Penjabat kepala Desa sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban serta memperoleh hak yang sama dengan kepala Desa,” tukuk Buyung Lapau diamini Yota Balad.
Bahkan lebih lucunya, Yota Balad yang juga ketua TAPD Kota Pariaman ini menganalogikan persoalan gaji ganda juga berlaku terhadap jabatan Pj. Kepala Daerah. “Sama seperti Pj. Kepala Daerah, mereka kan juga menerima gaji ganda, sebagai pejabat eselon sekaligus sebagai Pj. Kepala Daerah,” terang Yota menerka-nerka.
Padahal sebelumnya diberitakan, kasus pemberian gaji ganda oleh Pj. Kades ini telah terjadi di beberapa daerah. Teranyar seperti yang terjadi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat tahun 2019 lalu. Di sana, sebanyak 56 ASN disebutkan mengembalikan gaji yang diterima ketika menjabat Pj. Kades sesuai dengan temuan yang dirilis oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dari informasi yang dihimpun media ini, Sekda Tanjab Barat melayangkan surat nomor 141/2664/BAPD/PMD/2021 pada 17 Desember 2021. Surat ditandatangani oleh Sekda Agus Sanusi itu dikirim melalui camat, menyikapi ketidakacuhan sejumlah ASN terhadap temuan BPK itu.
Bahkan Kepala Inspektorat Tanjab Barat Encep Zarkasi mengungkapkan, sebagai ASN, para Pj. Kades itu sudah menerima gaji tetap dari negara melalui dana APBD. Karena itu, mereka tidak dibenarkan menerima penghasilan tetap sebagai kades dari dana desa.
Dia merujuk ke surat Dirjen Bina Desa Kemendagri Nata Irawan pada 1 Juni 2016. Dirjen mengutip Pasal 58 Ayat 2 PP No 43 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa Pj. Kades hanya mendapat tunjangan dan lain-lain pendapatan yang sah, seperti honor, dari APBDes.
Sedangkan penghasilan tetap (Siltap) diperoleh dari APBD sebagai PNS atau ASN. Yang terjadi, sebanyak 56 ASN tersebut malah tetap menerima penghasilan tetap dari APBDes, walau sudah menerima gaji ASN.
Sementara itu, Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Tanjab Barat H Andi mengatakan, ASN tidak dapat menggunakan siltap kades dari APBDes. Namun, mereka dapat mengambil tunjangan atau penghasilan lain sesuai ketentuan.
“Siltap tak boleh diambil karena dia PNS, tapi tunjangan boleh,” katanya.
Di luar itu, para Pj juga dibolehkan menerima honor, tetapi tidak boleh meminta. “Jika ada honor, harus diberikan kepada Pj,” ungkapnya.
Namun tetapi, hal yang berbeda saat ini terjadi di Kota Pariaman. Pandai atau pandir? Sekda Pariaman Yota Balad bersama Kepala BPKPD Buyung Lapau malah membenarkan kasus serupa dengan kejadian dan dasar yang sama yakni PP No 43 Tahun 2014, yang seharusnya persoalan tersebut dianulir mereka seperti yang dilakukan Pemkab Tanjab Barat, Provinsi Jambi ini.
(Idm)
Discussion about this post