Agam — Medan Bapaneh Surau Ka’bah, Panampuang, Sabtu (26/7) menjadi saksi suksesi kepemimpinan suku Tanjuang. Enam orang “Datuak” dilewakan gelarnya, bukan hanya disaksikan oleh anak nagari Panampuang, tapi juga sejumlah pimpinan OPD di Kab. Agak, bahkan Ketua LKAAM Sumbar dan gubernur ikut menghadirinya.
Ir. H. Benni Waris. MM, Dt. Tan Batuah, bupati Agam yang juga niniak mamak Suku Tanjuang Panampuang menjelaskan “malewakan gala” enam orang anak-kemenakan, merupakan langkah suksesi kepemimpinan dari salah satu suku di nagari tersebut.
“Ini merupakan proses suksesi pergantian gelar Datuak dalam suku Tanjuang Panampuang sebagai pemimpin kaumnya, untuk mengganti dan mengisi gelar yang ditinggalkan pemangku gelar yang sudah meninggal dunia,” ulas Tan Batuah.
Selain itu, Bupati Agam ini juga menyinggung tempat pelaksanaan melewakan gelar Datuak Suku Tanjuang di Surau Ka’bah sebagai simbol program “Bangkik dari Surau” yang sudah diluncurkan dan dilaksanakan sejak beberapa waktu lalu.
Dengan momentum itu, orang nomor satu di Agam dan juga putra Panampuang ini berharap filosofi tatanan kehidupan bernagari dan bermasyarakat berlandaskan ABS-SBK dapat diwujudkan dengan lebih baik.
Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar, Prof. Dr. H. Fauzi Bahar. M. Si, Dr. Nan Satu menegaskan, pemerintah sangat mengakomodir serta menghargai nilai-nilai yang tumbuh di tengah masyarakat termasuk di Sumatera Barat yang kental dengan adat dan budayanya.
Di mana dalam kehidupan masyarakat Sumbar atau dikenal dengan Minangkabau, tambah Fauzi Bahar, kelancaran roda pemerintahan daerah khususnya serta kehidupan sosial -kemasyarakatan,didukung oleh tokoh masyarakat dan adat atau niniakmamak.
Salah satu wujud legitimasi pemerintah kepada niniakmamak, menurut Ketua LKAAM Sumbar, menyangkut silang-sengketa bahkan dalam peristiwa yang berpotensi masuk ranah pidana, dengan lahirnya Peraturan Kapolri (Perpol) nomor 8 tahun 2020 atau lebih dikenal dengan Restoratif Justice.
Ketua LKAAM Sumbar menambahkan, dalam Perpol itu, niniakmamak bisa “campur tangan” menyelesaikan suatu kejadian perkara yang menimpa anak-kemenakannya, kecuali menyangkut narkoba.
“Bila ada Kapolsek atau polisi yang menolak keterlibatan niniakmamak dalam suatu perkara untuk menyelesaikannya, laporkan kepada saya,” tegas ketua LKAAM.
Hal senada juga ditekankan oleh gubernur Sumbar, H. Mahyeldi Ansharullah, keberadaan seorang niniakmamak di tengah kaum atau nagari sekali pun, haruslah bisa “kusuik manyalasaikan, karuah mampajaniah”, bukan sebaliknya.
Lebih dari itu, pada kesempatan yang sama gubernur menambahkan, sebagai pemimpin kaum, niniakmamak seyogyanya juga bisa menjadi inisiator atau motivator dalam mewujudkan kehidupan anak-kemenakan serta masyarakat yang lebih baik.
Gubernur sebaliknya pun melihat, sesuai perkembangan situasi, keberadaan seorang niniakmamak dulu dan sekarang memang telah berubah, termasuk dalam kesejahteraannya. Kalau dulu tiap suku menyediakan “sawah atau parak panggadangan” kini mungkin tidak ada lagi.
Hal ini diakui gubernur menjadi bagian dilema atau kendala bagi pimpinan kaum atau adat dalam menjalankan fungsi. Pemerintah terus berupaya mencari jalan keluarnya.
Keenam gelar yang dilewakan tersebut terdiri dari Bahri Dt. Rajo Endah, Syafwan Dt. Labiah, Rahmat Akbar Dt. Gunuang, Zulkifli Dt. Rajo Endah, Irhandi Sri Mulyadi Dt. Meliputi dan Prof. Dr. Mawardi. M. Si. Dt Rajo Bangkeh.
Usai melewakan gelar datuak tersebut, dilaksanakan makan bajamba yang juga diikuti oleh gubernur, ketua LKAAM Sumbar serta seluruh tamu-undangan. (*)
Discussion about this post