Padang Panjang – Diduga perlakuan tidak menyenangkan dialami oleh Anggit, yang berprofesi sebagai seorang jurnalis di Sumatera Barat. Hal tak menyenangkan itu menimpa dirinya, saat ia tengah berada di salah satu lembaga pendidikan Islam di Kota Padang Panjang (pesantren), pada Sabtu kemarin (30/03).
Anggit yang saat itu sudah berada di pesantren, dengan maksud tujuan menemui pihak pengurus pesantren bersama salah seorang wali murid (santriwan) guna menanyakan informasi terkait, adanya dugaan penyitaan handphone dan laptop milik salah seorang santriwan oleh pihak pesantren, bukannya malah mendapat jawaban, dirinya malah diminta untuk keluar dari lokasi oleh petugas keamanan yang ada di sana.
Anggit sempat menanyakan perihal kenapa dirinya diminta meninggalkan lokasi pesantren kepada petugas, dan petugas itupun dari penuturan Anggit menjawab, atas perintah pimpinan di tempat tersebut.
Terkait hal tersebut, saat dikonfirmasi kebenaran peristiwa yang dialaminya itu, Anggit kepada Reportaseinvestigasi.com menceritakan kronologis kejadian.
Anggit menyebut itu semua bermula saat dirinya memenuhi undangan dari salah seorang wali murid di pesantren tersebut, sebutlah namanya Andeh. Anggit memperoleh informasi bahwasanya handphone (Hp) dan laptop milik anak Andeh (santriwan) di pesantren tersebut, diduga disita pihak pesantren dengan alasan dilarang membawa Hp dan laptop.
“Saya ke situ kan diundang uni saya, anaknya kan ada di situ. Jadi handphone, laptop anaknya tu, ditahan oleh pihak ponpes dengan alasan, dilarang membawa handphone dan laptop,” ucapnya, Minggu, (31/03).
Ia juga menyebut bahwa penuturan pihak terkait mengenai aturan tertulis dari larangan membawa benda tersebut tidak lah ada. Namun, tindakan yang dilakukan itu sudah menjadi kebiasan.
“Cuma aturan secara tertulis kalau kata orang itu tu memang tidak ada tapi, sudah menjadi kebiasaan dari orang orang tu katanya kan. Cuma itu tadi, handphone itu diduga sama pengurus mau dijual tanpa seizin pemilik, lalu nantik duitnya dibagikan kepada anak yatim. Akhirnya, dipanggil lah orang tua murid, sementara saya tidak dibolehkan masuk, saya langsung diusir. Si satpam itu saat ditanyakan siapa yang suruh usir saya, si satpam jawab atas pimpinan pondok pesantren pak, bapak disilahkan keluar dari lokasi pesantren,” ungkapnya.
Ia juga menyebutkan bahwa dirinya, tidak menyalahkan sekuriti yang memintanya untuk keluar dari lokasi tersebut.
Mengenai pengalaman yang tidak mengenakan tersebut, Anggit mengungkapkan perasaanya.
“Selama saya menjalankan tugas dan profesi jurnalis, baru kali ini saya mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan ini, bahkan dilakukan oleh pengurus pesantren dengan memerintahkan satpamnya. Dugaan saya, di pesantren ini sudah banyak hal yang dilanggar seperti setiap murid yang melanggar, harus didenda dengan uang, bahkan murid aja dilarang cuci baju sendiri, harus laundry, artinya ada ajang bisnis juga di pesantren ini. Ada juga orang tua murid berasal dari luar daerah yang mau lapor tapi tidak direspon oleh pengurus karena telat bayar padahal duitnya udah dikirim ke salah satu ustad pengurus di sini, tapi duit itu dipakai ustad itu, banyak lagi. Nanti kita akan bongkar satu persatu,” papar Anggit.
Anggit juga mengungkapkan bahwa dirinya, merupakan Wakil Pimpinan Redaksi di Padang Expo, dan dirinya sudah lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
“Saya Wakil Pimred di Padang Expo bro, wilayah tugas Sumbar, dan sudah lulus Uji Kompetensi Wartawan,” terangnya.
Terkait persoalan tersebut, hingga kini, ia masih belum mendapatkan jawaban kongkrit, kenapa dirinya diminta untuk keluar dari lokasi pesantren.
Sampai berita ini diterbitkan, Reportaseinvestigasi.com belum mendapat tanggapan resmi dari pihak Pesantren, terkait persoalan tersebut. (Spa)
Discussion about this post